Cuaca siang ini lumayan bikin gerah. Segerah aku menghadapi Dylan.
Setelah acara gendong-gendong gak jelas tadi, disinilah aku sekarang. Duduk bareng Dylan diwarung bakso pinggir jalan.
Ngakunya mau ngantar pulang, taunya malah nyulik aku kesini. Kayak gini bisa dibilang nyulik juga, kan?
Aku masih aja was-was dengan tingkah anehnya Dylan ini. Mungkin orang-orang bakal bilang ini tuh wajar-wajar aja. Tapi menurutku ini benar-benar mencurigakan.
Sepertinya apapun tentang Dylan pikiranku tidak pernah positive. Selalu ada saja yang membuatku berpikiran macam-macam.
Sejak kejadian memalukan waktu itu, aku berharap tidak akan pernah bertemu Dylan lagi, sekalipun dalam mimpi.
Tapi ternyata Tuhan punya rencana lain. Tuhan mempertemukan kita berdua lagi. Seolah-olah aku dan Dylan ditakdirkan untuk saling berhubungan.
"Kenapa? Baksonya nggak enak ya?" suara Dylan membuyarkan lamunanku.
"Baksonya sih enak. Temen makannya yang nggak enak" cibirku pelan.
Dylan tersenyum. "Dienakin aja. Ntar lo biasa kok berduaan sama gue" katanya sembari menyantap kembali baksonya.
"Idiih," aku mendengus. "Siapa juga yang mau berduaan sama lo?"
"Ya lo lah. Buktinya sekarang kita lagi makan berdua"
Selera makanku mendadak hilang. Harusnya bakso dihadapanku ini enak. Tapi kalau situasinya kayak gini, makan bareng Dylan rasanya jadi hambar.
Aku menggeser mangkok bakso kearah Dylan. Dylan mengangkat sebelah alisnya. "Gue udah kenyang" kataku.
"Bukannya lo baru makan dua sendok?" tanyanya.
"Iya. Tapi gue mendadak kenyang"
Dylan menatapku sedikit agak lama. Membuatku jadi sedikit salah tingkah ditatap seintens itu. Apalagi sorot matanya ngingatin aku dengan kejadian beberapa tahun lalu.
Tiba-tiba Dylan bangkit berdiri. Berpindah duduk disebelahku.
"Mau apa lo?"
Dylan mengaduk-aduk kuah bakso, lalu menyendokkan bakso beserta kuahnya dan mengarahkannya ke mulutku "Buka mulut lo"
"Iih. O-gah. Gue nggak mau!" tolakku mentah-mentah.
Niat banget ni anak nyuapin. Nggak bakalan aku mau! Titik!
"Chery Haninda. Buka mulutnya dong. Malu tau diliatin orang-orang"
Aku melirik keadaan sekitar. Ternyata benar, seisi warung menatap penasaran kearah meja ini. Kalau udah begini, aku bisa apa?
"Naah, gitu dong. Harus banget ya gue suapin?" katanya setelah berhasil menyuapinku.
"Ak lagi dong,"
Aku menggeleng. "Gue kenyang, Lan. Lagian gue malu, tau"
"Kenapa harus malu? Kita kan nggak nyuri"
Pada akhirnya aku pasrah-pasrah saja disuapin Dylan kupret. Lebih baik aku menurut agar cepat-cepat pergi dari warung ini.
"Tuh kan habis. Lo laper tapi gengsi. Gengsi gak bikin kenyang loh" katanya sambil nyubit pipiku.
Aku menepis tangannya dengan kasar. "Apaan sih lo" sungut gue.
Dylan tersenyum hangat. "Abis ni mau kemana lagi?"
"Lo pikir gue mau jalan gitu sama lo?" seruku. "Sori aja. Gue mau pulang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chery [21/21 END]
Novela JuvenilAku pengennya kisah cintaku berakhir manis seperti namaku, Chery. Dan aku tidak akan sudi jika kisah cintaku disamakan dengan ftv yang sering ditayangkan televisi. Namun pada kenyataannya, sebuah drama adalah bagian dari kisah nyata sehari-hari. Kal...