Gadis beriris mata olive itu melangkahkan kakinya malas. Masih lima menit lagi Bel istirahat berbunyi, tapi ia sudah berada di luar kelas.
Tak masalah memang, karena sang guru mapel memperbolehkan siswanya istirahat lebih awal. Dan itu Amy manfaatkan sebaik-baiknya.
Jika kalian pikir Amyㅡyang notabene pecinta makananㅡ langsung berhambur ke kantin dengan wajah cerah, kali ini tebakan kalian meleset. Amy tengah melangkahkan kakinya malas di koridor laboratorium IPA yang dipisahkan tangga menuju aula di lantai tiga, padahal kelasnya ada di lantai satu.
Entah, apa yang ia lakukan di tempat sepi dan jarang dikunjungi seperti ini seorang diri. Apalagi banyak cerita beredar bahwa deret ruang di lantai tiga itu angker.
Tapi Amy tak peduli, ia hanya ingin mencari ketenangan, dan mungkin sedikit bernostalgia disini.
Amy tersenyum kecut. Ia menyalakan lampu aula, sehingga ruang yang gelap itu terang benderang.
Ia melipat tangan di depan dada, dan melangkah melewati kursi-kursi yang masih tersusun rapi.
~~
Ray masih pada posisinya. Duduk di depan Mrs. Wirya dengan wajah penuh tanya. Ada apa ia memanggilnya kemari, apa ia akan memberinya project lagi.
"Oh, iya Ray, mana Kamilia?" Telisik Mrs. Wirya yang ternyata menunggu Amy.
"Tidak tau Mrs., tadi saya cari ke kelasnya, tidak ada." Ujar Ray.
"Baiklah, Ibu cuma mau ngasih selamat buat kalian, karya tulis kalian dapet posisi tiga." Jelas Mrs. Wirya.
"Betul Mrs.?"
"Iya, betul, kata tim juri substansinya tidak melenceng dari topik dan Englishnya, gini." Ujar Mrs. Wirya sembari mengangkat dua ibu jarinya ke udara.
Mata Ray berbinar, ia sangat berterimakasih pada Amy dan juga Rosa. Ia tau Rosa bukan anggota tim, tapi berkat koreksi dari Rosa pula mereka berhasil menyabet posisi tiga.
Tak butuh waktu lama bagi Ray untuk menemukan Rosa. Gadis itu sedang membaca buku Biologi di bangku taman ditemani teh botol dingin.
Ray mendekat dan menepuk pelan bahu Rosa,"Ros?"
Rosa terhenyak dan menoleh, ia mendapati Ray duduk di sebelahnya dengan wajah berbinar. Itu sudah membuat khayalan Rosa membumbung, kalau ia akan memenangkan kompetisi konyol ini dari Amy. Mengingat Rosa adalah paket lengkap dan rival yang cukup berat bagi Amy.
Rosa tersenyum,"ada apa, Ray, tumben nyamperin aku." Ujarnya sambil menggeser duduk menghadap Ray.
"Nggak, cuma mau bilang makasih."
"Makasih? Buat apa?"
"Buat koreksinya di science writting project kemaren itu." Jelas Ray
"Oh, itu, iya sama-sama."
Rosa tersenyum, khayalannya sekali lagi membumbung tinggi, sampai ia tidak sadar Ray memperhatikannya ngeri.
"Ros, Amy mana?" Tanya Ray saat pikiran Rosa sedang tak menapaki bumi.
"Lantai tiga." Ujarnya tak sadar.
Ray beranjak menuju tempat yang dimaksud Rosa.
Menyadari Ray tak disampingnya, Rosa ikut beranjak dan mengekor dibelakang Ray.
Tentu Ray menyadari keberadaan Rosa, tapi ia memilih untuk tak mempedulikannya.
Tinggal selangkah lagi anak tangga itu berakhir, tapi agaknya ini tak semulus perkiraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Other Sides
Ficção AdolescenteHanya sepenggal kisah tentang Amy. Tentang gadis 16 tahun yang baru merasakan jatuh cinta dan patah hati untuk pertamakalinya. Tentang Amy, gadis 16 tahun yang memiliki banyak sisi lain yang tak pernah ia ungkapkan. Tapi bagaimana jika perasaan dan...