too Close

1.2K 71 2
                                    

Insiden bola liar itu masih membuat kepala Amy berdenyut. Ia tak habis pikir, kenapa ada cowok yang benar-benar tidak tau sopan santun. Apa semua cowok seperti itu?, bahkan bola konyol itu lebih berharga daripada kepalanya.

Sekarang Amy sudah mencapai dobel merana dan tripel kesel, dia tidak tau nama pelaku tembakan liar itu tapi ia ingat wajahnya.

"Awas saja sampe lusa ketemu." Geram Amy sambil merebahkan diri di tempat tidur dan segera mengakhiri hari ini.

~~

Baru saja menginjakkan kaki di ruang kelas, Amy langsung menunjukkan eyesrolling nya. Betapa tidak, ini baru hari Senin tapi tagihan tugas sudah berjajar rapi di papan pengumuman, dan pemandangan mengerjakan PR berjamaah membuatnya semakin jengah.

Memang Amy bukan termasuk murid pandai, tapi ia pekerja keras, walau hasilnya selalu kurang memuaskan tapi Amy selalu menerima dengan lapang dada walau sering dilanda kecewa.

~~

Setelah dijemur di terik matahari selama satu jam saat upacara bendera, kini mereka XI IPA 1, kelas Amy, dam XI IPA 2, kelas Ray, diharuskan kembali ke lapangan basket untuk menerima materi pelajaran Penjaskes.

'Prit.. prit..'

Lengkingan peluit panjang menandakan para siswa harus berkumpul dan segera memulai pelajaran.

"Baiklah anak-anak materi kita hari ini adalah teknik bermain bola basket."

"Seriously? Kenapa tidak yang lain saja, senam lantai atau lari sprint, asal bukan sesuatu yang berhubungan dengan bola." Protes inner Amy.

"Karena ini hanya latihan jadi bapak minta kalian mencari partner dua perempuan dengan satu laki-laki mengingat kelas XI IPA 1 sangat kurang dalam materi ini, bapak mohon kerjasamanya, silahkan mencari partner masing-masing, dan jangan ribut." Jelas Pak Joni panjang lebar.

Satu, dua, tiga..

Amy menghitung mundur sebelum apa yang dibayangkannya benar-benar terjadi.

'Ray! Ray! Satu kelompok denganku ya!'

'Sama aku aja Ray! Kamu kan jago main basket.'

Dan seperti itulah para cewek kalau disuruh mencari partner. Dan itu membuat Ray sangat malas meladeni mereka. Tapi disela-sela kerumunan cewek-cewek itu ia melihat sekelebat bayangan menjauh. Dari posturnya yang bisa dikatakan pendek, Ray yakin dia pasti cewek.

Ia berusaha keluar dari kerumunan itu, dan akhirnya berhasil.

"Hei, berhenti!" Seru Ray.

Amy merasa sangat familiar dengan suara itu. Ia berhenti dan berbalik, dan benar saja, cowok itu sedang berjalan setengah berlari menuju ke arahnya.

Setelah cukup dekat Amy bisa mengenali siapa yang memanggilnya tadi.

Dia adalah orang yang kemarin lusa membuat Amy dongkol maksimal, dan ingin sekali Amy jitak kepalanya.

"Apa kau sudah ada partner?" Tanya Ray.

"Sudah." Jawab Amy datar.

"Siapa?" Tanya Ray lagi.

"Vino dan Sarah." Jawab Amy singkat kemudian hendak melenggang pergi namun tangannya ditahan Ray.

"Hahaha... kau jangan bercanda! Kau lihat siapa di depan menara ring itu?" Ujar Ray sambil menunjuk menara Ring di seberang mereka.

Disana ada Vino yang mengajari Sarah dan Wina teknik untuk shooting.

Amy memicingkan matanya malas. Malas menanggapi ocehan Ray yang ingin sekali ia jitak.

"Dengar, aku tidak tau siapa namamu, dan yang sembarangan melempar bola hingga mengenai kepalaku kemarin lusa, jadi bukankah logis aku tidak mau mengambil resiko yang sama." akhirnya Amy angkat bicara.

Ray mengangkat sebelah alisnya mendengar ocehan Amy tanpa jeda.

"Please! buat ini jadi mudah, cuma aku, kau dan... Rosa yang belum mendapat partner. Dan kau tidak ingin dijemur disini sampai jam terakhir kan?" Ujar Ray bernegosiasi, tapi lebih mirip ancaman.

Akhirnya, dengan berat hati Amy menyetujui tawaran Ray. Itu juga demi keselamatannya.

~~
"Hap! Yey! Masuk!" Seru Rosa. kegirangan.

"Giliran kamu tuh Am!" Seru Ray.

Amy berdiri dengan malas dan melakukan satu lemparan shoot asal-asalan. Ia takut kalau melakukan dengan benar malah akan mengenai orang disekitarnya.

"Hei! Lakukan dengan benar dong!" Seru Ray melihat Amy yang men-shoot dengan asal-asalan.

Tak tahan dengan sikap Amy, Ray berdiri dan mengajarkan langsung bagaimana cara shooting.

Ray memposisikan diri di belakang Amy, ia meraih tangan kiri dan tangan kanan Amy yang sedang memegang bola. Ia mengarahkan tangan kiri Amy menahan bola dari samping dan tangan kanan dan membentuk sudut sekitar sembilan puluh derajat dari bawah dan menekuk sedikit lututnya sebagai kuda-kuda.

"Nah posisinya udah bener, abis ini dorong tangan kanannya dan kakinya agak jinjit setelah hitungan ke tiga ya." Aba Ray.

Masih dengan wajah yang sulit dideskirpsikan Amy mengikuti aba-aba Ray.

satu... dua... tiga...

'dungg.. plung..'

Masuk. Tepat sasaran. Amy berdecak kagum dengan dirinya sendiri. Ia masih belum sadar Ray masih memegang tangannya. Sampai sebuah dehaman membuyarkan decakan Amy.

"Ekhem!!!"

Menyadari semua mata mengawasi mereka Ray segera melepas tangannya dan menyingkir ke tepi lapangan.

Amy masih disana, menatap balik teman-temannya yang menatapnya... aneh atau iri.

"Am, aku iri padamu." Ujar Rosa saat Amy duduk di sebelahnya sambil mengibas-kibaskan tangannya untuk mengusir hawa panas.

"Untuk?" Tanya Amy balik.

"Kau dan Ray, kau tidak sedang mencoba merayunya, kan?"

'Apa? Merayu?' Inner Amy meradang, ingin sekali ia robek mulut si Rosa.

"Aku, tidak akan kalah darimu Am." Ujar Rosa.

Amy mengerutkan kening semakin tidak mengerti. Sebenarnya apa maksud gadis yang otaknya paling encer di kelas itu. Bukankah si Rosa selalu unggul dalam segala hal daripada Amy.

______________________________
CCA(Cuap-Cuap Author)

Huwala... maaf banget kalau alurnya gak jelas dan feelingnya gak dapet dan kesannya maksaim banget *bow*. Tapi makasih buat sekedar ngintip story ku yang super duper gak jelas ini. Voment juseyo ^^v

Her Other SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang