(Multimedia : Miles Teller - Jarvis)
this part is dedicated to my new friend who has been giving me critics and support! arigato Aoi-chan *serasamanggildirisendiri=_=*
•||•||•||•
Tuk tuk tuk
Suara jari yang diketuk-ketukkan ke atas sebuah meja bundar besar itu memenuhi ruangan. Suasana di ruang besar nan mewah itu berubah canggung dari beberapa saat yang lalu. Anggota rapat diplomasi yang duduk diatas kursi mewah empuk itu hanya diam dan saling menatap dengan canggung, seakan mengirim sinyal kepada satu sama lain bahwa suasana seperti ini harus segera diakhiri. Mereka jelas-jelas tak nyaman.
Sedangkan Sang Raja yang memimpin rapat ini terlihat kesal dan tak sabaran sembari terus mengetuk meja. Air mukanya menunjukan segalanya.
"Yang Mul-"
"YANG MULIA!"
Baru saja Enchor, salah seorang anggota rapat hendak angkat bicara, seorang pengawal kerajaan masuk begitu saja ke dalam ruangan tanpa permisi dan memanggil-lebih tepatnya berteriak-kepada Sang Raja.
"Ada apa?!" Wernhar terlihat marah dengan pengawal yang telah mengganggu itu, terlihat dari nada bicaranya terdengar dingin dan tegas. Tipikal sekali.
Pengawal itu tertunduk, takut. Ia mengumpulkan oksigen, sekaligus keberanian untuk memberitahukan informasi yang pastinya takkan disukai Sang Raja. "Uhm... itu... ah... maksud saya... it-"
"BERHENTILAH BERBASA BASI! KATAKAN DENGAN BENAR!" tegas Wernhar tak sabaran.
"Katakanlah dengan tenang, pengawal," Aldric, sang pangeran menengahi. Ia menatap pengawal itu dengan pandangan tenang. Pengawal itupun mengangguk mantap.
"Putera mahkota... beliau tidak bisa menghadiri rapat... lagi Yang Mulia. Maafkan hamba," ujar pengawal itu pelan dan hati-hati.
BRAK!
Meja besar itu digebrak. Semua orang terkejut, kecuali Aldric, ia menghela napas lelah, sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang empuk. Tentu saja ia sudah terbiasa dengan sikap raja yang seperti itu. Mengingat kakak kembarnya itu selalu saja kabur saat acara kerajaan atau rapat diadakan, dan itu selalu berhasil membuat ayah mereka-Raja Wernhar-naik pitam karena kelakuannya.
Dan, oh, sepertinya suasana hati raja sebelum rapat sudah tidak baik. Fhreii pun dengan murah hati 'menyempurnakannya'.
"KABUR LAGI?!" suara Wernhar menggelegar di seisi ruangan, membuat bulu kuduk merinding. Tentu saja ini bukanlah hal yang baik.
Pengawal itu dengan sangat hati-hati mengangguk. Membenarkan pertanyaan Sang Raja. Hah, apa kali ini ia akan terciprat kermurkaan Sang Raja lagi? Sungguh itu adalah hal terakhir yang ia inginkan dalam hidupnya yang kurang berharga itu.
Dengan wajah merah padam dan napas agak memburu, Wernhar meninggalkan ruangan rapat. Ia melangkah dengan langkah yang cepat dan tersirat emosi yang besar. Seluruh dayang dan pengawal yang berada di koridor istana langsung membungkuk kala Sang Raja melewati mereka. Mereka langsung bisa menebak apa yang membuat raja mereka marah seperti itu. Putera mahkota.
Pintu ruang singgasana terbuka dengan agak keras, Wernhar langsung memasuki ruangan itu dan duduk di atas singgasana kebesarannya. Ia menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu mendesah keras.
Aldric diikuti pamannya, kakak dari Sang Raja memasuki ruang singgasana, lalu menghampiri Wernhar yang terlihat begitu frustrasi. Mereka berdiri dihadapannya, menunggu sang empunya singgasana untuk menyadari keberadaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aeritys
Fantasy[•] "Dunia kita berbeda," Fhreii memberi jeda, menarik napas lebih dalam dan berusaha menahan rasa sesak di dadanya, "kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Di Athyra, maupun di duniamu. Aku takkan pernah bisa melawan para Dewa. Maka dari itu...