Perlahan mata almond itu mulai terbuka, rasa pusing menyergapnya tatkala seberkas cahaya menerobos masuk pupil matanya.
Kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya, namun tangannya perlahan bergerak mengikuti intuisinya untuk menombol satu-satunya tombol yang berada di sebelah kanan tangannya.
Tak lama kemudian seorang dokter dan dua orang perawat masuk, salah satu dari mereka melepas masker oksigen yang melingkupi sekitar mulut dan hidung Ray dan menggantinya dengan selang kecil dan perawat yang lain kembali keluar atas isyarat dari dokter.
Dokter itu memeriksa detak jantung, tekanan darah dan denyut nadi Ray, semua yang dokter itu katakan dicatat oleh perawat yang masih tinggal. Saat hampir selesai dokter memberikan sebuah injeksi ke tabung infus Ray yang tak tau isinya apa.
Ray termenung, ia menyadari ada yang kurang. Ia sendirian di ruangan ini. Tidak benar-benar sendiri, setidaknya ada pasien lain yang terbarinhg lemah di kanan dan kirinya.
--
Akhirnya mereka sampai juga di tempat yang ditunjukkam Google Maps, walau tak ada yang yakin kalau itu rumah Amy.
"Apa ini rumahmu?" Tanya Jason yang sontak membuat Amy terbangun.
Ia mengucek matanya sambil memfokuskan penglihatannya, "Apa? Mana? Oh iya benar, terima kasih sudah mengantarku,"
Setelah mengucapkan terima kasih ia pun turun, "Hati-hati di jalan."
Ujarnya ketika mobil itu perlahan melaju.
--
From: Bibi Ima
Bibi ke rumah sakit, sepupumu sudah siuman.Jason membuka aplikasi translator yang terinstall di ponselnya dan menyalin pesan dari bibinya kesana.
"Paman, kita ke rumah sakit Kasih Bunda, ya."
--
Sesosok laki-laki dan wanita berusia empat puluhan berjalan gelisah menyusuri lorong IGD yang langsung terhubung ke ruang ICCU, saat sampai ke ruang ICCU mereka segera mengganti pakaiannya dengan pakaian biru muda.
"Ray, kamu sudah siuman nak?" Ujar wanita itu sambil memeluk putranya yang setengah berbaring. Ia tak kuasa menahan airmata bahagia tatkala melihat wajah pucat anaknya menyunggingkan seulas senyum saat mereka tiba.
"Jagoan Papa memang kuat," ujar Papa Ray sambil mengusap puncak kepala anaknya itu.
"Papa," Ray tersenyum lagi, kali ini lebih lebar dari senyum yang tadi, kerinduannya akan sosok Papa sepertinya sedikit terobati.
"Kamu kan baru siuman, posisinya kok udah setengah duduk?"
"Gapapa, Pa, kata dokter Ray udah cukup kuat, dua hari lagi paling udah dibolehin pulang," jawab Ray santai
"Hai, dude, kau sudah siuman?" Ujar seseorang yang tiba-tiba muncul dengat tampilan yang sangat modis walau sedang dibalut pakaian pemgunjung ICCU.
Ray tersenyum, senyum kikuk lebih tepatnya, ia seperti tak mengenali sosok yang sedang berada di hadapannya ini, namun tak seorangpun menyadarinya.
Sepertinya ia mengalami benturan keras di bagian kepala kanan hingga mengganggu memori otaknya.
"Halo, Paman, Bibi," sapanya ramah.
Tak lama setelah kedatangan seseorang yang tidak dikenali Ray, datang seorang perawat, ia meminta Papa dan Mama Ray untuk datang ke ruang dokter.
Sebelum pergi, Papa Ray mencium kening putranya dan menitipkannya kepada sosok yang baru saja datang, yang Ray belum mampu mengingatnya.
"Kau siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Other Sides
Teen FictionHanya sepenggal kisah tentang Amy. Tentang gadis 16 tahun yang baru merasakan jatuh cinta dan patah hati untuk pertamakalinya. Tentang Amy, gadis 16 tahun yang memiliki banyak sisi lain yang tak pernah ia ungkapkan. Tapi bagaimana jika perasaan dan...