Chapter 9 - Derren POV : Modus Mission

547 52 13
                                    

3000+ words dan banyak narasinya, awas bosen.

Happy Reading :)

************

Derren POV

Aku keluar dari kamar mandi dengan kaos hitam polos dan celana pendek selutut. Tangan ku masih asyik mengusap-usapkan handuk kecil ke rambutku yang masih basah. Aku berjalan mengitari ranjang sambil bersenandung kecil kemudian duduk di tepinya. Ku lemparkan handukku entah kemana kemudian menjatuhkan tubuhku di kasur empuk itu.

Aku menatap langit-langit kamarku kemudian tersenyum lebar mengingat kejadian yang kualami di sekolah. Bersama dengan Virgie tentunya. Ku pejamkan mataku sejenak untuk mengingat kejadian tadi siang.

Mungkin karena kekalutanku saat mendengar Virgie direndahkan oleh orang yang bahkan bisa dikatakan hina, dengan beraninya aku menggenggam tangannya di sepanjang koridor. Aku bahkan mengacuhkan pandangan orang-orang di sepanjang koridor yang menatap kami dengan tidak percaya. Persetan dengan mereka semua, yang aku pedulikan saat itu hanya Virgie. Aku bisa merasakan bahwa saat itu ia terluka dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Deandra. Jelas! Pasti Virgie terluka.

Oh, tunggu. Aku bahkan memeluk Virgie! Sungguh, itu bukan modus atau semacamnya. Itu tindakan reflek yang aku lakukan karena merasa bersalah dan ingin menenangkannya, meskipun sebenarnya aku yang terlihat paling kalut dan butuh di tenangkan.

Kelopak mataku perlahan terbuka saat aku mengingat satu kalimat yang dengan lancangnya keluar dari mulutku.

Malah bagus, biar semua orang tahu kalau kamu milik aku.

Ck, apa-apaan itu! Seharusnya kata-kata itu tidak muncul pada saat itu, merusak momen saja! Apa yang Virgie pikirkan tentang aku setelah aku mengucapkan kata-kata itu disaat aku dan Virgie tidak punya hubungan apa-apa? Kami bahkan baru saja mulai dekat. Shit!

Mulai sekarang aku harus menjaga kalimat yang keluar dari mulutku. Dan lain kali, aku harus mengatakan kalimat itu lagi. Di momen yang tepat tentunya.

"Derren, kebiasaan ya!". Aku menoleh dan mendapati mama sedang membungkuk di depan pintu kamarku mengambil handuk yang aku lempar sembarangan tadi. "Udah berapa kali mama bilang, kalau habis make handuk itu di gantung lagi di kamar mandi atau kalau udah kotor di taruh di keranjang cucian".

Aku nyengir, "Hehe udah kebiasaan, ma". Ya, itu adalah salah satu kebiasaan burukku, selalu meletakkan atau lebih tepatnya melemparkan handuk sembarangan.

"Makannya diubah!". Ujarnya sambil menaruh handuk ku di keranjang cucian bersama pakaian kotorku lainnya.

Mama kini sudah duduk di ranjangku. Akupun mengubah posisiku menjadi duduk untuk mensejajarkan dengan posisinya.

"Ada apa, ma?". Tanyaku ketika beberapa saat mama hanya diam membisu menatapku dengan tatapan sendu.

"Papa dan kakakmu mengundur kepulangannya ke Indonesia lagi. Masih ada beberapa hal yang diurus disana". Aku menghela nafas pelan. Pantas saja mama terlihat sedih. Ini bukan pertama kalinya papa sama kak Derick mengundur kepulangannya.

Aku bergeser mendekati mama, "Aku ngga masalah sama hal itu. Tapi mama? Apa mama ngga rindu sama papa?".

Mama menggeleng, "Mama ngga apa-apa".

"Kita ngga tahu kapan papa akan pulang. Kalau mama rindu, mama boleh menyusul papa. Derren ngga apa-apa disini sendirian. Derren udah gede kali, ma".

Mama kembali menggeleng, "Mama disini aja, ada kamu disini itu sudah lebih dari cukup buat mama, Der". Ujar mama sambil mengusap kepalaku pelan. Ah, aku rindu perhatian mama seperti ini. Tapi aku tidak suka melihat mama sedih seperti ini.

My Lovely SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang