20. Rumah untuk Ephraline

469 27 5
                                    

Gara-gara kejadian semalam, subuhku telat. Itu pun dibangunkan oleh Dante karena sudah hampir jam enam. Ia mengguncang-guncang bahu bahkan hampir menyiramku sehingga aku terpaksa bangkit walau rasanya malas sekali. Setengah terhuyung aku beranjak ke kamar mandi dan menuntaskan hajat sebelum lanjut wudhu lalu sholat subuh di kamar Dante.

Tak henti aku menguap ketika sholat tadi. Kelar sholawat dan berdoa, aku kembali merebahkan tubuh di sofa. Mataku terpejam.

"Lho, masih ngantuk, Kak?"

Susah payah kubuka netra yang sudah mengatup bagaikan bunga yang masih kuncup. Berdiri Dante di samping sofa sembari menyisir rambutnya yang tak seberapa. Dengan malas aku mengangguk dan lanjut memejamkan mata.

"Bentar doang, Dan. Nanti tolong bangunin kalo Bang Leon udah datang ya!" pesanku tanpa membuka mata.

Dante bergumam pelan. Entah. Aku tak begitu mendengar. Hanya ada suara pintu kamar yang berderit menutup, pertanda sang pemilik sudah keluar.

Sesaat aku kembali terbang ke alam mimpi. Sebelum akhirnya ada yang mengguncang bahuku lagi. Lembut. Disertai suara-suara seperti semilir angin sore. Aku berkhayal ada seorang bidadari yang melakukannya, memanggil namaku dengan suaranya yang lembut.

Mau tak mau kubuka mata walau terasa berat. Bidadari itu tampak nyata. Aku tersenyum.

Reflek kurenggangkan otot-otot tubuh yang terasa kaku. Menguap sejenak. Bangkit terduduk di sisinya. Sang bidadari malah menutup hidung. Aku terkekeh.

"Mandi dulu," elaknya saat tanganku terulur hendak memeluknya. Wajah cantik itu terpasang jutek.

Aku menguap lagi. "Jam berapa sih, Yang?"

Pandangan Keira beralih ke sesuatu di belakangku.

"Tujuh lima belas."

"Wah, udah siang banget ternyata. Sori ya! Ngantuk banget gara-gara semalem." Aku nyengir lagi.

Keira mengernyit, memandangku ingin tahu.

"Emang ada apa semalem?"

"Oh, biasa. Gue kebelet boker."

Keira melotot. Lucu. Reflek aku ingin mencubit pipinya, gemas. Tentu saja ia langsung menghindar.

"Udah sana buruan mandi. Bang Leon udah nungguin di depan."

"What?"

Aku beranjak segera. Tergesa masuk kamar mandi. Sempat kulirik dengan ekor mata ada Bang Leon yang sudah duduk santai di ruang keluarga. Pandangannya ke arah tivi sehingga tak menyadari kehadiranku.

Usai mandi, aku mengenakan kaos oblong warna hijau dengan motif garis-garis hitam dan celana pendek warna coklat. Kusisir rambut setengah basah dan langsung menemui Bang Leon.

"Baru bangun, Bro?" sapanya sambil tersenyum canggung.

Aku nyengir sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal. Tak menjawab pertanyaannya. Tetapi tampaknya lelaki itu tahu jawabanku. Buktinya kini ia sedang terkekeh kecil, seolah mengerti.

Aku berlari ke dapur untuk membuat kopi hitam dan sedikit gula untuk mengusir kantuk yang masih menyerang. Aku tak henti menguap. Kelopak mata pun rasanya begitu layu sehingga ingin menguncup lagi. Keira yang sedang berada di dapur untuk mencari sesuatu akhirnya memandang heran di sampingku.

"Emang semalem tidur jam berapa, Yang?"

"Hm?" aku menoleh bingung.

Keira malah melipat kedua tangan di dadanya. Menatapku, bibirnya cemberut. Aku tersenyum.

Penghuni LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang