Personality 3: Unpredictable

900 59 2
                                    

Amy menghentikan motornya tepat di depan rumah Ray. Ia turun, dan menepuk-nepuk bahu Ray berusaha membangunkan Ray.

"Ray, bangun kita udah sampai." Ujar Amy lembut.

Ray membuka kelopak matanya yang amat berat dan berjalan gontai menuju pintu rumahnya.

Amy yang biasanya cuek dan dingin dengan orang yang masih dianggapnya asing, kali ini entah sedang kena angin apa, ia dengan raut wajah khawatir, memapah Ray yang bisa ambruk kapan saja sampai ke depan pintu.

'tingtongtingtong...'

Tak lama setelah Amy memencet bell rumah Ray sesosok wanita seusia Ibunya muncul dari balik pintu.

Wanita yang ternyata adalah Mama Ray itu sedikit terkejut melihat keadaan anaknya yang setengah sadar.

Tak membuang waktu, Ray langsung masuk dan naik ke lantai atas menuju kamarnya.

Amy yang dilempari tatapan menginterupsi dari Mama Ray buru-buru memperkenalkan diri.

"Halo, Bibi, saya Amy temannya Ray." Ujar Amy memperkenalkan diri.

Air muka Mama Ray berubah, tak lagi tatapan menginterupsi, melainkan sorot mata selamat datang.

"Amy, mau masuk dulu? Bibi buatkan minum." Tawar Mama Ray.

"Tidak usah repot-repot Bibi, Amy juga mau pamit." Tolak Amy.

"Yaudah kalau begitu, makasih ya sudah ngantar Ray, maaf ngerepotin, kalau ada waktu main kesini ya." Pesan Ibu Ray.

Amy mengangguk dan pamit.

~~

Amy mengayun-ayunkan HPnya, ia bimbang. Haruskah ia menanyakan keadaan Ray tapi nanti itu malah mengganggunya.

"Hayo!" Teriak Via, kakak perempuan Amy, yang otomatis membuat Amy terlonjak kaget.

"Ih! Kak Via ni apa-apaan sih, kalau aku jantungan gimana? Lagian masuk kamar orang gak ngetuk pintu dulu." omel Amy.

Via yang mendengar omelan Amy hanya bisa terkikik geli. Baginya menjahili Amy yang tak kunjung terlihat seperti anak SMA menjadi keseruan tersendiri.

"Ih, Amy sensi amat sama Kakak sendiri. Lagian siapa suruh ngelamun, ntar kesambet loh!" Goda Via.

"Kakak apaan sih! Amy udah gede, kak!"

"Beneran? Kok malem minggu gini nggak ada yang ngapelin." Goda Via lagi sambil mencubit kecil pipi Amy.

"Itu karena.... Amy anak baik-baik. Udah deh kak udah malem, Amy mau tidur." Ujar Amy sambil menarik selimut.

Via tak lagi menimpali ocehan adiknya. Ia tau betul adiknya sedang dalam masa lonjakan hormon dan emosinya sangat tidak stabil.

"Kalau ada apa-apa cerita ke Kakak ya sayang, kamu nggak sendiri." Ujar Via di sebelah kepala Amy yang sebagian tak tertutup selimut.

Sedetik kemudian Amy mendengar derit pintu kamarnya yang sudah tertutup sempurna. Ia membuka selimutnya, menghirup dalam dalam oksigen yang terasa menipis di sekitarnya.

'Kakak, apa dia semacam mind-reader? Ah bodohnya~ kita kan saudara apalagi dia kakak, pasti sensitifitasnya lebih tinggi dari aku. Bahaya!'

Tapi bayangan Ray begitu mengganggunya, ia tak tahan ingin menanyakan kabar Ray.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Ray, ia masih terjaga, istirahatnya terganggu gara- gara bayangan deadline karya tulis ilmiah harus ia kumpulkan dalam waktu kurang dari seminggu, belum lagi tugasnya sebagai siswa dan masih banyak hal yang memebani pikirannya.

Her Other SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang