***
Wow.....!!!
Alhamdulillah makin kesini responnya makin oke dan menyenangkan...
Padahal yang ditulis dan yang nulis masih abal-abal....
Makasih ya reader yang kece badai...
semangat deh nulisnya
Happy Reading Guys....
****
Udara dingin merambat tubuh, suhunya sedikit lebih rendah dibanding Ibukota. Musik-musik khas Minangkabau menyapa telinga. Aku masih saja sulit menguasai diri. Fatih dan yang lain beranggapan aku mabuk udara. Harusnya aku yang memapah Sarah mengingat kondisinya yang hamil muda, tapi kini justru tangan Sarah yang melingkar dibahuku.
Seorang gadis berkhimar hijau menghampiri kami, senyumnya merekah seperti kelopak mawar. Tak ada kata yang pantas menggambarkan keindahannya. Dia sahabatku yang paling indah rupanya, baik budi pekertinya dan mulia akhlaknya. Dia berlari kecil agar segera sampai kedekat kami. Wajahnya berubah panik, senyumnya menipis saat melihat kondisiku.
"kenapa Mira" dia mengambil alih tubuhku dari tangan Sarah yang mulai keletihan menopang tubuhku.
"mabuk udara" Sarah menjawab sambil memutar-mutar lengan kanannya yang tadi menyanggah tubuhku.
"jangan gugup gitu ah" Hanna berbisik ketelingaku, agaknya dia tau bahwa aku bukan mabuk udara melainkan grogi, demam panggung istilah tepatnya. Aku mendengus kesal mendengarnya, dan dia hanya terkekeh mengembalikan kelopak mawar dibibirnya. Bilal, fatih dan Sarah saling toleh, keheranan dengan tingkah dan sikap kami.
"ayo, sopirku sudah menunggu" Hanna menyeret tubuhku mendahului langkah kaki yang lain.
Sebuah Fortuner hitam menunggu kami, saat kami mendekat seorang pria sekitar usia 35 tahunan keluar dan membukakan pintu belakang. Aku lebih dulu masuk disusul Hanna, Sarah masuk dari pintu disamping Supir.
"kalian duluan saja, aku dan Bilal naik Taksi saja ke rumah Uda Umar" Fatih mengibaskan tangan.
Mobil melaju dijalanan yang cukup lengang, tak ada kemacetan yang berarti, kiri-kanan jalanpun tampak bersih. Lagu khas Minangkabaupun mengalun sebagai relaksasi kami didalam mobil, tiba-tiba saja rasa kantuk menyergapku dan aku terlelap, sesekali kudengar obrolan Sarah dan Hanna. Lalu hilang, aku tak mendengar apa-apa lagi dan bermain-main didalam alam bawah sadarku
.
***
Sebuah rumah berpagar tinggi, dengan halaman yang sangat luas. Dihalaman itu aku bisa membangun dua buah rumah sebesar rumah Mama dan Papa. Pohon mangga tampak sedang berbuah disudut halaman. Bunga-bunga dengan warna-warna yang indah menjadi sentralnya. Disisi kanan halaman terdapat kolam ikan dengan air mancur ditengahnya, lalu disisinya terdapat saung yang atapnya sangat khas Sumatra Barat.
Rumah ini adalah bentuk kedamaian, keasrian dan menggambarkan pemiliknya yang ramah dan anggun. Disisi teras yang besar terdapat mawar dengan beragam warna, putih, kuning, merah, merah muda. Semua ditata sedemikian rupa, tak heran sipemilik rumah adalah pengagum berat ciptaan Yang Maha Esa.
"Assalamu'alaikum" Hanna mengetuk daun pintu yang terbuat dari jati.
"walaikumsalam" sebuah suara menyaut dari dalam, lalu tak lama pintu terbuka lebar. Seorang wanita 60 tahunan keluar, wajahnya putih dan sedikit pucat. Khimar hitam membalut wajahnya, tubuhnya gemuk dan sedikit pendek. Dia mengamati kami, red aku dan Sarah bergantian dengan mata yang tajam. Aku mengambil inisiatif untuk menyalaminya, tanganku yang terulur didiamkan beberapa saat mengambang diudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersemayam dalam Do'a
Spiritualusia yang matang, dengan tingkat pendidikan yang tinggi justru kadang membuat seorang perempuan sulit mencari jodoh. usiaku yang nyaris kepala tiga, karirku yang sedang menanjak, dan orang tuaku yang terus menanyakan tentang pernikahanku. sementara...