Pemaksaan

56.4K 1.8K 19
                                    

Leo PoV.

Aku menghela nafas lelah. Hari ini serasa hari terpanjang di sepanjang hidupku. Belum lagi aku yang terus-menerus duduk membuat pinggangku sakit. Ini juga masih ada ¼ pekerjaan yang belum terlesesaikan. Beruntungnya aku sudah memiliki sekretaris baru. Jika tidak? Aku akan kaku jika yang menjadi sekretarisku adalah tangan kanan pamanku sendiri.

Sekretarisku itu hampir seumuran denganku, jika dilihat dari tampang wajahnya. Kinerjanya juga bagus, hanya saja mulutnya itu tak bisa dikontrol.

"Bapak, sekarang udah siang saya makan siang duluan, ya?" tanya dia ketika aku sedang lelah dengan pekerjaanku tetapi, aku tetap mengerjakannya. Dan baru saja aku memikirkannya, dia sudah berbicara kembali.

"Sebentar, Sei. Saya belum menyelesaikan semua pekerjaan saya ini," jawabku dengan pandanganku tetap berfokus kepada layar laptop yang berada di depanku. Walau sebenarnya telah letih tetap ku paksakan.

"Aduh, Pak, ayolah perut saya sudah laper, nih. Minta di isi," ujarnya dengan ekspresi memelas yang tak akan membuatku goyah. Cuma ekspresi seperti itu hal biasa buatku.

Sudah beberapa menit diriku berkutat dengan beberapa laporan. Tetapi aku merasa ada yang menatapku dari tadi. Ku dongakkan kepalaku untuk melihat apakah si sekretaris itu masih berdiam di sana?

Ternyata benar. Dia masih di sana. Bukannya bekerja. Hal ini membuatku naik pitam, antara kasihan, kesal, dan takut dia mempunyai penyakit maag aku pun berucap, "Yasudah, tetapi kamu belikan saya makanan APAPUN."

Dia bersorak riang ketika aku menatapnya, ia langsung tersenyum malu. Kemudian ia mengadahkan tangannya ke hadapanku seperti halnya anak kecil meminta permen kepada orangtuanya. Aku hanya mengangkat alisku. "Uangnya, Pak?"

"Ini anak, kecil-kecil cerewet juga ya--" batinku.

"Pakailah uangmu dahulu," tuturku dengan suara yang datar. Cukup lelah melayani ucapan mulut cerewet dia.

Dengan ekspresi yang ku yakin bersungut-sungut, ia kemudian ku dengar suara kakinya yang melangkah keluar dari ruanganku. Aku mendengar suara pintu yang dibanting terlalu keras.

BLAM!

Aku terkekeh geli atas sikapnya itu. Ku coba memfokuskan diriku untuk mengerjakan pekerjaanku yang masih terbengkalai. Betapa lama sekali mengerjakan ini. Tetapi percuma dengan perut kosong, aku memaksakan untuk berfikir. Tak akan fokus!

"Argh ...."
Mana tuh sekertaris gak datang-datang. Aku putuskan untuk membuka beberapa email yang masuk ke handphoneku.

Beberapa menit kemudian.

Tok.. Tok.. Tok..

Akhirnya tuh orang datang juga. Dia taktaubahwa perutku sudah lapar tingkat dewa.

"Masuk," ucapku dari dalam ruangan.

"Maaf, Boss, sa--"

"KAMU HABIS DARIMANA SAJA ?" Ucapan dia terpotong oleh bentakanku yang kesal dia hanya beli makanan di bawah sampai 30 menit!

"Em, ta--tadi habis ketemu temen baru di bawah ja--"

"Oh, ya sudah. Mana makanan buatku?" tanyaku sambil memotong perkataannya. Telungaku malas mendengarkan celotehannya lagi.

Secretary and Perfect CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang