Dua minggu berlalu berlalu sejak terakhir kali Amy menemui Ray di rumah sakit.
Otak Ray secara teknis sudah menghapus Amy dari ingatannya. Tak ada alasan bagi Amy untuk menempel kepada cowok itu. Amy pikir hidupnya akan kembali normal.
***
"Teman-teman! Minggu ini kita free pelajaran, karena apa, sekolah kita sedang memperingati Hari Lingkungan Hidup Nasional, jadi kita diminta untuk membuat mading semenarik mungkin, temanya tentang menjaga kelestarian lingkungan, pokoknya itulah ya, jadi mohon partisipasinya ya." Ujar sang ketua kelas.Dari nada bicaranya ia terdengar sangat bersemangat.
'Majalah dinding ya,' ia tersenyum miris.
Amy melirik malas kepada seseorang yang duduk tepat di belakang Rosa. Pikirannya mulai berputar, memproyeksikan kenangan satu tahun yang lalu, kenangan yang membuatnya begitu meragukan apa arti dari sebuah pertemanan. Apakah itu hanya sebuah kiasan.
--
Walau semalam hujan, langit pagi ini begitu cerah. Udara sejuk dan hangat matahari bercampur menjadi satu.
Gadis berambut pendek sebahu, dengan wajah tanpa ekspresi masuk ke dalam ruang kelasnya. Ia melihat teman temannya sedang asyik meneruskan pekerjaannya semalam, membuat majalah dinding. Tak seperti kemarin, tak satupun dari mereka menghiraukan kedatangan gadis ini.
'Cih, pasti gara-gara aku gamau nurut buat ikut milahin sampah jadi kaya gini, dasar tukang carmuk.' Batin Amy.
Semenjak sekolah berniat menyabet penghargaan "School of Life Environment", para siswa dituntut untuk lebih peduli terhadap tingkah-laku mereka yang berdampak pada kelestarian lingkungan.
Dimulai dari pemilahan antara sampah organik dan anorganik, walaupun sepele tapi hal ini memiliki poin besar dalam ajang bergengsi itu.
Akhir-akhir ini, kelas sepuluh IPA satu-lah yang terlihat paling rajin memilah dan membuang sampah ke tempat penampungan sampah induk-yang notabene Amy juga menempati kelas itu. Dan hal itu pula yang membuat para guru salut dan memuji niat baik mereka.
Berbeda Amy, yang menanggapinya biasa, berbeda pula Dona. Gadis ini seperti memiliki sebuah obsesi untuk menjadi sorotan dan dielu-elukan. Dialah yang paling bersemangat karena saat guru bertanya siapa motor dibalik 'kerja bakti' itu, mereka kompak menunjuk Dona, tak terkecuali Amy saat itu.
Tapi semua berubah, saat kemarin Dona mengomando 'pasukannya' untuk memilahi sampah, -tak hanya bak sampah kelas mereka, tapi seluruh bak sampah yang ada di sepanjang koridor ruang kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas. Tapi Amy menolak untuk andil dalam kegiatan itu, ia merasa ide Dona itu konyol, ia memilih untuk tidak ikut campur.
Tak sedikitpun terbersit di benak Amy bahwa ia akan menerima sebuah pengabaian seperti ini. Ia pikir setiap siswa memiliki kebebasannya sendiri tapi ternyata mereka terjebak dalam sebuah sistem dengan topeng 'pertemanan'.
--
Senyum miris mulai terkukir di bibir tipisnya. Matanya hanya menatap malas teman-temannya yang larut dalam kegembiraan jam kosong.
Drama. Sandiwara. Mungkin itulah kata-kata yang kiranya pas untuk menerangkan perlakuan Dona, tak hanya Dona, tapi juga pengikutnya, kepada Amy sejak setahun yang lalu.
Meskipun bibirnya tersenyum, sorot mata yang teduh dan mengisyaratkan seseorang yang bersahabat, tapi, bagi Amy itu semua palsu.
Sekali lagi pandangannya menyapu seluruh ruangan. Tampak 'teman-temannya' bahu membahu membersihkan mading lama untuk digantikan dengan yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Other Sides
Teen FictionHanya sepenggal kisah tentang Amy. Tentang gadis 16 tahun yang baru merasakan jatuh cinta dan patah hati untuk pertamakalinya. Tentang Amy, gadis 16 tahun yang memiliki banyak sisi lain yang tak pernah ia ungkapkan. Tapi bagaimana jika perasaan dan...