Personality 16: Overflow

313 13 5
                                    

Malam ini langit sedang cerah, tak ada awan menggumpal di atas sana. Bulan penuh bersinar dengan cantiknya, kerlip bintang terlihat begitu jelas, meskipun sesekali terhalang awan cirrus.

Ray sangat menikmati pemandangan ini. Dari gazebo belakang rumah, ia berbaring sambil melipat sebelah tangannya ke belakang kepala.

Sesekali ia menarik nafas panjang, di kepalanya berputar adegan tadi sore dimana wajahnya dan Amy hanya berjarak tak lebih dari dua ruas jari.

Ia angkat tangannya yang lain, seperti akan memetik salah satu bintang yang bertaburan bak berlian.

"Ray."

Sebuah suara yang ia kenal mengusiknya, membuyarkan fantasinya yang sedang terbang bersama bintang.

"Ngapain?" Ujarnya.

"Masak air, biar mateng." Jawab Ray dengan malasnya.

Jason hanya geleng-geleng dan tersenyum simpul mendengar jawaban sembarangan sepupunya itu.

"Tadi sore ngapain?"

"Kepo," jawab Ray singkat.

"Yaudah, tanya Amy sendiri aja,"

"eits!" Ray bangun dari posisinya, menahan tangan Jason yang ingin merogoh sakunya.

Jason tersenyum lebar dan siap mendengarkan cerita Ray.

"Tadi sore, aku cuma kasih Amy, yogurt kesukaannya, sama bilang makasih,"

"Terus..."

"Udah, pulang."

"Kamu nggak ngomong sesuatu gitu?" Ray menggeleng dan memposisikam diri untuk kembali berbaring.

"Yah... kirain, kamu nembak dia apa gimana gitu," ujar Jason dengan kekecewaan tersirat disana.

"Tapi..." Ray menggantung kata-katanya.

Jason yang semula layu, kembali segar karena Ray sepertinya memiliki bagian yang lupa ia katakan.

"Tapi..." Ray mengulas senyum yang membuat Jason semakin gemas.

"Tapi aku beneran nggak liat tanggal kedaluwarsanya pas beli yogurt buah itu. Semoga Amy nggak apa-apa deh."

Jason menatap Ray dengan tatapan super aneh. Ia tak habis pikir dengan sepupunya ini, kenapa dia tidak peka sekali.

------

Amy mengulas senyumnya memandangi yogurt buah hadiah dari Ray yang baru ia keluarkan dari kulkas.

Ia memegangi pipinya yang terasa panas mengingat kejadian tadi sore. Jantungnya berdetak dua kali lebih kencang perutnya juga seperti diterbangi ribuan kupu-kupu.

Ia mengusap perutnya yang terasa sangat aneh, ia pernah merasakan ini, sangat gugup.

"Ini bikin aku inget ke Kak Nathan," gumamnya.

'ah, bodoh, ngapain mikirin Kak Nathan yang jelas-jelas nggak pernah ngelihat aku? Tapi kan... Ah pokoknya aku musti secepatnya ngelurusin ini ke Kak Nathan, biar nggak jadi salah paham. Tapi emang aku berani? Harus!'

Amy mengepalkan tangan, mengerutkan dahi hingga kedua alisnya hampir bertautan. Ia ingin mengakhiri perasaan sepihak ini secepatnya. Ia pikir sia-sia saja menyimpan perasaan itu seorang diri, lagipula sebenarnya sudah jadi rahasia umum kalau Amy menyukai Nathan, bahkan mungkin Nathan juga tau hal ini, hanya saja ia memilih diam.

---------

Bel istirahat baru saja berbunyi, tapi kelas sudah hampir kosong. Mereka berhambur ke pusat persediaan logistik untuk mengisi kembali tenaga yang hampir kosong setelah tiga jam penuh bertempur, ya walaupun ada beberapa yang mencuri waktu pergantian jam pelajaran untuk mengisi kembali logistik mereka.

Her Other SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang