1. Perempuan Itu

2.4K 134 30
                                    


Pukul 04.25

Aku terbangun dari tidurku. Mendadak. Perutku yang tiba-tiba keroncongan membuatku tidak bisa kembali tidur lagi dengan nyenyak, walaupun aku sudah berguling mengatur posisi tidur yang enak sambil memejamkan mataku, bahkan aku sudah sempat menindih kepalaku dengan bantal. Tetap saja kantuk itu tidak lagi datang.

Frustasi karena tidak bisa kembali nyenyak, aku langsung bangkit dari tempat tidurku. Suara berisik dari televisi segera menyapaku. Ruang keluarga masih terang. Tetapi aku malah mendapati adik lelakiku tertidur pulas di sofa dengan televisi yang masih menyala. Aku menggelengkan kepala sambil mendecak kesal. Kebiasaannya yang selalu begadang untuk menonton bola favoritenya saban malam minggu tiba. Tetapi sebelum siaran bola itu habis, dia malah sudah tertidur dengan dengkurannya yang cukup bisa kudengar.

Aku langsung menuju ruang keluarga untuk kemudian mematikan televisi. Perutku kembali berbunyi. Membuatku harus segera ke dapur. Mencari makanan atau cemilan yang mungkin masih ada.

Nihil! Aku tak menemukan apapun di meja makan. Aku membuka kulkas. Tetap saja nihil. Aku menghela nafas kesal. Kuputuskan untuk merebus mie instan. Dengan telur setengah matang, bakso, sawi hijau. Tak ketinggalan cabe rawit yang kemudian kupotong kecil-kecil.

Setelah semuanya matang, aku memasukkan mie instan super lengkap itu ke dalam mangkok. Harumnya memenuhi rongga hidungku. Membuat perutku makin keroncongan.

Aku segera membawanya ke ruang keluarga. Ingin makan sambil menonton televisi, niatku.

Tetapi ketika aku baru saja meletakkan mangkok di meja, aku mencium bau harum yang lain. Bunga melati. Bulu kudukku mendadak merinding. Sontak aku membaui sekitar dan memandang sekeliling. Nihil. Aku tak menemukan apapun di sana. Hanya ada adik lelakiku yang tertidur di sofa.

Walau bulu kudukku merinding, aku mencoba tetap tenang. Padahal aku merasa jantungku sedikit jumpalitan. Aku mencoba tidak takut dan tidak memikirkan hal yang aneh-aneh dan menyeramkan.

Aku kembali ke dapur untuk membuat mocca latte hangat kesukaanku. Bau melati itu masih ada dan bahkan kini mulai menyengat. Aku pura-pura tidak peduli walau tubuhku sedikit gemetar. Mulai sedikit ketakutan.

"Tenang, Keira! Ga ada apa-apa di sini. Cuma ada Dante yang kini malah meringkuk di sofa. Dan Dante mendengkur. Lu cukup aman, Keira!" aku bergumam pelan sambil memegang secangkir mocca latte hangat untuk kubawa ke ruang tengah, tempat di mana adik lelakiku tertidur di sofa. Niatnya, aku ingin makan dengan ditemani Dante. Walaupun dia tertidur pulas. Namun cukup membuatku tidak begitu ketakutan lagi.

Setelah meletakkan mocca latte di meja, aku duduk secara lesehan untuk menikmati semuanya. Harum mie instan dan mocca latte hangat benar-benar menggugah seleraku. Ya walaupun disertai harum yang lain, yang tidak kuundang. Bau melati itu. Yang cukup sukses membuatku sedikit takut dan merinding.

Aku kembali menyalakan televisi untuk mengusir takut sekaligus peneman makanku. Memindah-mindahkan chanel untuk mencari acara yang menarik. Setelahnya, tentu saja memanjatkan doa sebelum makan.

Baru saja aku mau menyuapkan makananku ke dalam mulut, tiba-tiba aku mencium bau anyir darah. Astaga! Walau kini ditemani adikku yang tertidur, perasaan takut itu semakin menjadi. Jantungku semakin berdebar tak karuan.

Tadi bau melati. Oke, aku masih berusaha tidak peduli dan bersikap sok berani. Tetapi sekarang disertai bau anyir darah? Tidakkah ini terlalu aneh?

Aku meletakkan sendok dan garpu. Tidak jadi makan. Walau perutku lapar, tetapi perasaan takut lebih mendominasi. Aku harus cari tau ada apa.

Tingkah sok beraniku kembali muncul. Aku membaui sekitar. Menatap sekeliling. Lantas mendadak tertegun. Mataku membesar.

Tidak! Ini mimpi buruk!

Di sana. Di ujung tangga. Perempuan itu berdiri di sana. Dengan rambutnya yang tergerai panjang hingga menyentuh lantai. Bajunya juga panjang berwarna putih. Kumal. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena terhalang rambut panjangnya.

Aku tercekat hingga hampir lupa bernafas. Mataku tak bisa beranjak darinya. Seluruh tubuhku mendadak kaku, seolah tak bisa digerakkan. Bau anyir darah yang disertai bunga melati itu masih tercium. Aku benar-benar takut saat ini. Tapi aku tidak bisa menggerakkan tubuhku. Bahkan merapal doa. Tidakkah ini lebih buruk dan sial?

Perempuan itu kini menyisir rambutnya dengan tangan. Pelan. Lalu menghilang setelahnya. Aku kembali tersadar. Menghela nafas. Mengucapkan istighfar. Berkali-kali.

Hanya beberapa detik saja padahal. Tetapi penampakkannya sangat sukses membuat jantungku ingin loncat dari tempatnya. Bulu kudukku masih merinding. Bau anyir darah dan bunga melati itu perlahan menghilang. Berganti dengan bau wangi masakanku dan mocca latte kesukaanku.

Kulirik Dante yang masih tertidur pulas di sofa. Sial, kenapa dia ga bangun-bangun sih? Rutukku kesal.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, aku melanjutkan makanku yang tadi sempat tertunda. Mataku kualihkan ke televisi. Tetapi pikiranku masih mengingat kejadian tadi.

Perempuan yang berdiri di ujung tangga yang kemudian menghilang setelah dia menyisir rambut panjangnya dengan tangannya. Jelas, dia bukan manusia. Sebab tidak ada perempuan berambut panjang di rumahku. Terlebih bila panjangnya hingga menyentuh lantai.

Pikiranku masih dikuasai rasa takut. Jantungku masih berpacu cepat. Sehingga aku memakan makananku dengan terburu-buru. Ingin segera kembali ke kamar.

Aku terus merutuk dalam hati. Kenapa bisa sesial ini? Padahal ini masih sangat pagi. Aku tidak pernah melihat hantu sebelumnya. Tapi kenapa sekarang aku melihatnya? Dan itu bukan sekedar bayangan sekilas. Aku melihatnya dengan jelas, walaupun hanya beberapa detik saja. Ini sangat tidak biasa.

Makanan di depanku sudah habis. Begitu pun dengan mocca lattenya. Aku langsung berjalan cepat ke kamarku. Tanpa mematikan televisi. Tanpa merapikan bekas makanku. Aku masih didera perasaan takut.

Sesampai di kamar, aku langsung berbaring. Kubentangkan selimut untuk menutupi tubuhku hingga dada. Sayup-sayup aku mendengar adzan subuh. Aku tidak bisa memejamkan mata. Pikiranku masih mengingat kejadian tadi.

Tiba-tiba saja, aku kembali teringat perkataan pacarku dulu, tiga bulan yang lalu, ketika bertandang ke rumahku.

"Salam ya buat yang lagi duduk di ujung tangga." Kata Strider.

Aku mengerutkan kening. Mataku reflek menatap ujung tangga. Kosong. Tidak ada siapapun di sana.

"Di ujung tangga? Siapa?" tanyaku tak mengerti.

"Itu." Strider menunjuk dengan matanya. "Cewe berambut panjang."

Lagi-lagi aku tak melihatnya. "Ga ada siapa-siapa."

Strider terkekeh kemudian. Lalu mengacak rambutku gemas. "Tadi gue liat dia, Sayang!"

"Aiiissshh..." aku baru sadar kalo ternyata Strider memang bisa melihat hantu. "Jangan bikin gue takut deh!" kataku sambil manyun.

Strider ngakak setelahnya.

Sekelebatan percakapan itu kembali berputar di kepalaku. Mungkinkah yang dimaksud Strider adalah "perempuan" itu? Aku mengernyitkan kening dengan heran. Seharusnya hanya Strider saja yang bisa melihat karena dia memang punya indera keenam. Tetapi kenapa aku juga bisa melihatnya? Jelas-jelas aku tidak punya indera keenam, tidak pernah melihat hantu ataupun merasakan kehadirannya ataupun hanya sekelebat melihat bayangannya. Kenapa sekarang jadi bisa melihat "dia"?

Tidakkah ini aneh? Ataukah ada sesuatu yang tersembunyi?

Keringat dingin membanjiri tubuhku. Adzan subuh sudah berkumandang sedari tadi. Bahkan sudah iqamah pula. Kokok ayam jantan terdengar sayup-sayup. Sementara aku masih bergelung di tempat tidur sambil memeluk guling. Masih malas sekali untuk melaksanakan sholat subuh.

Ini benar-benar hari yang sial menurutku. Atau mungkin juga.... Sial untuknya?


*tbc*

created: 12 nov 2015




Penghuni LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang