(Multimedia's video : Adele - Make you feel my love)
•||•||•||•
GADIS berikat rambut ala buntut kuda dan berkacamata itu berjalan santai disepanjang koridor yang masih ramai dengan murid yang lalu-lalang disana.
Saking invisible-nya, Luna yang sedang berjalan santai sembari menenteng novel tebal di tangan kirinya itu berkali-kali ditabrak oleh orang-orang. Dan mereka malah berlalu begitu saja tanpa kata 'maaf' terlontar atau sekadar melirik Luna.
Ah, sudah biasa.
Sehabis makan siang berdua bersama Lingga di taman belakang sekolah, Luna langsung ngacir begitu saja meninggalkan Lingga. Dia beralibi kalau guru ekonomi-nya pasti sedang menunggunya karena ia ditagih laporan dan bla bla bla. Padahal, Luna hanya tidak ingin berdua-duaan dengan cowok, termasuk Lingga, ia merasa risih.
Saat sampai dikelasnya, Luna disambut 'hangat' oleh teman-teman-bukan, orang-orang-dikelasnya.
Ia langsung duduk di singgasananya. Tepat di ujung kelas paling belakang, tanpa disadari siapapun. Seperti biasa.
"HELLO~"
Suara cempreng sok imut yang menurut Luna itu hanya dibuat-buat memekakkan telinga. Sampai-sampai ia harus menutup telinganya dan berdecak sebal, mengganggu saja.
Sosok puddle-begitu Luna menyebutnya-berdiri didepan kelas dan menyedot seluruh perhatian murid di kelas.
Kenapa puddle? Karena rambutnya yang Luna tahu pasti dikeritingkan itu terlihat persis sama. Dengan seragam ketat dan sangat terlihat miskin bahan, dan make-up tebal, cewek yang entah Luna lupa namanya terlihat akan mengumumkan sesuatu.
"Ekhem... ekhem... guys, girls, kalian semua diundang ke pestanya Lena! Jangan lupa dateng ya! Jam tujuh malem ini di café biasa tempat anak basket yang hits biasa nongkrong, dia ngundang kita semuaa!!"
Luna hampir ingin muntah mendengar suaranya yang mirip kucing kejepit itu. Dia terlihat sangat percaya diri dengan penampilannya yang seperti itu dan tak merasa risih saat beberapa cowok melirik kepadanya dengan tatapan menggoda dan jahil.
Kini semua orang mulai membicarakan pesta Lena, kembarannya.
"Raya, lo mau pake apa malem ini?" tanya seorang cewek yang penampilannya sebelas-duabelas dengan cewek puddle itu.
Yang ditanya mengerucutkan bibirnya yang dilapisi lip gloss pink, dan terlihat memiringkan kepalanya kesamping, "Hmm ... Vi, kira-kira apa ya yang bisa bikin anak basket langsung ngiler ngeliat gue?" tanyanya.
"Gimana kalo dress yang waktu itu lo pake pas party-nya Dion aja? Yang warna merah darah?" jawabnya.
"Aha! Lo jenius banget Selvi!!" Cewek puddle itu berjingkrak-jingkrak senang sembari memeluk temannya yang dipanggil Selvi.
"Ah, lo mah mikirinnya anak basket mulu! Emang apa sih hebatnya mereka? Kecean juga gue! Anak Futsal!" protes salah seorang cowok berpenampilan urakan dan seragam yang berantakan.
Raya dan Selvi bergidik ngeri sembari mendelik kearah cowok urakan itu. "Huh, apaan sih lo Yudha? Jijay banget, Pede-nya overdosis!" protes Raya.
"Gue sih nyadar diri kalo gue tuh ganteng dan banyak cewek yang ngejar-ngejar gue. Ya ... Jadi wajar kalo gue pede-lah!" balas Yudha, dengan gaya sok-nya.
"Ewh, lo tuh nggak ada apa-apa dibanding sama Dion si kapten basket! Tanding Futsal antar kelas aja lo gol bunuh diri!" Kini Selvi ikut protes. Dan membuat Yudha naik pitam karena menyangkut-nyangkutkan kebodohannya saat tanding futsal kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aeritys
Fantasy[•] "Dunia kita berbeda," Fhreii memberi jeda, menarik napas lebih dalam dan berusaha menahan rasa sesak di dadanya, "kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Di Athyra, maupun di duniamu. Aku takkan pernah bisa melawan para Dewa. Maka dari itu...