Perempuan dan Stiletto Merah

188K 8.3K 289
                                    

Anda adalah pengusaha di bidang mode yang terbilang sangat sukses, sehingga banyak sekali artikel tentang kesuksesan Anda di berbagai majalah. Tapi, tidak satu pun majalah yang membahas soal hubungan asmara Anda. Boleh diceritakan sedikit tentang hubungan asmara Anda?

Hubungan? Hahahaha. Kamu tahu saya tidak pernah menggandeng laki-laki manapun.

Anda sudah berusia duapuluh enam tahun. Bukankah itu adalah usia yang cukup matang untuk menikah?

Well, saya masih nyaman dengan kesendirian saya saat ini. Kamu tahu, punya pasangan bisa sangat merepotkan. Saya termasuk wanita bebas yang tidak suka dikekang, apalagi oleh pasangan. Lagipula, saya tidak punya waktu untuk berkencan.

Pria seperti apa yang sebetulnya Anda cari sampai membuat Anda sangat selektif?

Saya tidak tertarik pada lelaki manapun sejauh ini, jadi, saya tidak punya kriteria khusus.

Apakah Anda seorang lesbian?

Hahahahaha! Tentu saja tidak. Seingat dan setahu saya, orientasi seksual saya tidak pernah menyimpang. Saya hanya sedang tidak tertarik menjalani hubungan. Dan tidak tertarik untuk jatuh cinta.

Apakah Anda benar-benar tidak tertarik untuk menikah?

Well, sampai sekarang tidak. Saya sudah lama memutuskan tidak membuka hati.

Mengapa?

Alasannya cukup sederhana. Saya tidak ingin jatuh untuk ke sekian kalinya.

-oOo-

Memutar bola mata ke atas adalah respon yang kerap Dilara berikan tiap membaca salah satu halaman majalah yang memuat wawancaranya dengan seorang wartawan majalah fashion. Majalah di tangannya ia hempas di atas meja, di sebelah buku sket, seperti onggokan sampah. Bayangkan saja, ia harus meladeni pertanyaan menjengkelkan mereka setiap saat yang terus diulang! Sepertinya pertanyaan itu akan berhenti diajukan padanya kalau tiba-tiba ia menggandeng seorang lelaki di acara-acara besar. Yang lebih mengesalkan, mereka selalu menggunakan judul sama yang sangat mencolok, seperti:

DILARA NIRANJANA, DESAINER CANTIK YANG MASIH SINGLE

Dilara tak pernah peduli tanggapan publik mengenai kehidupan pribadinya, terutama perihal hubungan asmaranya. Namun ia selalu memikirkan tanggapan Widya, eyangnya yang lebih banyak berbaring di kamar dengan penanganan intensif dokter dan perawat pribadi. Pikirannya seakan ikut teraduk bersama greentea pesanannya yang telah dingin. Cangkir tersebut ia angkat hendak diseruput sampai suara dering ponsel menghentikan gerakannya. Nama Kartika, asisten pribadi eyangnya, muncul pada layar smartphonenya.

"Ya, Tik?"

"Mbak, Bu Widya drop lagi. Dia manggil nama Mbak berkali-kali."

"Saya ke sana."

Segera, Dilara memasukkan ponsel ke dalam handbag merah marunnya. Kaki jenjangnya yang dihiasi stiletto senada melenggang anggun melewati kursi-kursi pengunjung kafe lain, menyita perhatian pria-pria mata keranjang yang menyoroti lekuk tubuhnya di balik gaun ketat sebatas di bawah lutut, mengabaikan kekasih yang mengajak mereka berbicara.

Matahari telah merangkak turun dari punggung langit, bersembunyi di balik awan, menyentuhnya dengan warna oranye pucat. Sepanjang perjalanan, Dilara mencoba menghubungi Kartika, namun hanya disambut dengan voicemail yang semakin membuatnya kalut. Laju mobilnya bertambah. Jarum pada speedometer melewati angka demi angka. Ia tak bisa dibuat sabar jika sudah menyangkut satu-satunya orang yang disayangi dan dimilikinya.

STILETTALE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang