BAB 16 - Love, Tears and Airport

119K 10.9K 276
                                    

*semoga gifnya makin nambah feelnya ya*

"Coba kamu cicipi, itu kurang garam!"

"Buang! Yang ini nggak ada rasanya!"

"Buat ulang! Itu terlalu asin!"

"Platingnya nggak rapi! Ulangi lagi!

Dion terus saja mengomel berulang kali di dapur hari ini. Semua orang terkena semburan pedas mulut lelaki itu tak terkecuali Samuel, Bimo dan Gilang. Padahal rasa makanan yang mereka buat tak kurang suatu apapun. Lagipula, itu kan menu biasa yang dimasak setiap hari. Mana mungkin rasanya jadi aneh sekarang. Kemarin saja dengan bumbu dan takaran yang sama seperti hari ini si head chef The Sheares's Quarters itu tak memgomel, tapi kenapa sekarang semua serba salah?!

Tak sampai disitu saja, Dion jadi lebih sering membentak dan membanting tanpa alasan yang jelas. Pisau Samuel jatuh saja, langsung membentak. Bimo tak pakai apron, langsung marah. Gilang salah memakai panci, marah juga.

BRAKKKK!!!

Dion kembali membuang satu piring butter lamb chop ke tempat sampah. Tak enak rasanya. Begitu kata lelaki itu. Gilang dan Bimo hanya bisa mendesah pasrah sedangkan Samuel mulai tak tahan dengan tingkah laku Dion. Sebelum lelaki itu kembali memasak, Samuel mencekal pergelangan tangannya.

"Kejar, Chef." Katanya tegas menatap langsung manik mata Dion.

Dion langsung menepisnya dengan kasar.

"Kamu ini bicara apa sih, Samuel?! Kembali ke tempat kamu dan kerja!" Katanya membentak Samuel.

Kesal, Samuel melempar semangkuk parsley yang telah dicincang halus olehnya. Dion terperangah, Bimo dan Gilang berhenti melakukan aktivitas mereka dan memejamkan mata. Kitchen sangat chaos pagi ini.

"Daripada Chef terus membanting dan memarahi kami yang tidak salah disini, lebih baik Chef pergi dan kejar Alana." Kata Samuel lagi yang saat mengatakan ini melihat Dion meremas spatulanya dengan kencang.

"Katakan apa belum sempat dikatakan, maafkan jika memang itu yang terbaik. Lakukan sebelum semua ini terlambat, Chef."

Dion terpaku ditempatnya. Bahunya tegang.

"Tapi itu terserah Chef. Saya mengatakan ini semua bukan sebagai anak buah Chef di dapur, tapi sebagai seorang teman yang sedang menasehati temannya." Lalu Samuel mengambil mangkuk yang jatuh itu dan kembali memasak meninggalkan Dion yang terdiam ditempatnya.

"Kejar Chef, masih ada waktu satu jam sebelum pesawat Alana berangkat." Ucap Bimo menepuk bahu lelaki itu.

Hati Dion berkecamuk.

Apa aku harus melakukan itu?
Tapi Alana telah membuat aku kecewa!
Dia anggap apa aku selama ini?!

Bisikan demi bisikan seakan memenuhi telinganya. Yang satu mengatakan agar ia tidak mengejar gadis itu tapi yang satu lagi mengatakan untuk mengejarnya. Saat hatinya sudah bulat untuk tetap berada disini dan tak mengejar gadis itu ke bandara, pandangan matanya tertuju pada satu tempat paling ujung yang berada tepat disamping Gilang saat ini.

Tempat itu milik Alana.

Single stove yang biasa dipakai gadis itu untuk merebus pasta dengan wajah cemberutnya, panci-panci yang sekarang tergantung rapi dimana biasanya selalu berantakan karena gadis itu selalu lupa menaruhnya kembali setelah mencucinya, satu-satunya sarung tangan berwarna pink yang menggantung di dapur ini dimana yang lain menggunakan warna hitam serta pisau-pisau yang sekarang berjejer rapi dimana biasanya selalu berantakan karena lagi-lagi Alana lupa untuk membereskannya.

From Kitchen With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang