Amy berjalan menuju kursi yang terletak di sudut kafe menghadap dinding kaca besar. Ia tau bahwa yang sedang duduk disana adalah Nathan tapi yang tidak ia mengerti siapa perempuan yang duduk di sebelahnya.
***
Setitik keraguan muncul di benaknya. Tapi sepertinya kakinya memiliki pikiran sendiri untuk terus berjalan mendekat.
Tinggal beberapa langkah lagi hingga Nathan menyadari kedatangan Amy. Ia melambaikan tangan ke arah Amy sembari tersenyum.
Hangat.
Darah Amy berdesir. Senyum itu selalu ia rindukan. Senyum itu pula lah yang mengikis keyakinan Amy terhadap perasaan sepihaknya. Senyum Nathan, sikap manisnya, memabukkan. Sayang, hanya Amy sendiri yang merasakan.
Langkahnya terhenti sekitar satu setengah meter dari tempat Nathan. Ia terlihat bodoh. Berdiri di depan Nathan dengan tatapan kosongnya. Ia seakan lupa sedang dimana.
Perempuan itu masih disana. Duduk menyilangkan kaki sambil menopang dagu. Sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas memandang ke arah Amy.
"Ehem." Sebuah dehaman kecil menyentak jiwa Amy kembali ke tempat semestinya.
"Eh, euh, aku ganggu ya?" ujar Amy kikuk.
"Bodoh." erangnya.
"Aku pikir kita cuma mau ngobrol berdua, Kak," ujarnya langsung. Amy berkata sambil mengalihkan pandangan kepada gadis di sebalah Nathan, Indy-- mantan pacar Nathan. "Ternyata Kak Indy ikut juga?" lanjut Amy sarkas.
Amy membenci Indy dengan segala kesempurnaan yang Indy miliki. Indy cantik, lemah lembut, sedikit lebih pintar dari Amy dan perawakannya tinggi. Dari segi fisik Indy jauh lebih unggul dari Amy. Amy tidak membenci Indy karena ia iri, Amy membenci Indy karena ia tega meninggalkan Nathan demi seseorang yang menurut Amy tidak lebih baik dari Nathan.
Tapi sekarang disinilah mereka, berada pada satu lingkaran. Nathan, masa lalunya, dan Amy. Amy tidak habis pikir kenapa Nathan masih bisa bercengkrama dengan orang yang jelas-jelas pernah menorehkan luka di hatinya. Tapi hal itulah yang membuat Amy semakin jatuh pada pibadi Nathan.
"Apa kalian udah janjian?" ujar Indy akhirnya.
"Ya, kami janjian tadi, tapi pas sampe sini malah ketemu kamu, yaudah ngobrol dulu," terang Nathan.
"O.. aku ngerasa jadi tamu tak diundang," ujar Indy sambil terkekeh.
"iya emang... jauh jauh sana dari kami... dasar ulat bulu..." batin Amy meradang.
"Mau disini aja atau disana?" tawar Nathan sambil melempar pandangan ke private room berdinding kaca.
"Eh, kalo gitu aku duluan deh, temenku udah dateng." Ujar Indy sambil melempar pandangan ke pintu masuk kafe.
"oh, iya Ind, have fun ya." Ujar Nathan sambil membalas lambaian Indy yang berlalu menghampiri temannya.
Sedetik setelah kepergian Indy Amy seketika disergap rasa canggung. Ia yang sedari tadi diam melihat tingkah Indy dan Nathan kini berpikir keras bagaimana cara mencairkan suasana di tengah dentuman jantungnya yang mulai menggila.
"Pesen sesuatu, Am?" Ujar Nathan sembari duduk yang berhasil menyeret Amy keluar dari pikirannya.
"Eh, Strawberry milkshake pake topping es krim vanilla low calories."
Nathan mengangkat tangannya, melambai ke arah pramusaji dan ditanggapi oleh pramusaji tersebut.
"Ada yang bisa kami bantu Mas, Mbak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Other Sides
Teen FictionHanya sepenggal kisah tentang Amy. Tentang gadis 16 tahun yang baru merasakan jatuh cinta dan patah hati untuk pertamakalinya. Tentang Amy, gadis 16 tahun yang memiliki banyak sisi lain yang tak pernah ia ungkapkan. Tapi bagaimana jika perasaan dan...