Part 2 : Beringin di Pinggir Jalan

9.5K 328 0
                                    

Flash back on

Sepuluh tahun lalu aku mengenalnya, saat aku masih berseragam putih abu-abu tahun pertama. Dia mahasiswa pertambangan semester akhir. Hubungan kami bermula dari situ hingga dia dua tahun kemudian telah bekerja di perusahaan pertambangan dipedalaman Sumatra Selatan dan hanya dapat menemui tiap satu semester itupun hanya beberapa hari.

Affandi Amaluddin, sederhana dan menyejukan. Dia kadang menyejukan namun tak jarang dia menghangatkan. aku begitu jatuh kedalam hatinya yang lembut, dia yang membuatku merasa menjadi wanita dewasa saat usiaku 18 tahun. Bagaimana tidak dia yang kala itu telah berusia dua puluh lima tahun selalu membawaku kerumah orang tuanya. Berusaha mendekatkan aku kepada keluarganya. dia pasti ingin aku segera akrab dengan adik-adik iparku nanti, ya,,,dia ingin aku menjadi istrinya...ISTRINYA. Oh !!! bahagianya hidup, disaat Adira kakakku yang 23 tahun belum menemukan pasangan hidup justru aku yang 18 tahun sudah menemukan pria yang begitu menghargaiku. membuat gadis yang masih berseragam putih abu-abu ini menjadi seorang wanita.

Dia membantuku melalui mimpi buruk Ujian Akhir Nasional, bahkan dia berencana membiayai kuliahku. Ujian cinta kami yang pertama datang dari orang tuanya, tepatnya ibunya. Baginya usia kami terlampau jauh, dan sikap serta sifatku masih kekanakan. Oh ayolah aku sedikit manja tapi tudak kekanakan.

"kau akan lelah Fan, dan kau Mir sebaiknya lanjutkan sekolahmu..."

Aku menegang, aku mengepal tanganku seerat mungkin, buku-buku tanganku memutih. Wanita ini tak tau bagaimana bila emosiku meledak. Aku tak mau meninggalkan kesan buruk, bagaimanapun aku mencintai anak yang dilahirkan wanita ini. Aku ingin menjadi istri Mas fandi, menjadi menantu Ibu Ratih dan Pak Amaluddin. Aku harus sabar dan mengalah, redam emosimu Almira.

**

Satu bulan berlalu, aku sedang sibuk mempersiapkan ujian Universitas, Sebuah telepon masuk.

"Askar memanggil..." aku mengernyitkan dahi. Askar adalah adik bungsu Mas Fandi, usianya setahun diatasku. Dia baru satu bulan lalu menyelesaikan pendidikan militernya.

"ya kar...Assalamu'alaikum" aku menyapanya dengan ceria. Tapi Askar tak segera menjawab, beberapa kali dia berdehem seperti menahan batuk.

"hallo...kamu gak apa-apakan?" aku menghentikan aktifitasku, mulai serius karena Askar tak kunjung menjawab sapaanku.

" ya hallo Al...gimana kabar kamu?" aku mengernyitkan dahiku. Askar berbicara formal padaku, ini tidak seperti biasanya.

"baik kar, ya,,,sekarang konsen ama ujian Universitas dulu"

"ya, kamu yang sabar yah...semua akan berlalu dengan cepat kok" aku terdiam, apa-apaan Askar ini,. Aku hanya sedang ujian Universitas tapi kenapa dia tampak sekhawatir itu. Dan apa dia bilang tadi 'semua akan berlalu' ya iyalah paling Cuma dua hari, kalaupun gak lulus masih banyak perguruan tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia Raya ini.

"iya kar, kamu tenang aja. Aku ini wanita kuat kok...hehe" candaku

"hehe, iya aku tau kamu kuat Al, kalau kamu butuh aku aku akan selalu ada buat dengerin cerita kamu atau bantuin kamu. Keep strong Al ..."

Dia menutup teleponnya. Ah ada-ada saja Askar ini, apakah pendidikan militer membuat dia jadi lebay, ah.. jangan-jangan kepalanya tebentur di pelatihan itu.

Tapi entah mengapa, kata-kata Askar membuat perasaanku jadi tak nyaman. Apalagi Mas Fandi akhir-akhir ini tak lagi menghubungiku walau lewat sms. Aku galau...GALAU sekali, Askar dan Mas Fandi berubah jadi manusia yang tak biasa.

**
Aku merasa Azkar lebay akhir-akhir ini, sikapnya yang mendadak perhatian dan sikap Mas Fandi yang menghilang begitu saja ah, aku jadi galau. GALAU....

Bersemayam dalam Do'aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang