17. Belagak Pilon

495 22 0
                                    

Aku melongok ke dalam sekali lagi. Tampak jelas hantu perempuan itu di anak tangga. Sedang menyeringai lebar. Aku melotot tak percaya dengan nafas tertahan. Cepat-cepat berpaling muka lagi, enggan melihat.
.
.
.
Gila, tuh hantu betah banget nongkrong di situ. Kenapa nggak pergi saja sih? Mana sudah kadung kebelet pengin kencing begini. Masak iya mesti mampir ke rumah tetangga cuma buat numpang kencing doang? Ke mana pula si Dante dan Vivian belum nongol jam segini? Mana di sekitar rumah udah pada sepi pula.
.
.
.
Ya Allah, rasanya mau nangis....
.
.
.
Alhasil, aku hanya bisa duduk gelisah di kursi teras. Saling bertautan tangan yang terasa dingin akibat menahan kencing yang rasanya mau bocor sebentar lagi saking sudah di ujung tanduk. Aku duduk bersila di kursi dengan muka merunduk.
.
.
.
Telingaku menangkap suara raungan motor di sekitar rumah. Aku menoleh, menghembus nafas lega saat Strider beserta adiknya sudah datang. Lelaki itu tengah memarkirkan motor di halaman rumahku disertai teriakan salam.
.
.
.
"Kok lo di sini, Kei?" tanya Vivian.
.
.
.
"Nungguin kalian," seringaiku.
.
.
.
"Kenapa nggak nunggu di dalam sih, Yang? Emang nggak dingin?" kali ini Strider yang bertanya, heran.
.
.
.
"Dingin sih. Tapi gue takut. Ada...."
.
.
.
Aku tak meneruskan ucapan. Strider memiringkan kepala, memandang bingung padaku. Ia mendahuluiku masuk rumah dan sempat berhenti sejenak. Tapi kemudian ngeloyor cuek, seolah tak terjadi apa pun.
.
.
.
"Masuk yuk ah!" ajaknya.
.
.
.
Aku menatap keki. Emang yang punya rumah siapa sih? Kok malah dia yang nyuruh masuk?
.
.
.
Aku menyusul di belakang punggungnya. Diikuti Vivian. Mataku menelusuri sekeliling. Berhenti di anak tangga. Ephraline sudah tidak ada. Aku langsung berucap syukur dan melesat ke kamar mandi untuk menuntaskan hajat.
.
.
.
"Sepi banget ya? Adik lo ke mana, Kei?"
.
.
.
Vivian menyalakan tivi dan mengeraskan volumenya. Biar ramai katanya. Gadis itu sudah duduk manis di sofa dengan kaki terjulur. Persis di rumah sendiri. Kelakuannya kadang membuatku geleng-geleng. Aneh.
.
.
.
Kuhidangkan dua kaleng minuman dingin yang baru saja terambil di kulkas. Strider sedang ada di toilet. Entah sedang apa di sana. Mungkin numpang mandi.
.
.
.
"Dante belum pulang. Tau tuh anak ke mana. Gue teror nggak dibales." aku menghempaskan pantat di sebelahnya sambil mengambil beberapa keping biskuit.
.
.
.
Vivian mengernyit aneh padaku. Lantas menyeringai.
.
.
.
"Bahasanya... teror."
.
.
.
Tak lama, tawanya pecah.
.
.
.
"Ya abis gue bbm, sms, whatsapp... nggak ada satu pun dibales. Ditelepon juga nggak diangkat. Ampe lobet batrenya." aku manyun sambil menyender manja di kepala sofa yang empuk.
.
.
.
"Orangtua lo udah lama perginya?"
.
.
.
Tercium aroma sabun mandi yang menguar segar saat Strider datang. Kuhirup dalam-dalam, sangat menyukainya. Bukan karena aku mesum ya, tapi wangi sabunnya beneran segar. Terlebih, lelaki itu duduk tepat di sampingku. Aku jadi betah berlama-lama mencium wanginya.
.
.
.
Huaaa... jadi pengin ngurung Strider di kamar terus cium sepuasnya. Ish... ya ampun, otakku korslet. Sial.
.
.
.
"Oy, bengong aja sih!"
.
.
.
Tepukan lembut di bahu menyadarkanku. Aku menoleh kanan kiri, setengah linglung. Mataku bertabrakan pada Strider yang menghela nafas pasrah. Sementara Vivian sudah cekikikan sambil sibuk menghabiskan biskuitku.
.
.
.
"Hah?" mulutku menganga parah. "Kenapa? Apaan?"
.
.
.
"Orangtua lo perginya udah lama?" Strider mengulangi pertanyaannya dengan rasa kesal yang tersirat akibat kelemotan otakku yang mendadak.
.
.
.
Aku mengangguk. "Lumayan. Ada kali dua jam sebelum kalian datang. Gue pikir pada nggak jadi. Sempat berencana mau nginep di rumah tetangga sebelah kalo kalian nggak jadi datang."
.
.
.
Vivian menatapku heran. "Ngapain nginep?"
.
.
.
Aku mendelik kesal. "Yaaa takut gue sendirian di rumah. Ada hantu itu. Lo sempat lihat nggak tadi?"
.
.
.
Leherku berputar ke arah Strider dan lelaki itu mengangkat bahu, cuek. Aku menggebuk bahunya gemas.
.
.
.
"Adaw! Sakit, Keira!" ringisnya sambil mengusap bahunya pelan.
.
.
.
"Kei, jangan galak-galak dong sama kakak gue!" Vivian melotot tak terima.
.
.
.
Strider menyeringai. "Tuh dibilangin sama adik ipar, Yang. Harus nurut lho!" lantas terkikik pelan.
.
.
.
Bibirku mengerucut maju. Bahu terkulai turun. Bete.
.
.
.
"Tau ah!" kataku sambil melihat tivi.
.
.
.
"Iya. Tadi emang lihat. Tapi setelah itu nggak ada. Ya udahlah, lo jangan takut lagi. Ntar Vivian tidur bareng sama lo kok."
.
.
.
"Terus ntar lo tidur di mana, Strider?"
.
.
.
"Di mana aja boleh. Atau ikut tidur di kamar lo?" Strider menyeringai dengan tatapan penuh arti. Aku langsung melemparkan bantal sofa dan dengan cekatan ia menangkapnya sambil terbahak.
.
.
.
"Modus aja lo mah!"
.
.
.
"Eh, Kei, ada makanan nggak? Gue laper nih!" Vivian menginterupsi.
.
.
.
Aku melirik biskuitku yang hanya tinggal sampah. Berdecak seraya menggeleng pelan.
.
.
.
"Pantesan biskuit gue diabisin," omelku yang hanya dibalas dengan cengiran tanpa dosa. "Kayaknya masih ada sih. Oh iya, makan bareng aja yuk! Kebetulan gue juga laper. Lupa kalo belun makan malam."
.
.
.
Strider melotot. Aku hanya nyengir garing. Kabur ke dapur dan mengambil peralatan makan. Sebab kalau tidak, sifat ngomelnya yang seperti perempuan pasti akan muncul lagi. Lelaki itu tidak suka jika aku makan telat. Khawatir aku sakit katanya. Lebay sekali ya?
.
.
.
"Oh iya, gimana dengan rencana bongkar perpus? Lo udah bilang temen-temen lo, kan?" tanyaku usai makan malam dan sudah kembali duduk santai di depan tivi, menyaksikan film Jurassic Park. Vivian sudah tidur di kamarku.
.
.
.
Strider mengangguk. "Tapi belum bisa besok ngerjainnya. Mungkin lusa. Tenang aja. Besok planingnya gue sama Bang Leon mau ke toko material dulu buat beli segala tetek bengeknya. Lo mau rikues keramik model apa buat perpus lo nantinya, Kei?"
.
.
.
"Terserah ajalah. Yang penting paling bagus dan warnanya cerah."
.
.
.
Strider memutar bola matanya, malas. Aku hanya menanggapinya dengan cengiran lebar.
.
.
.
"Assalamu alaikum!"
.
.
.
Aku melongokkan kepala mendengar teriakan itu. Ada Dante yang sedang melepas sepatunya. Raut lelah tersirat di wajah tampannya. Aku menatap kasihan. Mungkin di sekolahnya sedang banyak kegiatan.
.
.
.
"Kok tumben jam segini baru pulang? Mana nggak bisa dihubungi pula," interogasiku dengan bibir mengerucut maju.
.
.
.
"Iya maaf. Tadi baterenya lobet dan nggak bawa charger-an. Ada Kak Strider ya?"
.
.
.
Aku mengangguk.
.
.
.
"Hai, Bro! Baru pulang?"
.
.
.
Mereka terlibat percakapan seru yang aku tidak begitu paham. Aku hanya menguping sambil sesekali menimpali dan menyaksikan sisa film Jurassic Park.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
***
.
Esok harinya, kebetulan sedang tidak ada jadwal kuliah dan Strider pun tidak ada jadwal bimbingan. Jadi secara otomatis kami libur. Hanya Dante saja yang seperti biasa pergi ke sekolah, berangkat pagi.
.
.
.
Usai sarapan, aku membereskan meja dan Vivian mencuci piring. Lalu membagi tugas membereskan rumah sambil bercanda. Strider sudah menghilang selepas sarapan tadi. Mau pergi ke tempat Bang Leon katanya.
.
.
.
"Kei, siangan nanti kita belanja ke supermarket yuk. Bikin cemilan untuk besok. Ato beli jadi gitu," usul Vivian di tengah kesibukannya dengan sapu dan serokan.
.
.
.
Aku terdiam sejenak. "Pengin sih. Tapi nunggu Strider pulang aja ya. Gue nggak enak ninggalin rumah," kataku sambil mendorong kain pel ke sana ke mari.
.
.
.
"Yaelah, kakak gue disuruh jadi satpam gitu?" deliknya sewot.
.
.
.
Aku nyengir. "Ya nggak gitu juga kali," elakku. "By the way, emang lo bisa bikin kue, Vi?"
.
.
.
Vivian menggeleng. Aku melotot. Lho, berarti dia bohong dong tadi?
.
.
.
"Gue nggak bisa bikin kue. Tapi bisalah bikin cemilan kayak semacam gorengan pisang atau bakwan gitu."
.
.
.
Mulutku membulat.
.
.
.
"Sama aja kali, Vi. Yang penting judulnya makanan ringan."
.
.
.
Tawa menggelegar terdengar di antara kami.
.
.
.
"Pada ngetawain apa?" tanya Strider kepo.
.
.
.
Aku langsung terdiam, memandang horor padanya. Strider menaikkan satu alis, heran. Wajahnya berpeluh. Ada noda semen dan pasir di kedua tangannya.
.
.
.
"Lo kapan datang? Serem ih tiba-tiba nongol."
.
.
.
Aku menyetujui ucapan Vivian yang ternyata juga memandangnya heran. Strider dengan cueknya melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu duduk di sofa dan menyalakan tivi dengan kedua kaki diselonjorkan.
.
.
.
"Barusan. Kalian aja yang kelewat asyik sampai nggak sadar," jawabnya sibuk memindah-mindahkan channel, mencari tontonan bagus.
.
.
.
Usai beberes, aku mendekati Strider dan memeluk bahunya dari belakang. Bau peluh yang bercampur dengan parfum mahalnya menyeruak hidung, menggoda untuk dihirup dalam-dalam.
.
.
.
"Titip rumah ya. Gue sama Vivian mau belanja dulu," bisikku pelan di telinganya.
.
.
.
Strider menoleh. Pandangan kami bertemu.
.
.
.
"Hmm... cium dulu!"
.
.
.
Reflek kulepas pelukan. Menjitaknya gemas. Strider meringis sambil mengusap kepala yang mungkin berdenyut akibat ulahku. Ia mengerucutkan bibir, memandang sewot.
.
.
.
"Galak banget!" katanya setengah tak terima.
.
.
.
"Mesum sih!" dumelku.
.
.
.
"Salah sendiri. Lagian main peluk-peluk dari belakang. Bikin adek gue bangun aja," gerutunya kesal.
.
.
.
"Adek lo bukannya udah bangun? Lah itu si Vivian malah udah rapi jali mau berangkat bareng gue," ujarku polos, menatap Vivian yang berjalan ke arahku, sudah menenteng tas kecilnya.
.
.
.
Strider berdecak. Lalu menjitak kepalaku.
.
.
.
"Bukan adek yang itu, Sayang! Nih, adek yang ini!"
.
.
.
Telunjuknya mengarah ke suatu tempat. Dengan bodoh kuikuti arah telunjuk itu. Sontak kuucap istighfar seraya mengalihkan pandang dengan wajah menghangat, malu. Strider malah terbahak.
.
.
.
"Sialan lo! Mesum!" umpatku. Bodohnya aku yang belagak pilon di depan dia. Eh, ternyata malah dikerjain. Ckckck....
.
.
.
"Yuk ah, Kei. Kita jadi ke supermarket, kan?" ajak Vivian. Lantas menatap aneh pada kami. "Kenapa kalian? Lagi ribut ya?" insting keponya mulai jalan.
.
.
.
"Tau tuh kakak lo. Iseng banget," sungutku sambil menunjuk Strider yang hanya ditanggapi kekehan tanpa dosa.
.
.
.
Vivian menatap Strider sebentar, tak ambil pusing.
.
.
.
"Kak, lo jagain rumah Keira bentar ya! Temen-temen lo belom pada datang, kan? Bentar doang kok. Mau beli bahan makanan."
.
.
.
Strider tersenyum dan mengangguk manis.
.
.
.
"Iya, adekku sayang. Titip kakak ipar lo ya. Kalo ada yang godain, jangan lupa lapor ke gue."
.
.
.
Suaranya membuat kami serentak memasang aksi pura-pura ingin muntah. Entah kerasukan setan apa hingga Strider menjadi lebay begini. Apa mungkin Ephraline tengah bersemayam di tubuhnya? Memikirkan hal itu mendadak bulu kudukku meremang sambil mencari-cari sesuatu di tangga. Untung saja ia tidak ada di sana. Iya, dia. Siapa lagi kalau bukan hantu perempuan itu?
.
.
.
"Apa deh lo, Kak. Lebay banget." Vivian menatap jijik pada Strider yang hanya ditanggapi dengan tawa membahana sedangkan aku hanya tersenyum menyeringai.
.
.
.
"Ya udah sana. Jangan kelamaan ya. Gue takut sendirian dimari."
.
.
.
"Hah? Sumpah demi apa lo takut, Kak? Tumben amat. Cowok kok takut? Besok gue pakein rok ye!" Vivian membelalakkan mata, heran.
.
.
.
Strider mendelik. "Yee... wajar dong. Secara rumah Keira berhantu gini. Tapi nggak papa sih, hantunya cantik."
.
.
.
Aku melotot. Strider pura-pura tak melihat tapi sudut bibirnya menyeringai geli.
.
.
.
"Gih dah, pacaran sama hantu aja sono!"
.
.
.
Aku berbalik badan, ngambek. Menjauhi mereka, menanti Vivian di teras.
.
.
.
"Tuh kan, ngambek. Lo sih, Kak."
.
.
.
Vivian masih sibuk menyalahkan Strider. Aku tak peduli. Hanya sedikit kesal. Tapi tak sepenuhnya marah. Tak lama kemudian, Vivian muncul. Langsung menegakkan motor dan memakai helm.
.
.
.
"Ayo, Kei. Udahlah. Jangan diambil hati omongan kakak gue." Vivian menstarter motornya. Menciptakan raungan berisik dengan asap yang menyelubungi sekitar.
.
.
.
Aku menghela nafas. Menyusulnya. Duduk di belakangnya setelah memakai helm. Strider bersandar di depan pintu, melambaikan tangan dan tersenyum padaku. Aku melengos tak peduli. Biar saja dia menganggapku masih marah padanya.

























***tbc

Created: 12032016 ; 13.55 wib
Posted: mon, 06062016; 00.10 wib


Tengkyu vo riding mah stori. ;)

Penghuni LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang