Part 12

8K 497 20
                                    


"Apa lo yakin lo nggak salah lihat?" tanya Pricilla

Gabriel menggeleng sembari mengaduk makanannya yang belum sesendokpun masuk ke mulutnya itu. Tidak ada selera makan saat pikirannya berkecamuk seperti ini.

"Kapan?"

"Tempo hari, gue lupa pastinya. Tapi gue yakin gue nggak salah lihat," ujar Gabriel mendongak menatap Pricilla setelah beberapa saat menatap keluar jendela

"Apa mereka lihat lo?"

Gabriel lagi-lagi menggeleng, "Mereka bicara. Duduk berhadapan saat gue lewat di depan café itu,"

Pricilla menghela nafas panjang, "Karena seingat gue, lo juga nggak punya riwayat sakit mata apapun, menurut gue, itu mungkin aja. Mungkin aja apa yang lo lihat memang benar,"

"Gue yakin, gue percaya sama kedua mata gue,"

"Lalu, lo mau apa?"

"Apa gue harus kasih tau......,"

"Jangan," cegah Pricilla cepat, lalu menggeleng tegas, "Jangan."

"Gue hampir kasih tau. Hampir," ujar Gabriel, "Tapi gue pikir, lebih baik gue biarkan dia tau sendiri. Itu jauh lebih baik,"

Pricilla tersenyum dan mengangguk, "Cepat atau lambat, dia akan tau,"

"Tapi gue nggak mau lihat dia disakiti," ujar Gabriel menghela nafas, menghentakkan sendoknya ke atas piring dan menimbulkan dentingan keras

"Nggak ada orang yang mau lihat orang yang dia cintai tersakiti, Gab. Tapi percaya sama gue, lebih baik dia tau semuanya. Itu yang terbaik,"

Pricilla mengendikkan bahunya dan melanjutkan, "Tapi biarkan dia tau dengan sendirinya,"

+++

"Ify akan pulang secepatnya," pamit Ify memeluk Ayahnya singkat, pria itu tampak sedang membuat teh hangat di dapur

"Hati-hati, sayang,"

Ify melangkah keluar dari dapur, melewati ruang tengah dan menjangkau pintu rumahnya. Ify menarik pintu itu dan tersentak,

"RIO!" pekiknya kesal

Pria itu berdiri di sana, dalam jaket tebal karena pagi ini memang terasa begitu dingin. Benar-benar memasuki musim dingin.

Ify menyandarkan tubuhnya pada dinding, tubuhnya serasa disengat karena terkejut melihat Rio tiba-tiba berdiri di sana dengan setengah wajah yang tertutup.

"Naik apa lo?" tanya Ify mengernyit

"Apa lo akan tanya-tanya sampai gue mati hipotermia di sini?"

Ify mendengus mendengar itu kemudian menyingkir dari pintu untuk membiarkan Rio masuk ke dalam rumahnya yang jauh lebih hangat daripada di luar

"Gue baru mau ke apartemen lo," ujar Ify kembali melepaskan jaketnya dan menggantungnya di samping pintu

"Gimana lo tau rumah gue?" tanya Ify mengernyit

"Perkembangan zaman?" Rio mengangkat ponselnya yang menunjukkan tampilan GPS, melacak ponsel Ify.

"Ah ya, maaf kalau gue ketinggalan zaman," ujar Ify mengendikkan bahu, "Cokelat hangat?" tawarnya

"Nggak perlu, gue nggak akan lama-lama," jawab Rio menolak

Ify mengernyit, lalu melangkah dan duduk di sofa seberang Rio. Ia baru menyadari sesuatu, wajah Rio tidak tampak santai seperti biasanya. Hari ini ia tampak tegang dan kaku.

Dahinya berkerut samar, seolah sedang serius memikirkan sesuatu

"Lo sakit lagi?" tanya Ify

Rio menggeleng, ia ingin membuka mulutnya. Banyak yang ingin ia katakan dan tanyakan, tapi ia benar-benar tidak tahu harus memulai darimana.

SEASON TO REMEMBER (Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang