PART 13 : Pelangi Tanpa cahaya

6.2K 421 79
                                    

Bismillah....

luar biasa respon pada part sebelunya,

semoga tidak mengecewakan pembaca...

happy reading guys...

***


Selalu ada alasan yang menjadikan seseorang berusaha menjadi kuat dan tegar, termasuk aku. Aku mempunyai Rabb-ku yang lebih tau tentang masa depanku. Aku atau bahkan siapapun didunia ini tidak akan pernah tau apa yang akan kita temui selangkah didepan kita. Bisa jadi itu hanya jalanan datar, jalan mendaki atau malah sebuah lubang yang sangat besar. Namun aku percaya, lubangpun itu, boleh jadi bukan sebuah kuburan melainkan sebuah tambang emas.

Disini, disujud terakhir tahajudku kali ini, aku kembali mendapat ketenangan jiwa. Mendinginkan segala emosi yang mendidihkan darahku sore tadi. Diantara cahaya yang temaram, aku bersimpuh dengan kepasrahan, menyerahkan segala urusanku, kesedihanku dan kegundahanku pada-Nya. Menanyakan segala yang tersembunyi dibalik gelap didepan yang menutupi kebenaran dibelakangnya.

"Ya Khalik, aku rindu akan sebuah penikahan, akan cinta seorang imam, akan kebahagiaan rumah tangga. Dan kali ini jauhkan aku dari rasa cinta kepada hamba, cinta kepada seorang pria sebelum ijab disampaikan dan qabul diucapkan. Wahai Pemilik hati, jauhkan aku dari orang-orang yang lain dibibirnya lain pula dihatinya. Ya Rabb, ampuni aku dari segala dosaku, segala prasangka ku yang tak benar dan jauhkan aku dari kesesatan"

Lalu aku damai dalam sujud yang panjang, menghantarkan diri dengan kepasrahan yang penuh. Kini aku tak lagi ingin memutuskan masa depanku, biarlah semua sesuai dengan yang digariskan Rabb-ku padaku.

Aku selesai membereskan mukenahku, kulihat seorang gadis tengah bertemu rindu dengan Pemilik Malam. Dengan kekhusukannya dia bersimpuh dalam munajad-munajadnya kepada sang Khalik. Dialah gadis dengan wajah seindah bulan, Hanna Al Hamid.

Kulirik lagi jam dilayar ponselku, masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum subuh. Aku merasa haus dan memutuskan untuk kedapur mencari air minum. Lampu-lampu ditiap ruangan menyala, entah disengaja tidak dimatikan atau memang salah seorang pemilik rumah telah bangun. Namun aku tetap tidak ingin berisik dan mengganggu orang istirahat. Untuk itu tiap langkah kakiku kuatur sepelan mungkin.

Langkahku terhenti oleh seseorang yang bercahaya berdiri tepat lima langkah dihadapanku. Sosok itu berbaju putih dengan kain melekat dari pinggangnya menjuntai kebawah dengan rapi. Wajah dan rambutnya telihat segar seperti habis mandi. Ditangannya menggenggam gelas berisi air putih.

Kini tangan itu terulur padaku, tiba-tiba rasa gugup yang teramat sangat menyergapku. Lagi ...dan lagi sosok itu membuat hatiku tumbuh dan patah diwaktu yang sama.

"belum aku minum Mir" dia melirik tangannya yang masih melayang diudara.

Sedetik...dua detik...

Kubiarkan tangannya terulur. Aku menatapnya kali ini, lekat sekali. Tepat pada dua lingkaran hitam pekat dimatanya. Banyak yang ingin kukatakan padanya, tentang segala Tanya dan kekecewaanku padanya. Sayang, tak ada satu katapun yang mampu keluar dari mulutku yang biasanya pandai bicara. Tatapanku begitu dingin, senyum Fatih memudar lagi.

"kenapa Mira?" dia menarik lagi tangannya. Aku menelan ludahu, ingin menjawabnya namun tak tau harus kumulai dari mana.

"Mira sudah bangun?" Umi tiba-tiba muncul dari belakang tubuh Fatih.

"iya Umi" aku mengalihkan mataku pada Umi.

"ayo sini, bantu Umi buat lontong"

Aku mengikuti langkah Umi, melewati Fatih tanpa menolehnya lagi. Aroma tubuhnya lembut menyapa hidungku. Kumohon, berhenti menggodaku.

Bersemayam dalam Do'aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang