"permisi, ini kursiku." ujar Amy seramah mungkin kepada mahluk asing yang duduk di kursinya.
Orang itu menoleh, menatap Amy tak mengerti. Bukan tatapan ramah apalagi bersalah yang Amy terima melainkan tatapan yang berbicara,'sekarang ini kursiku, mau apa kau?'.
"Sorry, Am, aku udah ngomong ke dia, tapi dia nggak mau pindah." Ujar Sarah tiba-tiba.
Amy mulai naik pitam, ia melipat tangannya di depan dada dan menghentakkan kakinya. Ia tak habis pikir bagaimana mereka bisa disebut teman sedangkan mereka sama sekali tak peduli Amy sedang kesusahan disini.
"Kamilia, kau sudah selesai?" ujar sebuah suara.
Amy berbalik, tersenyum dan bergumam,"kau bercanda?"
"Belum, Pak."
"Apa yang kau tunggu? cepat selesaikan."
Amy menyapu seluruh kelas, nihil, tak ada satu pun kursi kosong. Kursi yang biasanya terlipat di sudut ruangan entah mengapa menghilang begitu saja saat ia membutuhkannya.
"Pak, sepertinya tidak ada kursi kosong, boleh saya ambil di gudang?" Ujar Amy. Di satu sisi ia mengaharap jawaban ajaib dari guru ini agar ia tak usah repot-repot membolak balik kursi usang yang mungkin masih layak dipakai.
"Silahkan."
Singkat saja, Amy meledak saat itu juga. Ia mengepalkan tangan dan melirik tajam ke arah siswa baru yang menurutnya tidak tau diri itu, dan teman teman yang menurutnya seperti mayat hidup, tak berperikemanusiaan.
--
Amy menelan ludah, bukan keputusan yang baik mendatangi gudang ini seorang diri. Di dalam pasti seperti rumah hantu, gelap dan berdebu. Ia melawan rasa takutnya terhadap kegelapan, setengah hati ia melangkah kedalam. Ia nyalakan lampu temaram agar suasana tak semakin menakutkan.
'hatcih.. hatcihh..'
"Ah nyebelin banget! emang ada murid transfer kelas dua SMA? Belagu banget pula." Gerutu Amy sambil membolak balik tumpukan kursi usang yang mungkin masih bisa digunakan.
Saat ia menarik salah satu kursi, tak sengaja ia menyenggol sebuah benda yang tentu saja jatuh menimpa kakinya. Sensasi berdenyut menjalar di seluruh kakinya, ia berjongkok memeriksa benda apa yang baru saja melukai kakinya. setelah ia membuka bungkusan hitam itu ternyata berisi sebuah transformator, pantas saja perih dan berdenyut.
--
"Amy mana sih, tinggal satu jam pelajaran* udah ganti mapel, dia ko' belum balik ya."
"temanmu tadi, kemana?" ujar teman sebangku Sarah yang baru dalam bahasa yang tidak Sarah pahami. Mungkin bahasa Jepang, Bahasa Mandarin atau bahasa Korea.
"Amy? kamu tanya dia kemana?" Terka Sarah, dan dibalas anggukan oleh teman sebangkunya.
"dia, ke gudang, you know warehouse?" Kalimat kikuk Sarah hanya ditanggapi anggukan oleh teman sebangkunya.
--
Amy menyeret kaki beserta kursi terbaik diantara yang paling usang. Saat ia hendak membuka pintu, macet. Ia terkunci di dalam. Pikirannya kosong tiba-tiba.
"Aku, terkunci di gudang?" gumamnya.
Ia menggedor-gedor dan menarik-tarik knop pintu itu. Seingatnya saat kesini gudang ini tidak terkunci dan bagaimana bisa ia tiba-tiba terkunci. Sendiri di ruang yang gelap sempit dan berdebu.
Ia berusaha menenangkan dirinya, panik tak akan menylesaikan masalah. Ia berinisiatif untuk menelepon Sarah, tapi sayang di gudang itu signal buruk sekali dan tentu saja tidak dapat menjangkau ponsel Sarah yang hanya berjarak kurang lebih tujuh puluh meter dari tempatnya berada.

KAMU SEDANG MEMBACA
Her Other Sides
Teen FictionHanya sepenggal kisah tentang Amy. Tentang gadis 16 tahun yang baru merasakan jatuh cinta dan patah hati untuk pertamakalinya. Tentang Amy, gadis 16 tahun yang memiliki banyak sisi lain yang tak pernah ia ungkapkan. Tapi bagaimana jika perasaan dan...