Ariana POV
Gue menatap ke luar jendela dan menunggu bus ini sampai di pemberhentian Pont des Arts dengan tidak sabar. Gue mengigit bibir bawah gue gugup. Apa yang bakal terjadi nanti di sana? Sesuatu yang baik? Atau sesuatu yang lebih buruk?
Bus ini tiba-tiba berhenti, dan ini artinya gue udah sampai. Gue pun berjalan keluar bus dengan tergesa-gesa. Gue menatap jembatan itu dengan ragu. Apa gue harus kesana? Gue bisa melihat ada beberapa orang di jembatan itu.
Oke, ini bukan hal yang bagus. Jangan-jangan yang mengirim surat itu Justin? No. Foto itu kembali terbayang di benak gue. Gue ngga akan menangis lagi. Gue pun melangkah mundur sampai gue tidak sengaja menabrak orang lain.
"I-I'm so sorry,"ucap gue kaget.
"Miss Grande?"ucapnya. Gue mengernyitkan kening gue.
"This is for you,"ujarnya memberikan gue secarik kertas. Gue menerimanya dengan ragu.
"Could you tell me-"
"No. I can't, Miss. Good night,"ujarnya dan berlalu begitu saja. Gue langsung membaca kertas itu.
Trust me. Just trust me. I'm waiting for you, Ari.
Gue menghembuskan nafas gue perlahan agar jantung gue kembali berdetak dengan normal. Tapi tetap aja jantung gue berdebar-debar membayangkan apa yang akan terjadi disana. Alright Ari, you can do this.
Gue berjalan dengan pandangan lurus ke jembatan ini. Langkah gue mulai melambat saat gue hampir mencapai tengah jembatan. Apa ini ide yang buruk?
Gue memandangi ke sekeliling gue, mencari orang tersebut. Ugh, yang gue temukan malah pasangan-pasangan yang sedang bermesraan. Jangan-jangan Selena sama Lexie cuma ngerjain gue? Ini kan-
Wait. Sweater itu, gue kenal sweater yang lagi dipakai sama orang itu. Itu sweater limited edition yang setahu gue punya... Justin?
He is kissing with another girl. Again.
Jarak gue hanya beberapa meter dari mereka, dan mereka belum menyadari kehadiran gue. Mata gue mulai mengeluarkan air mata. Gue menggenggam ujung hoodie gue dengan erat. Gue menundukkan kepala gue. Cukup, gue udah cukup melihat Justin ciuman dengan gadis lain, dan itu udah benar-benar menyakitkan. Gue ngga mau tahu siapa gadis yang bersamanya. Why this is hurt so much?
Gue mulai terisak dan menatap pasangan yang berada di depan gue untuk terakhir kalinya. Dan gue mulai melangkah mundur.
"A-Ari?"ujar Justin kaget menatap gue. Dia menatap mata gue dan menatap hoodie dia yang gue pakai dengan kaget.
"Maaf g-gue pakai hoodie lo. G-gue bakal balikin besok,"ujar gue membalikkan badan gue dan langsung berjalan dengan cepat.
Justin meraih lengan gue, "A-Ari, please listen to me,"
"Gue harus pergi,"ucap gue tercekat.
"Aku ngga cium dia, Ri. Dia duluan yang cium aku,"lirik Justin masih memegang lengan gue.
"Gue bukan pacar lo lagi. J-jadi gue ngga peduli lo cium siapa,"ujar gue menunduk.
"Ari..."
"I'm tired, Justin. Gue mau balik ke hotel,"ujar gue menghentakkan tangan Justin dari lengan gue.
"Soal foto itu, aku mabuk, Ri. Hails ngasih aku banyak beer, dan aku sama sekali ngga sadar sampai-sampai aku cium dia. Please, Ari, I don't know what am I doing that day..."lirih Justin.
"Kalo lo beneran sayang sama gue, lo ngga mungkin lakuin itu. Mau mabuk ataupun ngga."ujar gue dingin, dan gue bisa merasakan air mata menjatuhi pipi gue. Justin menatap gue dengan pasrah.
"Please, I know you still love me, Ari,"ujar Justin memegang kedua bahu gue. Gue memberanikan diri untuk mengangkat kepala gue dan menatap kedua mata hazel itu.
"Kenapa kalo gue masih sayang sama lo? Gue emang masih sayang sama lo. Tapi gue sadar kalo ternyata selama ini lo ngga pernah membalas perasaan gue."ujar gue dengan bergetar. Pandangan gue bahkan udah blur karena air mata.
"Lepasin tangan lo dari bahu gue, dan lo bisa balik ke cewe lo,"ujar gue dingin.
"Aku lagi mencoba buat balik ke cewe aku yang seharusnya,"ujar Justin. Gue melepaskan pegangan Justin dan kembali berjalan ke tempat gue turun dari bus tadi.
Justin meraih bahu gue, "Ari..."
Tangan gue melayang menampar pipi Justin, menimbulkan suara yang nyaring. Gue menatap Justin dengan kecewa.
"A-Ari?"ucap Justin kaget memegang pipi kirinya.
"Gue kecewa, Just. G-gue... Gue benci sama lo,"ucap gue dan gue pun langsung berlari.
Samar-samar gue mendengar ucapan Justin, "I will always love you, Ari."
***
Justin POVGue menatap Ari yang berlari menjauh dengan nanar. She hates me.
Gue terduduk dan menyandarkan punggung gue ke pinggiran jembatan. Air mata menjatuhi pipi gue. Ari bahkan masih menyimpan hoodie gue dan memakainya tadi. Dia masih menaruh harapannya di gue, tapi gue mengacaukan itu. Gue ngga akan pernah punya kesempatan lagi buat memperbaiki kesalahan gue. Dia benci gue, dia bahkan nampar gue. Tamparan dia ngga lebih sakit daripada kata-kata dia. Gue mengacaukan semua kesempatan yang telah Ari beri ke gue.
"Apa aku pantas, Justin? Am I worth it?"
No, Ari. Kamu sama sekali ngga pantas buat disakiti. Apalagi disakiti sama orang bodoh kaya gue. Gue menjambak rambut gue keras. Apa jadinya hidup gue tanpa Ari di sisi gue?
"Justin..."panggil seseorang. Gue mengusap mata gue dengan kasar dan menatap orang tersebut.
"Gue melihat semuanya,"bisik Selena. Gue hanya menatap lurus ke depan.
"Gue udah usir Hailey," Gue masih terdiam mendengar ucapan Selena.
"Lo ngga salah, Just. Ari mungkin-"
"Ini salah gue. Dari awal ini salah gue, cowo macam apa yang dekat sama cewe lain waktu pacarnya pergi?"ujar gue.
"Gue bakal jelasin semuanya ke A-"
"Lo ngga akan bisa. She hates me,"lirih gue dan meneteskan kembali air mata gue.
"Just-"
"Makasih udah bantuin gue. Please tinggalin gue sendiri."ujar gue dingin.
Selena menepuk bahu gue, "Jaga diri lo baik-baik."
"Berharap aja kalo gue ngga akan lompat dari jembatan ini,"ujar gue memejamkan mata gue. Gue bisa mendengar langkah kakinya menjauh.
'Cause when I'm not with you
I'm weaker
Is that so wrong?
Is it so wrong
That you make me strong?- Strong (One Direction)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Feeling
FanfictionSemua orang tahu Ariana Grande - gadis manis dengan suara yang begitu indah. Semua orang pun mengetahui Justin Bieber - pria tampan dengan suara yang merdu. Bagaimana jika Ariana terjebak dalam pesona Justin, sedangkan Justin sendiri masih terjebak...