2. I'm Afraid!

1.4K 93 15
                                    

"Apakah Anda bisa menjelaskan kembali apa yang sudah saya terangkan, Nona Keira?"

Suara Ibu Celesta yang nyaring telah menyadarkan aku dari lamunan.

"Hah?" gumamku tak mengerti.

Ibu Celesta kini menatapku dari balik kaca matanya yang tebal. Rambutnya yang keriting panjang dan tergerai menambah kesan horor penampilannya.

Dia mirip sekali dengan Medusa, batinku menyeringai.

Ditatap seperti itu, jelas aku makin kelabakan. Sementara Ibu Celesta menanti jawabanku, diam-diam aku melirik ke kanan dan ke kiri, mengharapkan bantuan. Sahabat-sahabatku hanya mengangkat bahu, sama sekali tak bisa menolong. Bahkan ketika aku melirik Vivian, gadis manis berlesung pipi yang merupakan adik kandung Strider, yang notabene adalah pacarku tersayang, sudah melemparkan senyumnya yang terlihat sangat menyebalkan bagiku.

"Bagaimana, Nona Keira? Bisakah Anda menjelaskan kembali apa yang sudah saya terangkan mengenai Prinsip Ekonomi Terbuka?" suara Ibu Celesta kembali menggema, mengulangi pertanyaannya.

Aku masih diam. Keringat dingin perlahan mengalir di keningku.

"Eng... Maaf, Bu! Saya..." kalimatku terputus. Bingung dengan apa yang ingin aku katakan sebagai alasan.

Ibu Celesta terlihat menarik nafasnya dengan kesal.

"Jangan melamun di dalam mata kuliah saya, Nona!" suara Ibu Celesta terdengar menggelegar, memotong kalimatku dan memecah keheningan yang sejenak aku ciptakan.

"Maaf, Bu!" kataku setengah lirih. Aku menunduk. Pura-pura fokus kembali pada diktat Ekonomi Makro yang tengah diajarkan olehnya.

"Jika Anda lelah dan mengantuk, silakan ke toilet untuk cuci muka. Saya hanya ingin mahasiswa dan mahasiswi saya fokus terhadap mata kuliah saya!"

Sialan, gue diusir! Aku merutuk dalam hati. Kalo udah begini, keluar kelas adalah lebih baik. Lagipula gue juga udah bener-bener ngantuk dengan pelajaran dia, lanjut batinku.

Aku menghela nafas kesal. Tanpa berbicara lagi, aku segera meninggalkan ruang kelasku, walaupun kuliah belum selesai. Aku pura-pura tak peduli pada sekitar yang menatap -mungkin- iba padaku. Terlebih ketika aku melirik Vivian dan gadis itu menatapku sedih seolah ingin mengatakan maaf. Aku mendengus.

Dengan setengah terhuyung, aku berjalan menuju toilet untuk mencuci muka. Hampir seminggu setelah kejadian aku melihat 'perempuan' itu, aku jadi sulit tidur. Tiap malam aku terjaga dan baru bisa tidur ketika hampir subuh. Ketika mengingatnya, bulu kudukku kembali merinding. Padahal hanya mengingat, tapi sudah sukses membangunkan bulu kudukku. Astaga! Ada apa ini? Aku menjadi parno sekarang, gara-gara 'perempuan' itu.

Kubasuh mukaku di wastafel. Mengaca sejenak. Lalu memejamkan mata. Terlintas bayangan perempuan itu di pikiranku. Reflek aku membuka mata dengan kaget. Plus bonus bulu kuduk yang mulai meremang dan jantung yang mulai bertalu cepat. Aku menatap sekeliling toilet kampus melalui kaca wastafel. Berjaga-jaga. Mungkin aja ada penampakan di sana. Tetapi ternyata nihil.

'Ini masih siang, Keira. Hantu mah ga keluar di siang hari. Lagipula lu kan ga punya indera keenam seperti Strider. Jadi gimana bisa lu liat ato ngerasain keberadaan hantu?' batinku bergumam.

Aku menghembus nafas lega. Aku mengelap wajahku yang basah dengan tisu dan membuangnya secara sembarangan. Setelah kering, aku melangkahkan kakiku menuju kantin. Mendadak lapar.

**

"Gimana bisa lu ampe kepergok Bu Celesta yang killer ntu gegara bengong, Ra?" kicauan Vivian yang super duper bawel walaupun punya wajah manis dan lesung pipit itu sedikit mengagetkanku dan hampir membuatku tersedak.

Penghuni LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang