BAB 14 - Sepucuk Surat Itu

164K 11.1K 264
                                    

"Alana, Ibu lupa bilang kalau kemarin ada surat buat kamu."

Alana yang sedang bersiap-siap pun menghentikan gerakannya.

"Dari siapa, Bu?"

"Dari... aduh Nak, Ibu susah ngomongnya. Bahasanya aneh. Kamu liat aja sendiri deh. Itu ada di meja." Kata Anita menunjuk ke arah meja.

Dengan penasaran, Alana menghampiri meja. Saat melihat nama yang tertera di sana, jantung Alana bedebar seketika. Di raihnya amplop putih dengan aksen biru yang sudah sangat tidak asing baginya itu. Dengan cepat dirobeknya amplop itu dan ia baca. Lalu setelahnya tubuh Alana membeku ditempat. Kalau dulu, pasti tulisan yang tertera di sana adalah berita bahagia untuknya. Tapi sekarang? Alana sediri bahkan bingung. Apakah ini termasuk kategori berita membahagiakan atau tidak.

Apa maksud dari semua ini Tuhan?
Kenapa baru sekarang?
Kenapa disaat aku sudah tidak berharap lagi, disaat itu bukan lagi cita-citaku karena aku sudah merasa bahagia disini, Kamu malah membuatku bingung dengan pilihan ini?

***

"Saya Dion, Tante." Kata lelaki itu mencium tangan Anita saat wanita paruh baya itu menghampirinya yang sedang duduk diteras untuk menunggu Alana.

Biasanya, kalau ia menjemput Alana, gadis itu sudah pasti menunggu di luar dan langsung masuk ke dalam mobil. Tapi kali ini, Alana cukup lama tak keluar dari rumah. Jadi Dion memutuskan untuk keluar dari mobil dan menunggu di teras rumah gadis itu saja. Tak tahunya ada Anita yang sedang menyiram bunga. Jadilah ia disini, mengobrol dengan ibu pacarnya itu.

Anita tersenyum. "Jangan panggil Tante ah, nggak enak di telinga. Panggil Ibu aja." Katanya pada Dion.

"Iya, Bu." Kata Dion balas tersenyum.

"Alananya sudah siap, Bu?" Kata lelaki itu melongok ke dalam dari tempat duduknya.

"Paling sebentar lagi. Tadi sih lagi pakai sepatu." Kata Anita ikut melongokan kepalanya ke dalam.

"Dion sudah lama ya kenal sama Alana?" Kata Anita memulai pembicaraan.

"Belum terlalu lama kok, Bu. Saya kenal Alana sejak saya kerja di The Sheares's Quarters."

Anita hanya ber'O' ria lalu manggut-manggut.

"Tapi kenapa Alana sudah cerita banyak banget tentang Dion ya?" Kata Anita tertawa.

Dion ditempatnya jadi tersenyum salah tingkah.

Ooo... jadi diam-diam kamu sering menceritakan saya ternyata...

"Kalau yang Ibu dengar dari ceritanya Alana, kayaknya Dion sudah tahu ya tentang masalah Alana beberapa waktu lalu itu?" Ucap Anita hati-hati.

Dion langsung kaget. "Alana sudah cerita sama Ibu?"

Anita tersenyum maklum. "Sudah. Alana sudah cerita semua sama Ibu. Jujur, waktu pertama tahu itu, Ibu dan Ayahnya Alana sangat kaget, sedih dan malu. Ibu kaget karena, kenapa ya bisa ada laki-laki yang ngejahatin anak Ibu sampai segitunya. Dion juga pasti ngerti, kalau ada seorang anak yang disakiti hatinya, pasti ibunya akan jauh lebih sakit. Dan itu juga berlaku buat Ibu. Waktu Alana sedih dan terluka, Ibu jauh lebih sakit dan terluka. Belum lagi malu yang harus kami tanggung karena keluarga besar, tetangga dan relasi Ibu dan Ayahnya Alana sudah banyak yang tahu tentang pertunangan itu. Tapi jauh dari itu semua, yang paling penting adalah kebahagiaan Alana. Untung saat itu Alana ketemu Dion. Jadi Alana bisa bahagia lagi." Kata Anita menatap wajah Dion.

Lelaki itu terpana tak bisa berucap.

"Ibu tahu Alana sudah bisa melupakan hal itu dan mulai menata hatinya sejak Alana mulai cerita-cerita tentang Dion ke Ibu. Ibu senang kalau Alana sudah mulai bisa buka hatinya lagi. Jadi, Ibu nggak sedih lagi ngeliat Alana yang sekarang. Makasih ya Dion." Katanya menggenggam tangan Dion.

From Kitchen With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang