Cindelara dan Stiletto Kaca

58.3K 5.6K 615
                                    

"Prom! Aaaahhhh nggak sabar buat malam nanti!!" teriakan Lian menggema di dalam kamarnya dan ditanggapi Lara dengan senyum simpul melihat gadis tersebut menelisik gaun yang akan ia kenakan. Lian menempelkan gaun tersebut pada tubuhnya, mencermati bayangan dirinya yang terperangkap dalam cermin dan memutar-mutar badan. Ia menari riang mencoba stiletto barunya.

"Kamu pasti cantik banget," Lara berbisik.

Mendengar bisikan yang tak begitu pelan dari bibir Lara, Lian menoleh dan melempar gaunnya ke atas ranjang. "Harus cantik dong! Habis ini aku mau ke salon. Kamu mau ikut?"

Lara menggeleng. "Aku pulang aja."

"Nanti mau aku jemput?"

"Aku diantar sama sopir."

Bahu Lian terkedik. Ia mengangkat gaunnya dan segera mencoba. Dalam sekedip mata saja gadis itu menjadi putri cantik dengan balutan gaun merah marun yang senada dengan stilettonya. Tanpa pulasan make up saja ia sudah cantik. Lara sudah dapat menebak bahwa Lian akan menguasai malam prom, seperti tahun-tahun sebelumnya, sedangkan ia tetap menjadi upik abu yang tak diminati siapapun.

Pintu kamar Lian dikuak oleh Mama Lian. Wanita berparas elok tersebut berdecak menghampiri putrinya yang berputar-putar mengagumi dirinya. "Cantiknya anak Mama."

"Kalau nggak cantik bukan anak Mama."

Mama Lian tertawa kecil dan mencium kedua pipi putrinya. Pandangannya lantas berlabuh menuju Lara yang duduk diam di atas ranjang mengamati.

"Lara juga datang, kan?" Pertanyaan tersebut dijawab Lara dengan anggukan. Mama Lian melenggang mendekati tepi ranjang dan duduk di samping gadis itu. Tangannya dilingkarkan di pundak Lara, merangkul dan merendahkan suaranya, "Setelah lulus, kamu mau lanjut ke mana?"

"Belum tahu, Tante."

"Kalau bisa satu kampus dan satu jurusan sama Lian, ya. Lian kan susah belajar kalau nggak ada kamu. Tante harap kamu masih bisa bantuin Lian dapat nilai-nilai bagus."

Bibir Lara terkatup rapat membentuk satu garis simetris. Bola matanya melirik ke arah Mama Lian yang menatap penuh harap. "Memang Lian mau kuliah di mana dan jurusan apa, Tante?"

"Sebenarnya Tante cuma mau dia fokus di dunia modeling dan nggak usah nerusin kuliah. Tapi anaknya ngotot pengen kuliah Hukum di luar negeri. Katanya biar bisa pamer foto sama teman-temannya. Kamu kan pinter dan gampang nyerap pelajaran, bisa ya bantu Lian?"

Beberapa saat Lara bergeming. Ia membangi pandangan antara Lian dan Mamanya, berpikir cukup dalam. Ia tak pernah berminat mengambil Ilmu Hukum sebagai tujuan studi lanjutnya. Kendati selalu mengimpikan bisa menjadi seorang Miuccia Prada, Lara pun sangsi meneruskan kuliah di luar negeri. Pasalnya, ia tidak ingin meninggalkan Widya sejak kepergian kakeknya beberapa tahun lalu.

"Saya tidak tahu, Tante..."

"Dipikir-pikir dulu ya. Tante berharap banget Lara mengabulkan keinginan Tante. Kan Lara udah Tante anggap seperti anak sendiri." Mama Lian mencium puncak kepala Lara seraya menyelipkan senyum. Ia menepuk pundak Lara, berpamitan pada kedua gadis di dalam kamar tersebut untuk menengok pembantu yang menyiapkan makan siang.

Meskipun telah pergi, kalimat Mama Lian terus menghantui pikiran Lara yang bergeming. Ucapan Lian yang berusaha memberondong masuk ke telinga bahkan ia tepis.

*****

"Senang bertemu dengan kamu juga." Dilara membalas dengan senyum dan kernyitan di dahi. Ekor matanya menyorot tangannya yang digenggam Ares. "Kita pernah bertemu?"

STILETTALE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang