Cindelara dan Pangeran dari Negeri Seberang

64.2K 5.7K 294
                                    

Rerumputan hijau beraroma segar dipenuhi oleh spidol warna-warni yang berceceran tak jauh dari kertas yang dicoret-coreti Lara membentuk sebuah gambar gaun yang tak memiliki banyak detail. Ia berhenti sejenak, mengamati gambar tersebut dengan senyum merekah. Tatapan matanya berlabuh menuju langit biru, menerawang jauh, membayangkan sesuatu. Dalam imajinasi yang berhasil dibentuknya kala itu, gaun yang ia gambar dikenakannya. Ia membayangkan betapa cantik dirinya, menunggu seorang pangeran lengkap dengan kuda putihnya yang akan datang menghampirinya. Belum sempat membayangkan sosok pangerannya, lamunan di kepalanya berloncatan pergi mendengar suara seseorang menghampiri dirinya. Kepalanya tersentak ke belakang. Ia mendapati Lian berlarian kecil, lantas duduk dekat dengannya, membawa wajah berseri-seri yang membuat gadis itu mengernyit penasaran.

"Dicariin ternyata kabur di sini," tegurnya.

"Lagi malas ikut pelajaran."

"Kenapa?" nada Lian meninggi setengah oktaf. "Nggak biasanya kamu malas ikut pelajaran. Kamu kan yang paling rajin di kelas."

Lara tersenyum sekilas. Ia mengumpulkan spidol-spidol di sekitarnya dan memasukkannya ke dalam kotak pensil. "Sesekali bolos pelajaran kayaknya asik." Ia terkikik dalam hati. Jawaban tersebut membuat Lian menyatukan alis keheranan. Tak pernah sekali pun Lara membolos kelas, apapun alasannya.

Bolos kelas yang dilakukan Lara saat ini disebabkan oleh kawan chatingnya yang memiliki ID darthvader. Malam lalu ketika mereka mengobrol seperti biasa, teman asingnya itu bercerita soal hobinya membolos dari kelas. Meski tak ingin, Lara terbujuk oleh konfrontasi si teman asing dan mencoba-coba membolos kelas. Ia menggunakan jam kelasnya dengan menggambar di belakang gedung sekolah. Entah mengapa, hal tersebut membuatnya bahagia. Kesendiriannya bersama hobi menggambarnya di luar jam kelas yang penat mengundang perasaan senang yang belum pernah ia rasakan sejauh ini.

"Itu apaan?" Telunjuk lentik Lian mengarah pada kertas gambar Lara.

"Iseng, kok."

"Lihat, dong!"

"Jangan!"

Seruan Lara tampaknya tidak diindahkan oleh Lian. Gadis itu merebut kertas Lara, melihat gambar gaun yang sejak beberapa menit lalu dibuatnya, lantas tertawa kecil.

"Bagus nih. Boleh dong aku jahit dan aku pakai di prom nanti?"

"Jangan! Jangan dipakai!" Buru-buru Lara merenggut kertas tersebut agar Lian tidak mencuri desain gaun impiannya.

Tawa Lian menggelegak lagi. "Ya elah, aku bercanda. Lagian aku udah punya gaun prom kok. Lebih bagus dari itu, belinya di Singapura. Kamu nanti mau pakai itu?"

Lara menggeleng. Ia menyelipkan kertas gambarnya di antara kertas-kertas kosong lain dalam buku gambar tersebut, lalu menyembunyikannya ke dalam tas sebelum siapapun mengintip ke dalam dan merebut desain gaun impiannya. Benar, gaun itu sederhana dan pastilah tidak semewah gaun prom Lian nanti. Namun bagi Lara, tak boleh seorang pun menggunakan desainnya. Gaun sederhana itu akan ia buat dan ia pakai, entah kapan.

"Nggak, kok. Aku bahkan nggak yakin mau datang."

"Eh, jangan gitu! Siapa tahu nanti kamu diajak dansa sama pangeranmu!"

Pipi Lara bersemu membayangkan Arka menjadi pasangan promnya, mengajaknya dansa, dan diamati berbagai pasang mata dengan tatapan cemburu. Kedua bocah itu lalu beranjak pergi dari rerumputan, menyusuri lorong sekolah seraya bertukar obrolan seputar prom kelulusan yang sebentar lagi akan diadakan sekolah mereka.

Kendati di sebelah Lian mengoceh panjang lebar tentang prom, gaun, dan tetek bengeknya, Lara tetap mempertahankan imajinasi bermain di dalam kepalanya. Mulai ia bayangkan bagaimana prom SMA berjalan nanti. Ia tak pernah mendatangi prom, khawatir teman-temannya malah mencemooh. Namun prom kali ini adalah prom terakhir yang harus ia hadiri dan tidak boleh terlewatkan, terlebih Lian berkata dengan sungguh-sungguh bahwa ia akan mendapatkan pangerannya di pesta itu.

STILETTALE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang