21. Everything Will Be Alright

461 26 1
                                    

Keira
-----------

Aku menatap rumah baru Ephraline yang sangat wangi semerbak. Harum bunga-bunga menebar di seluruh penjuru ruang. Tampak masih basah seperti baru saja disiram hujan. Walau begitu, tetap saja aku masih menebarkannya hingga tampak seperti taman bunga di musim gugur, di mana kelopak bunga berguguran memenuhi halaman.

Sudah beberapa hari ini Ephraline tinggal di rumah barunya dan baru saat ini aku berani menjenguknya.

Kutatap sekeliling para 'tetangga'. Tampak sangat tenang dan asri. Tidak terlihat tanda bahwa tempat ini adalah komplek pemakaman umum. Bahkan di beberapa tempat justru dibuat seperti rumah tinggal. Ada atap, tiang, pintu, dan jendela. Mungkin dengan tujuan agar keluarga yang menziarahinya terlindung dari sengat mentari atau air hujan yang datang. Atau mungkin agat si penghuni kubur tidak merasa kepanasan atau kehujanan di dalam sana. Entahlah. Siapa yang tahu kehidupan alam kubur selain Tuhan Yang Maha Kuasa?

Aku membayangkan Ephraline sudah sangat tenang di sana dalam tidur panjangnya. Setelah memindahkannya ke rumah baru, dia memang tak lagi mengganggu walau Strider dan adiknya masih menginap di rumahku. Aku bersyukur Ephraline menepati janji. Kupikir setiap makhluk astral bisa selalu ingkar janji tapi sekarang sepertinya aku agak sedikit percaya padanya.

Aku mengambil segenggam kelopak bunga tujuh rupa dan menyebarkannya ke seantero ruangan hingga tak bersisa. Kuhela nafas yang mendadak terasa berat. Setelah meletakkan keranjang kosong di sudut, aku mengangkat kedua tangan, merapal doa dalam hati. Berharap agar Ephraline tenang, damai, dan bahagia di rumah barunya. Rumah yang begitu diinginkannya.

"Aku udah memenuhi keinginanmu, Ephraline. Maaf jika baru sempat menengokmu sekarang. Terima kasih untuk nggak lagi gangguin aku."

Kuperhatikan setiap sudut rumah Ephraline yang harum semerbak dan basah.

Kubayangkan diri berada di sana. Sendiri. Gelap. Pengap. Sepi. Aku membayangkannya secara kasat mata walau tak tahu bagaimana keadaan di dalamnya.

Bisa saja si penghuni sudah berbahagia yang teramat sangat di sana. Ditemani seseorang berparas rupawan hingga dunia berakhir di istana yang terbuat dari emas atau berlian yang luas dan megah. Terang benderang hingga terasa silau. Belum lagi berbagai kenikmatan lain yang diperoleh lebih dari yang pernah diterima. Kenikmatan surga yang nyata.

Atau bisa saja si penghuni justru merasakan derita di sana. Sudah rumah terakhirnya gelap dan pengap lalu makin terhimpit. Ditemani seseorang berparas buruk rupa pula. Yang mana kehadirannya bukan membahagiakan justru semakin menyengsarakan hingga nanti akhir dunia. Belum lagi sehari-harinya yang dipenuhi siksa sehingga makin menderita. Lalu berharap pertolongan yang takkan mungkin ada karena akhir hidup yang belum bertaubat.

Aku membayangkan menjadi salah satunya. Menjadi penghuni rumah abadi hingga kiamat nanti. Aku tidak tahu akan berakhir bahagia dan menunggu akhir dunia dengan nikmat yang teramat sangat atau malah sebaliknya. Hanya Sang Pemilik Hidup yang mengetahuinya. Tetapi dalam setiap doaku selalu saja meminta agar dimatikan dalam keadaan yang baik, beriman dan bertakwa.

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Semua makhluk. Baik nyata ataupun ghaib. Manusia, jin, hewan, tumbuhan, bahkan malaikat pun nantinya akan mati. Begitu pula dengan alam semesta dan isinya. Semua ada akhirnya. Dan kiamat adalah akhir dari segalanya.

Berbicara tentang kiamat, ini bukan hanya tentang kehancuran bumi dan seisinya. Bukan hanya gempa. Tsunami. Gunung mati yang tiba-tiba meletus. Atau berbagai macam bencana alam lainnya.

Kiamat besar terjadi lebih dari.itu. Matahari dipadamkan. Api mendadak keluar dari perut bumi. Planet-planet bertabrakan. Bintang kehilangan cahaya. Segala alam semesta saling berhamburan dan hancur.

Penghuni LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang