Sepuluh

2.4K 123 0
                                    

Apakah hatinya sedingin es sehingga ia sulit mencair?

Clarissa sudah tidak masuk sekolah selama beberapa hari. Kesehatannya sangat terganggu karena hujan yang membasahinya.

Clarissa hanya bisa mendengus kesal. Ia sakit namun Bima sama sekali tidak memperhatikannya. Sungguh dia sangat keterlaluan.

Pikiran Clarissa teringat masa lalunya. Ia teringat Randy, kakak tirinya. Sudah lama ia merindukannya.

Masa lalu memanglah sangat pahit! Namun dia selalu ingin kembali ke masa itu. Kembali tersenyum lagi.

"Aaaahhh! Kak Randy! Claris kangen kakak"Katanya dengan lirih.

Seketika saja ia kembali menangis. Kehidupannya dipenuhi dengan kata seandainya.

Seandainya saja ia bisa memutar waktu kembali. Seandainya saja ia bisa kembali kedalam masa lalu pahitnya.

Clarissa tau kalau itu tidaklah mungkin!

Semuanya sudah terlambat. Luka lama itu masih membekas, meskipun kita tertutupi oleh senyuman Clarissa. Dan alasannya juga Bima.

Sumpah demi apapun, Clarissa sangat tulus menyukai Bima. Bahkan hanya Bima yang bisa membuat ia melupakan masa lalu pahitnya, meskipun sikapnya yang tidak Peka!

Apa ia sama sekali tidak mencariku? Ya tuhan, Clarissa! Kau ini terlalu kepedean saja. Gumamnya dengan kesal.

Clarissa berjalan keteras rumahnya. Ia ingin sekali melihat hujan. Ya setidaknya jika kita tidak suka hujan, kitajuga tidak harus membencinya bukan?

Clek!

Setangkai mawar merah berada dihadapannya. Ia menghela nafas sejenak.

"Mawar punya siapa?" Sahut Clarissa dengan heran.

Ia mengambil mawar itu dan tiba tiba saja tangannya berdarah. Clarissa tidak hati-hati.

"Claris, tuh kan hati-hati dong. Tangan kamu berdarah kan?"sahut seseorang yang berada dibelakangnya.

"Digta? Kamu disini? Tadi kamu panggil aku Claris?" Tanya Clarissa dengan menatapnya aneh.

"Memangnya kenapa? Namamu Clarissa kan? Apa salah kalau aku memanggilmu Claris?"tanya Digta kembali.

"A---aku sudah lama tidak mendengar orang memanggil ku seperti itu. Jadi aku---"

"Kau memiliki masa lalu yang pahit? Kau tidak suka aku memanggilmu seperti itu?"tanya digta kembali.

"Tidak, bukan begitu, hanya saja-----"

"Masa lalu itu jangan dipikirin. Lupain aja. Lagipula apa dengan kita mengingat masa lalu kita akan kembali kesana? Tidak kan?" Sahut Digta kembali.

Perlahan Clarissa tersenyum. Entah mengapa ia menemukan sosok kak Randy pada lelaki dihadapannya ini.
Tingkahnya, sikapnya, bahkan cara menenangkannya. Dia seperti Randy.

Clarissa sungguh tidak mengerti. Mengapa ia bisa merasa nyaman seperti ini dengan Digta. Sedangkan, Bima?

Entahlah yg jelas ia tidak mau menyakiti siapapun.

"Hei, Cla? Kamu mikirin apa?"sahut digta tidak mengerti.

"Oh yaa, silahkan masuk. Sejak kapan kau disini?"

"Daritadi. Namun, aku ingin menunggumu saja disini. Kulihat suasana rumahmu sangat sepi"katanya dengan tertawa.

"Makasihhh yaaa. Eh tapi, apa kabar Bima? Dia baik-baik saja kan? Apa dia tidak tau aku sakit?"tanya Clarissa dengan kecewa.

Digta tertawa sejenak. Ia sangat lucu. "Ssssttttt. Bima baik-bakm aja kok. Eh iya, itu bunga dari bima."katanya yang membuat Clarissa memerah pipinya.

"Seriusaan? Dia romantis yaa" kata Clarisaa kegirangan.

Digta menatap dalam mata clarissa. Seandainya ia tau masa lalunya pergi karena Bima. Apa dia masih mau menerima semuanya?

Entahlah, yg ada dipikirannya saat ini adalah membuat wanita ini tersenyum. Karena ia menyukai wanita ini. Clarissa.

MENANTI SENJA   [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang