[ HAS BEEN REVISED ]
(Multimedia : Room Eleven - Listen)
•||•||•||•
"Wah! Kamu memang anak Papa yang paling hebat, Lena!"
Lena tersenyum bangga, lalu menghambur ke pelukan kedua orang tuanya. Rizal dan Lilly tertawa terkekeh sembari balas memeluk putri manjanya. "Mama mau ngerayain kemenangan kamu! Kamu juara satu OSN Fisika, semua orang harus tahu. Kita adakan pesta di rumah ya!" Lilly meregangkan pelukannya untuk menatap Lena.
Lena menatap Mama-nya dengan kaget. "Ah! Nanti jadi heboh lagi ... kayak terakhir kali Lena menang Olimpiade Fisika yang tingkat provinsi!" Gadis itu memberengut lalu bersedekap.
Rizal tertawa terkekeh lagi lalu bersedekap. "Hm ... ya, wajar dong. Kami ingin semua orang tahu kalau putri kami itu udah cantik, juara OSN pula! Wah, harga pasarannya langsung meroket tuh!" Rizal tertawa terbahak kali ini. Lilly tersenyum jahil sedangkan Lena memutar bola matanya malas mendengar candaan orang tuanya.
Malam hangat itu mereka habiskan dengan mengobrol dan bercanda. Selayaknya sebuah keluarga bahagia, yang sempurna dengan kedua orang tua dan seorang putri yang cantik dan juga cerdas.
Sesosok tubuh terlihat di ambang pintu, dia hanya menatap ketiga orang yang berjarak beberapa meter di hadapannya dengan pandangan datar. Ia menghela napas lalu mengangkat kakinya untuk melangkah.
"Luna pulang."
Suara dingin yang datar terdengar. Membuat ketiga pasang mata di ruang keluarga itu langsung menengok. Seorang gadis yang masih berbalut seragam putih abu memasuki ruangan itu.
"Dari mana kamu, Luna?" todong Lilly. Matanya menatap penuh selidik.
Entah ada apa, suasana yang sebelumnya hangat berubah mencekam seketika. Rizal memilih bungkam, begitupun dengan Lena. Karena tidak mendapat tanggapan apa-apa dari yang ditanya, Lilly membuka suara lagi. "Jam sembilan malam kamu baru pulang? Dari mana aja kamu?"
"Gak dari mana-mana, Ma." Dengan begitu Luna langsung bernajak dari tempatnya berdiri, lalu melangkah menuju tangga di sudut ruangan yang mengarah ke kamarnya di lantai dua.
"LUNA!" teriak Lilly, "Mama belum selesai bicara!"
Luna hanya berhenti di tengah tangga, tidak berniat untuk membalikkan punggungnya, ia hanya memiringkan kepalanya sedikit. Ia pun bergumam. "Luna ke kamar dulu."
"Hei, dengar Mama dulu seben-"
BRAK!
Ucapan Lilly terpotong dengan suara pintu kamar Luna yang tertutup dengan agak keras. Lilly mendesah lelah, ia pun menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, lalu memijat pelan pelipisnya. Rizal tersenyum mafhum, ia duduk di sofa lalu melingkarkan lengannya pada bahu istrinya. Lena mengambil posisi di sebelah kiri Mama-nya, lalu mengelus-elus lengan Lilly.
"Papa juga sudah pusing mikirin dia, Ma. Kita harus ekstra sabar." Rizal mengecup puncak kepala istrinya. Lena tersenyum simpul melihat kedua orang tuanya.
"Udah, Ma ... mungkin Kak Luna habis pulang kerja kelompok. Akhir-akhir ini aku denger anak IPS memang lagi sibuk ngerjain proyek gitu...." Lena berusaha menghibur Lilly, lalu menggenggam erat kedua tangan Mama-nya itu.
"Ah! Ma, Lena setuju deh kalo Mama mau bikin perayaan lagi. Kali ini Lena mau ngundang banyak orang ya!" putus Lena tiba-tiba. Taktik supaya perhatian kedua orang tuanya teralihkan.
Begitu mendengar ucapan Lena, wajah murung Lilly langsung bertransformasi menjadi bahagia lagi. Ia tersenyum lalu duduk tegap sembari menepuk tangannya. "Yes! Oke, Mama siapin segala sesuatunya. Lusa kamu tinggal tampil cantik ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aeritys
Fantasy[•] "Dunia kita berbeda," Fhreii memberi jeda, menarik napas lebih dalam dan berusaha menahan rasa sesak di dadanya, "kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Di Athyra, maupun di duniamu. Aku takkan pernah bisa melawan para Dewa. Maka dari itu...