"Kenapa nggak gue jawab permintaan lo di sini, biar sekalian semua orang tahu betapa buruknya gue?" Tanya Shilla kemudian menarik lepas jaket yang menutupi sepanjang lengannya.
Menyisakan gaun berlengan pendek yang memamerkan sepanjang lengannya yang... penuh luka.
"Shilla!" Ify terbelalak melihat luka itu. Bagaimana... mungkin ia tidak pernah tahu luka itu?
"For Godsake, Ashilla Summers!" Rio tersentak melihat keadaan kedua lengan Shilla di depannya. Luka-luka itu tampak jelas di atas permukaan kulit Shilla yang putih pucat
Sedangkan Cakka...
Tidak, wajahnya masih tidak menunjukkan ekspresi. Raut wajahnya tidak berubah, dan tatapannya jatuh pada luka-luka sayatan memerah di lengan Shilla yang putih pucat itu, seolah kehabisan darah.
Cakka tahu luka itu, tapi ia tidak membayangkan akan sebegini banyak lukanya.
Jantungnya serasa diremas mengetahui fakta bahwa keadaan Shilla jauh lebih parah dari yang dikiranya selama ini.
"Sejak kapan Shilla?" Tanya Alvin heran
Ia selalu bersama Shilla selama seminggu belakangan, tapi tidak pernah sedetikpun ia menyadari luka-luka itu. Ia yang tidak memperhatikan, atau Shilla yang terlalu pandai menyembunyikan?
"Sekarang kalian tahu, perempuan seperti apa gue. Penuh luka." Shilla mengendikkan bahu santai, mengabaikan lukanya yang serasa ditusuk-tusuk saat berhadapan dengan udara dingin di sekitarnya, "Ify, gue bukan tuan puteri kayak yang pernah lo bilang."
"Lo tahu perbuatan lo ini sia-sia." Ujar Rio
Shilla menghela nafas, ia menutup kedua matanya sejenak.
Ia tidak tahu reaksi tubuhnya pada alkohol akan menghilang secepat ini. Rasanya semuanya sudah menguap, hanya menyisakan kepalanya yang terasa ringan hingga beban pikirannya serasa begitu mudah untuk diucapkan
"Siapapun dari kalian, tolong bilang ke gue, harus bagaimana supaya gue bisa melalui semuanya?"
"Nggak usah simpatik ke gue, apalagi kasihan. Orang tua gue memang udah nggak ada, sahabat gue justru punya hubungan dengan tunangan gue, dan sepupu gue justru pergi saat gue bener-bener butuh dia. Alvin... lo hanya kasihan sama gue." Shilla terkekeh pelan,
"Just tell me, bagaimana gue bisa berhenti ngelakuin ini semua, kalau kenyataannya luka adalah satu-satunya hal yang bikin gue sadar kalau gue masih hidup?"
Tidak ada yang bersuara, tidak ada yang menjawab.
Seluruh tubuh Shilla terasa mati rasa menerjang dingin di tengah kepalanya yang nyaris meledak. Tapi ia bertahan...
Setidaknya, ia tidak akan menangis.
"Beruntungnya gue, gue nggak mati karena kehabisan darah setiap gue ngelakuin ini." Shilla mengendikkan bahu pelan dan tertawa.
Gadis itu menoleh pada Glam yang masih larut dalam keterkejutannya itu, "Bisa antar gue masuk? Gue mulai muak di sini."
"Ah... ya." Glam menggandeng tangan Shilla
Tangannya gemetar saat menyentuh tangan Shilla yang dingin. Tidak, ia tidak takut. Ia hanya memikirkan, sudah berapa banyak darah yang hilang di balik kulit pucat itu?
"Gue nggak akan minta maaf." Ujar Cakka tiba-tiba
Langkah Shilla berhenti mendengar suara yang beberapa waktu lalu hilang. Membekukan langkahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari pemuda itu
"Atas apapun. Atas luka itu, atas rasa sakit yang lo alami, atau apapun itu. Gue nggak akan minta maaf. Karena gue tahu kesalahan gue udah terlalu banyak, dan kata maaf sebanyak apapun nggak akan cukup."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEASON TO REMEMBER (Book 1)
Fanfiction⚠️ tw // s h *Meet the summer ... Dia adalah musim panas. Musim panas yang hangat dan ceria. Musim panas yang membawa tawa dan bahagia. Musim panas berwarna. Dan musim panas yang tidak berlangsung selamanya. Ashilla Summers, putri tunggal Flint Sinc...