Ariana POV
Gue berjalan keluar gedung ini dan berlari kecil menuju mobil gue. Gue baru aja selesai dari interview di acara The Tonight Show. Gue melirik handphone gue dan melihat bahwa sekarang sudah jam 12 siang.
Tiba-tiba My Mom a.k.a Mom Joan menelpon gue. This is kinda weird. Mom biasanya nge text gue aja. Gue menjawab telepon ini.
"Hello Mom,"
"A-ari..."
Wait, is she crying? Gue mulai panik. Mom gue jarang banget nangis. Apa yang membuat Mom gue menangis?
"M-mom? Why are you crying?"
"Y-your granpa..."
"What happened to him?!"
Jantung gue berdetak semakin kencang. Gue tahu kalau Granpa punya kanker. God, jangan bilang kalau kanker itu mulai mengganggu Granpa lagi. Gue belum bisa kehilangan Granpa. Tidak sekarang.
"He's gone, Ari. H-he couldn't make it,"
No no no. This can't be real. Gue bersandar di mobil gue. Gue terduduk dalam keadaan kaget dan tangan gue bergetar hebat. No, I can't lose my granpa sekarang. Somebody please wake me up from this nightmare.
"Ari?"
Gue terdiam. My granpa. Orang yang selalu semangatin gue, orang yang selalu ngajarin gue untuk menjadi diri sendiri. He's... gone?
"Ari, are you still there? Come over here now. Kamu tidak ingin melihat granpa until terakhir kalinya?"
"Mom I-I can't,"
"Why?"
"A-aku perlu menenangkan diri dulu. Maaf, Mom. Aku akan kesana nanti malam. Sampaikan salamku u-untuk Nonna,"
"Hmm... okay sweetheart. Take care,"
***
"Gue buatin lo teh,"kata Lexie menaruh secangkir teh di nakas di samping tempat tidur gue. Lexie memang sahabat gue yang terbaik. Begitu tahu kabar tentang Granpa dari Mom, dia langsung lari ke rumah gue dan memberi gue pelukan hangat. She so nice.
"Thanks,"kata gue dengan suara serak. Gue ngga berhenti menangis dari 2 jam yang lalu. Gue masih kaget dengan kepergian Granpa. Lexie mengelus pundak gue. Gue tersenyum tipis.
"Yah, well, gue rasa apa yang dibilang orang itu benar,"kata Lexie.
"About what?"
"Bunga yang tercantik yang akan dipetik terlebih dulu. Just like your Granpa. Granpa lo bahkan nganggap gue kaya cucunya sendiri, He's so nice to everyone,"kata Lexie menatap me depan dengan pandangan kosong.
Gue meneteskan air mata lagi dan memeluk Lexie. Gue melihat jam di nakas gue dan melepaskan pelukan gue dengan Lexie.
"Kayanya lo harus pergi sekarang, Lex. Gue tau kalo lo bakal nge date kan?"kata gue berusaha tersenyum.
"Gue ngga akan ninggalin lo sendiri. Date gue bisa nunggu nanti,"kata Lexie tersenyum.
"Gue bisa sendiri kok, Lex,"
"No, Ari. Lo ngga boleh sendirian. Gimana kalau nanti ad-" Ucapan Lexie dipotong oleh suara bel. Lexie langsung keluar kamar gue untuk membuka pintu. Gue menghapus air mata gue dan lari kecil ke bawah menuju pintu depan.
"Ari..."ucap seseorang. Gue menoleh dan menatap Justin yang membawa teddy bear yang besar di tangannya. Dia menaruh boneka itu di sofa dan dengan cepat memeluk gue. Oh God, gue jadi pengen nangis lagi.
Gue melirik Lexie. Dia tersenyum dan memberi gue tatapan lo-ngga-sendiri-lagi-gue-ngedate-dulu-ya-bye. Gue tersenyum memperbolehkannya.
Gue masih memeluk Justin. His arms can make me feel safe. Justin mencium kepala gue lama. Tanpa melepaskan pelukannya, Justin menatap gue.
"Gue tau lo masih pengen nangis. Nangis aja Ari, lo ngga boleh menahan kesedihan lo,"kata Justin mengusap pipi gue. Air mata kembali mengalir di pipi gue. Justin pun membawa gue ke sofa. Justin mendudukkan gue di pangkuannya dan memeluk gue erat. Gue terlihat begitu kecil dibandingkan Justin. Gue bahkan bisa mendengar detak jantung Justin. Justin mengusap kepala gue lembut. Justin, I wish we could be like this forever.
***
Justin POVAriana tertidur di pelukan gue. Dia kayanya udah terlalu lelah menangis. Gue mengangkat tubuh kecil Ari dan membawa Ari ke kamarnya. Gue pun membaringkannya di tempat tidur dan menyelimutinya.
Dia kelihatannya benar-benar merasa kehilangan Granpa. Gue tadi kaget saat mengetahui dari Frankie kalau Granpa mereka meninggal dan Ari di rumahnya sendirian. Gue mulai panik, gue takut Ari bakal ngelakuin hal yang buruk karena Frankie bilang Ari benar-benar dekat dengan Granpanya. Gue pun dengan cepat gue membeli teddy bear besar berwarna lavender dan semangkuk es krim untuk membuat Ari merasa lebih baik. Gue bersyukur tadi ada sahabat Ari yang gue lupa siapa namanya ada disini, walaupun saat gue melihat Ari, keadaannya benar-benar berantakan. Matanya merah dan sembap.
Gue kembali ke bawah untuk mengambil teddy bear dan es krim yang tadi gue beli. Es krimnya gue taruh di kulkas, sedangkan teddy bearnya gue bawa ke kamar Ari. Gue menaruh boneka yang cukup besar tersebut di sebelah Ari.
Gue tersenyum menatap Ari yang tidur dengan nyenyak. Gue pun mengambil iPhone gue dan membuka instagram. Gue pun mengambil foto Ari yang tertidur dengan teddy bear di sebelahnya.
justinbieber: Deeply sorry about what happened to Granpa Grande. All my love goes to Grande Family. You're going to through this, sweetie.
Gue pun mengupload foto tersebut di instagram. Terus gue buka twitter dan mengupload foto Ariana dari dekat. Aww, she looks really cute. My lil cutie.
@justinbieber: Sleep tight sweetie. Everything's gonna be alright.
Tweet.
Gue memandang wajah Ariana. Gue mengusap air mata yang masih ada di pipinya. Semoga ini terakhir kalinya gue melihat Ari menangis. Gue ngga bisa ngeliat gadis semanis Ari nangis. I can't. God, apa Ari udah jadi kelemahan gue? Maybe, now i know that...
I'm in love with Ariana Grande.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Feeling
FanfictionSemua orang tahu Ariana Grande - gadis manis dengan suara yang begitu indah. Semua orang pun mengetahui Justin Bieber - pria tampan dengan suara yang merdu. Bagaimana jika Ariana terjebak dalam pesona Justin, sedangkan Justin sendiri masih terjebak...