'Perhatian, kepada penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-XXX tujuan banda Aceh, dipersilahkan memasuki ruang tunggu'
Bandara Soekarno Hatta memang tidak sepadat biasanya hari ini, namun pada hari ini ada suatu permulaan besar yang akan terjadi. Permulaan yang takkan pernah terbayangkan, dan menjadi gerbang menuju perubahan kesehatan Indonesia. Salah satu dokter umum akan berangkat, mengabdi ke daerah yang bahkan belum pernah ia dengar namanya sebelum ini.
Setelah sumpah dokter beberapa saat yang lalu, danar, cello, azizah dan azizi mendaftar sebagai peserta internship.
Kabupaten simeleu, banda Aceh. Disinilah danar dan cello akan menghabiskan waktu untuk mengabdi pada negeri dalam 1 tahun kedepan.
Meninggalkan azizah yang dapat penempatan pada kota Bandung, Jawa barat.
Alexa memilih untuk masuk wajib militer, untuk nantinya bekerja sebagai seorang dokter polisi. Sedangkan azizi dikirim untuk mengabdi di Kepulauan anambas, Kepulauan riau.
Wajah ikhlas Azizi saat mengantar kedua temannya itu begitu kontras dengan wajah azizah. Entah kenapa, berat rasanya untuk berpisah dengan orang yang dicintai, terlebih tempatnya begitu jauh.
Danar ternyata menyadarinya. Ia tahu apa yang dirasakan Azizah. Pria itu mendekati kekasihnya, lalu memegang pundak gadis itu.
"Aku pergi untuk mengabdi. Kamu gak usah khawatir. Aku pasti akan baik baik saja, ya. Nanti saat aku pulang, ada yang ingin aku bicarakan dengan Abi kamu." Azizah menatap mata Danar, melihat harapan yang begitu kelas di matanya. Namun entah kenapa, cara berbahasa danar kali ini berbeda. Danar yang ceria dan blak blakan itu jarang sekali berkata serius. Hanya dua hal yang bisa membuat pria itu serius, dokter pembimbing dan Azizah.
Azizah menghela nafas panjang. Bagaimanapun berat. Ingin rasanya ia memeluk Danar, namun semua ada batasnya. Mereka masih sebatas kekasih. Belum tepat untuk begini begitu.
" semoga kamu selalu dilindungi Allah, Dan. Aku pasti bakal kangen banget. Jangan lupa ngabarin aku terus ya.." Ujarnya dengan mata berkaca kaca.
Hal terakhir yang dilakukan Danar hanya tersenyum lalu mengangguk. Ini akan jadi hari yang berat bagi Azizah. Dan begitu juga Alexa yang sedari tadi menundukkan kepala. Ia tidak mau terlihat sedih dihadapan Cello atau siapapun. Ini terlalu remeh untuk ditangisi.
"Xa, aku berangkat dulu ya. Kamu hati hati" ujar cello, namun gadis itu hanya bisa mengangguk sambil menunduk.
Kamu kurang ajar, cello. Saat aku sudah mencintai kamu, kamu pergi begitu saja tanpa berkata apapun. Kenapa kamu meniru langkah bang Rahman? Apa kamu akan meninggalkan aku sebagaimana dulu bang Rahman dan Kak Riri berpisah? Ini gak adil cello. Aku butuh sebuah kata pasti yang dapat membuatku tahu alasanku menunggu kamu.
Lambaian tangan itu yang menghantarkan Azizah ke tangisnya yang membeludak. Ia memeluk kembarannya yang kini mengelus punggungnya, berharap agar Azizah kembali sabar. Alexa masih menahan tangisnya. Ia mengepalkan tangannya erat erat.
Tapi bagaimanapun cara mengingkari, kenapa dia tak kunjung bisa ikhlas dengan perpisahan ini?..............................................
"Abi, ini udah jam tiga, kamu dimana?" Riana menelfon sambil berbisik. Hari ini ibu hamil besar itu sedang mengikuti konferensi spesialis kulit kelamin se Indonesia di hotel Mulia, Jakarta. Terpaksa, semua urusan antar jemput anak menjadi tanggung jawab sang suami. Dan seperti biasa, wanita hamil yang labil itu mudah sekali cemas akhir akhir ini. Lihatlah, jas putihnya sudah tak sanggup lagi menutupi perutnya.
Sejak awal kehamilan kedua, Riana memang 'dicekoki' makanan apapun yang ia mau oleh Rahman. Sampai sampai, Rahman rela memesan pizza jam 11 malam sambil bernyanyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
she's my love doctor
RomanceArti cinta sebenarnya. Itu yang mungkin dapat digambarkan jelas dari cerita ini. Jika biasanya kau melihat cinta itu samar, tapi dua sejoli rahman dan riana ini membuktikan, cinta dapat bertahan dalam suatu keselarasan. Bagaikan rythme denyut nadi y...