Apa dengan menyerah , semua keadaan akan membaik?
Clarissa berjalan dengan malas. Ia tidak tau lagi apa yang harus ia lakukan.
Bisakah kau rasakan, rasanya menjadi Clarissa?
Ketika sudah merasakan hal yang kita harapkan, dengan mudah begitu saja merasa kehilangan.
Clarissa menghela nafas sejenak. Ini sungguh tidak boleh terjadi. Rasanya, sakit sekali. Shiren. Sedari tadi Clarissa memikirkan wanita itu.
Apa ia harus meninggalkan Bima?
Tak lama kemudian, shiren datang dengan wajah yang tidak bisa ditebak. Shiren terlihat tidak bersemangat.
Clarissa memberanikan diri menghampiri Shiren. Ia harus menyelesaikan semuanya. Meskipun ia harus tersakiti.
"Shiren, soal semalem gue---gue minta maaf sama lo. "Kata Clarissa dengan gugup.
Shiren hanya menghiraukan Clarissa. "Yaudahlah, lagian hidup gue udah gak berguna lagi. Gue udah ancur!"balas Shiren dengan datar.
"Soal Bima. Lo suka sama dia? Gue gak bermaksud karena ----"
"Bima itu segalanya buat gue. Gue tau semua tentangnya, sejak kecil kita udah main bareng, jalan-jalan, dan kita deket banget." Shiren menghela nafas sejenak. " Bima adalah alasan gue bertahan. Alasan kenapa selama ini gue betah hidup sendirian. Alasan kenapa gue masih bisa hidup disaat gue udah gak kuat lagi! Tapi---- alasan itu kini hilang"jelas Shiren dengan tersenyum.
Clarissa menggigit bibirnya kuat-kuat. Demi apapun, Clarissa merasa sudah merusaknya.
"Emangnya lo gatau kalo gue sama dia pacaran?"tanya clarissa lemah.
"Sama sekali gatau. Bahkan, Bima itu gak pernah anggap lo! Dia sayang nya sama gue, bukan sama lo. Asal lo tau, gue yang mengenalnya lebih dulu" sahut shiren dengan kesal.
"Maaf karena gue udah bikin semuanya hancur. Dan emang gak seharus-----"
"Apapun itu alasannya, gue mohon jauhi Bima. Gue sayang sama dia. Lo gamau kan ngerusak semuanya?"tanya Shiren.
Apayang harus ia katakan? Clarissa sangat bingung.
Ia berbalik dan air matanya keluar begitu saja. Ketika ia ingin mengutarakan perasaannya kepada Shiren tentangBima, shiren sudah tidk ada di bangkunya.
Ia pergi entah kemana.
Alasan satu-satunya adalah berani merelakan.
***
Suasana sekolah seketika ramai. Banyak murid-murid yang berkumpul menyaksikan seorang yang ingin bunub diri. Shiren.
Tak hanya murid, guru pun juga khawatir dengan peristiwa seperti ini. Tidak ada yang bisa lakukan. Semuanya hanya bergantung kepada Clarissa.
Sedari tadi, clarissa berlari mencari dimana bimaberada. Ia harus merelakan bima. Walaupun begitu sakit, setidaknya ia pernah berjuang untuk Bima.
Ia menghampiri Bima dengan nafas tidak teratur. "Bim, aku mau ------"kata Clarissa yang terhenti.
Benda yang selama ini ia cari,benda yang selama ini mengingatkan ia kepada masa lalunya. Kini, berada ditangan Bima, kekasih hatinya.
Cincin logam hitam. Masih terlihat bekas goresan darah. Cincin cinta pertamanya. Pemberian Clarissa untuk orang yang ia sayangi, kak Randy.
Entah apa yang ada dipikiran Clarissa. Mengapa Bima bisa menemukan cincin itu.
"Bim? Cincin itu punya kamu?"kata Clarissa lemah.
"Cla, aku bisa jelasin sama kamu. Ini bukan punya aku tapi punya----" Bima menghela nafas sejenak. "Ini punya kakakku yang aku tabrak"jelasnya dengan lirih.
"Kakak? Kak Randy?"tanya Clarissa tidak percaya.
"Kau kenal dengan Kak Randy?"tanya Bima tidak percaya.
Clarissa langsung berlari begitu saja. Sungguh kenyataan pahit itu terasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTI SENJA [selesai]
Teen FictionMungkin aku ini hanya seperti balon-balon yang melayang diudara. Selalu kau lihat namun aku terasa jauh darimu