Sebulan lalu aku melihat langit keperakan, jauh aku memandang jarak yang sejengkal kini semua keabuan, sesak dan berat tiap tarikan nafasku. Lalu aku berdo'a tentang biru yang mulai kurindu, tentang bau amis saat debu bertemua air.
Aku melihat padang yang kurang hijaunya, aku menanti buah yang mulai berkembang. Lagi...aku melihat mentari yang menjingga dipagi, siang, sore seperti senja yang biasa.
Kini, tiba-tiba aku terkenang slogan seorang petinggi yang terpampang ditiap persimpangan. Tentang mimpinya yang terdengar mahal dan mewah" Jambi Emas" demikian slogan yang beliau canangkan. Tentang do'a menjadi Provinsi yang lebih kaya dan mandiri. Kaya... dengan hasil hutan yang luar biasa. Dari Ujung Jabung sampai Gunung Kerinci, pertambangan, kebun, Hutan dan variasi sumberdaya lahan yang begitu potensial. Tak salah mimpi-mimpi itu.
Tuhan...hari ini aku melihat atas yang sama, bamun semua mimpi dan do'a itu seolah terwujud. Hari ini, saat aku melihat langit dan jauh mata memandang yang hanya sesenti. Aku terhenyak, perak itu sirna berganti nuansa keemasan yang begitu elegan. Aku berusaha mengenag, dimana aku pernah melihat ini, ingatanku jauh melayang menerpa udara yang kian berat. Hatiku melompat-lompat takjub akan keindahan nuansanya. Lalu aku terengah, nafasku kian berat, dan sulit menarik oksigen yang biasanya berkeliaran diudara. Aku lupa bahwa emas adalah logam berat yang berbahaya bagi paru-paruku. Kini matahari memerah berselimut darah, dan aku memilih berhemat dalam bernafas.
Tengah hari yang kini hanya terlihat dari jam yang berdentang, tak ada sengatan saat sang surya dipuncak kepala. Cahaya memudar, namun mataku perih. Lagi... hatiku melompat saat kukira air akan tumpah mengisi waduk yang kandas mematikan. Lagi....itu harapan kosong yang hanya akan kupendam sampai suatu saat nanti Tuhan mengabulkan pinta setiap insan yang tadinya lupa cara bersyukur. Kami disini lupa akan cahaya siang, saat kami tau hanya ada subuh, petang dan malam. Kawan dipelupuk rindu, cerikan warna langit dibumi kalian, cerikan siang yang menghilang dari bumi kami, cerikan oksigen yang merajuk dari bumi kami. Kawan, diujung maya cerikan padaku tentang sesuatu yang kurindu.
28 Oktober 2015, guyuran hujan membasahi bumiku yang rindu akan hijau.....
hari ini 30 Oktober 2015, sedikit biru dilangitku yang keperakan, matahari malu-malu menunjukan sinarnya dibalik kepungan putih yang meraja diangkasa bumi pinang masak.
Alhamdulillah...Jambi bangkit dari koma berkepanjangan.....
***
wah...gak nyangka buat respon dipart sebelumnya....
terima kasih banyak reader, kalian alasan aku untuk tetap terjaga dimalam hari ditemani cahaya laptop.
kalian alasan aku tersenyum disela batuk yang kian menyiksa,,,
hhhaaa apaan sih,,,yah udah capcus yang lagi baper yok dibaca,
jangan lupa vote dan komentarnya yah...
***
Leherku patah-patah menoleh gadis yang sesegukan disebelahku. Kepalanya kini hanya sepinggangku, kakinya ditekuk dan kepalanya tertunduk penuh. Aku masih dengan pikiranku, tak mampu menggerakkan bagian tubuhku yang lain.
"Maafkan Hanna Umi" ini yang ketiga kalinya dia meminta maaf dengan suara yang tertekan.
"ko sadonyo salahnyo Hanna. Iko sudah kaputusan Hanna"
Seorang wanita mendekati kami dan meraih tubuh Hanna untuk berdiri, namun Hanna menolak. Dia bersikukuh tetap seperti itu untuk suatu alasan yang misterius untukku.
"sudahlah Hanna, indak elok Hanna tu balutut untuak lelaki takah Fatih"
Aku gemetaran, namun tak mau menebak-nebak situasi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersemayam dalam Do'a
Spiritualusia yang matang, dengan tingkat pendidikan yang tinggi justru kadang membuat seorang perempuan sulit mencari jodoh. usiaku yang nyaris kepala tiga, karirku yang sedang menanjak, dan orang tuaku yang terus menanyakan tentang pernikahanku. sementara...