Justin POV
Gue benar-benar bodoh! Bodoh! Gue berjalan kesana-kemari dengan gusar. Penampilan gue acak-acakan. Gue terus mengusap rambut gue dengan kasar.
Seharusnya gue ngga ninggalin Ari sendiri. Seharusnya gue menemani dia. Seharusnya gue mengantar dia pulang. Seharusnya gue mengajak dia. Seharusnya-
"Ariana Grande's family?"ujar seorang dokter. Joan, Mom Ari, dan Frankie pun berdiri dari tempat duduk mereka. Mereka tidak berhenti menangis daritadi
"Bagaimana keadaan Ari?"tanya gue gusar.
"Dia hanya terluka sedikit di bagian kepala dan memar di pipi, tetapi itu baik-"
"Baik? Baik?! Ari terluka dan kau bilang itu baik?!"seru gue dengan marah.
"Calm down, Justin,"kata Frankie menahan gue. Nafas gue memburu.
"Sejauh ini, kita masih bisa bersyukur karena lukanya tidak terlalu parah karena tidak perlu jahitan. Dia masih tertidur di dalam. Kalian bisa menjenguknya sekarang,"kata dokter itu dengan sabar.
Mom Joan langsung masuk ke dalam ruangan tempat Ari. Gue hanya terduduk sambil bersandar ke dinding.
"Lo ngga mau masuk?"tanya Frankie.
"Gue belum bisa ngelihat Ari sekarang. Bagaimanapun juga, dia terbaring disana karena gue,"kata gue menatap kosong ke depan.
"Ini bukan salah lo. Jangan merasa bersalah, oke?"kata Frankie menepuk bahu gue dan masuk ke dalan.
Gue mengusap wajah gue pelan. I'm so sorry, Ari. Gue menyakiti lo lagi. Gue meraih telepon gue.
"Halo?"
"Scooter,"
"What's up, Justin?"
"Gue perlu lo untuk melihat rekaman CCTV ruangan studio 7, tempat Ari biasanya rekaman. Lihat siapa yang melukai Ari, dan segera urusi orang itu,"tegas gue.
"Melukai Ari? Wait, what? What happen-"
"Just check it, alright?! Ariana terbaring di rumah sakit sekarang. Gue butuh lo but bergerak cepat,"
"Oke,"
***
"Hey, Justin, wake up,"
Gue membuka mata gue perlahan. Ugh, tubuh gue terasa sakit.
"Akhirnya lo bangun juga. Lo tertidur di lantai rumah sakit,"kata teman Ari yang waktu itu. Matanya sembab, pasti dia menangisi Ari. Ini salah gue.
"Makasih udah bangunin gue. Ehm, maaf gue lupa siapa nama lo,"
"Lexie." Gue mengangguk kaku.
"Apa Ari udah bangun?"tanya gue.
"Dia udah bangun daritadi. Ini udah waktunya untuk sarapan. Dan Ari ngga mau makan. So... gue pengen minta bantuan lo supaya Ari mau makan,"kata Lexie. Gue mengangguk dan berjalan memasukki ruangannya Ari.
There she is. Duduk dengan tatapan kosong. Wajah manisnya terlihat pucat. Gue meringis pelan, ini salah gue.
"Good morning, Ari,"lirih gue. Gue berusaha untuk terdengar tenang. Padahal gue yakin suara gue bergetar. Gue ngga bisa melihat Ari seperti ini.
Ari menoleh. Dia menatap gue dengan datar. Gue pun berjalan mendekati dia dan duduk di kursi di sebelah ranjang Ari.
"Hey, ini udah waktunya buat sarapan. Kamu makan ya?"kata gue. Ari menggeleng pelan.
"Aku bakal suapin kamu. Kamu harus makan supaya cepat sembuh,"kata gue pelan sambil mengambil cream soup dari nakas.
"Ari makan, ya?"kata gue mengusap rambut Ari perlahan. Ari hanya terdiam menatap kedua mata gue. Gue pun menyuapkan sesendok cream soup ke dalam mulut Ari. Awalnya dia hanya terdiam, tapi akhirnya dia mau memakannya. Gue tersenyum lebar. Setelah beberapa sendok, Ari pun menolak untuk makan lagi. Gue hanya menurutinya dan memberikannya minum.
Dan ruangan ini pun kembali di selimuti oleh keheningan.
"Ari..."panggil gue. Ari hanya menunduk, gue berusaha menggenggam kedua tangan Ari.
"Kamu mau cerita, apa yang terjadi kemarin?"tanya gue hati-hati. Gue merasakan tangan Ari yang berada di genggaman tangan gue bergetar.
"It's nothing,"lirih Ari dengan suara seraknya.
"Kalau itu bukan apa-apa, ngga mungkin kamu terbaring disini sekarang,"kata gue mengelus rambut Ari dengan lembut, seakan kalau Ari sangat rapuh.
"Ari... talk to me..."kata gue pelan.
"Memangnya kalau aku cerita, kamu bakal peduli sama aku?"ujar Ari tercekat. Gue bisa merasakan hati gue hancur perlahan mendengar perkataan Ari.
"It's okay, Justin. I'm fine. Sekarang, lebih baik kamu kembali ke Selena. A-aku tahu dia lebih membutuhkan kamu daripada aku. Lupus bukan sembarang penyakit. Aku disini cuma kena luka kecil,"lirih Ari masih menunduk.
Air mata jatuh dari pipi gue. Dia bahkan ngga peduli sama keadaan dirinya sendiri. Betapa parahnya luka yang gue di Ari. Gue mengangkat wajah Ari untuk menatap gue.
"Aku ngga akan pergi kemanapun,"kata gue tegas menatap kedua mata Ari.Mata Ari mulai berkaca-kaca.
"Kamu disini hanya karena Kamu ngerasa kasihan sama aku, bukan karena kamu sayang sama aku..."bisik Ari yang membuat hati gue semakin hancur.
"Kamu disini karena ngga ada Selena. Kalau ada Selena, kamu ngga mungkin ada disini,"bisik Ari lagi.
"Kamu bicara apa, Ari? Aku akan tetap milih kamu daripada Selena,"ujar gue berharap Ari percaya kepada gue.
Ari tertawa pahit, "Oh ya? Apa kamu bisa ingatkan aku satu waktu aja dimana kamu bersama aku di depan Selena atau saat Selena memanggil kamu?"kata Ari menyingkirkan kedua tangan gue dari pipinya. Air mata jatuh dari mata indahnya. Kata-kata Ari menampar gue dengan keras.
"Gue bodoh ya? Gue selalu berharap kalau gue bakal ada di hati lo. Gue cuma mengharapkan sedikit dari hati lo. Just a little bit of your heart,"suara Ari tercekat. Dia masih menangis.
"Ari..."
"Gue ketakutan. Gue sendirian di studio tanpa seorang pun menyadari kehadiran gue. Lo ngga tau seberapa takutnya gue,"ujar Ari masih menangis.
"A-Ari..."lirih gue berusaha menghapus air mata Ari tapi Ari langsung menepisnya.
"Don't touch me. Don't call me Ari. Apa lo bisa ninggalin gue sendiri disini, Justin?"kata Ari datar dan menghapus air matanya dengan kasar.
Dia ngga mau gue sentuh. Dia ngga mau gue panggil dengan sebutan 'Ari'. Dia ngga mau melihat gue. Dia bahkan ngga lagi memanggil nama gue dengan sebutan 'Juju'. God, kenapa ini benar-benar menyakitkan?
"A-aku ninggalin kamu sendirian kemarin, dan aku ngga akan biarin kamu sendirian lagi, Ari."tegas gue walaupun air mata masih menjatuhi pipi gue.
"God! Justin! Selena lebih membutuhkan lo daripada gue! Lihat gue? Gue baik-baik aja tanpa lo!"ujar Ari terisak pelan.
Gue menggenggam kedua tangan Ari dan menatap kedua matanya.
"Berhenti sebutin nama gadis itu. Kamu bisa mengusir aku berkali-kali, tapi aku akan tinggal. Aku ngga akan ninggalin kamu lagi untuk kesekian kalinya. I want, and I will stay with you forever,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Feeling
FanficSemua orang tahu Ariana Grande - gadis manis dengan suara yang begitu indah. Semua orang pun mengetahui Justin Bieber - pria tampan dengan suara yang merdu. Bagaimana jika Ariana terjebak dalam pesona Justin, sedangkan Justin sendiri masih terjebak...