Akhir-akhir ini pikiranku sedang kacau. Banyak sekali yang mengganggu pikiranku, salah satunya tentang Nino.
Kejadian di mall tempo hari masih misteri bagiku. Kenapa bisa Nino dan Dara jalan berdua setelah tragedi dimana——Dara menyiramku dengan air.
Bahkan sampai sekarang, Nino tetap bungkam. Dan aku tidak berniat menanyakan langsung. Entah aku bodoh atau apa, aku malah berharap Nino dengan sendirinya menjelaskan padaku.
Ya Tuhan, ini benar-benar rumit.
"Cemberut mulu," Ratu menarik pipiku pelan. "Kenapa sih?"
Aku menatapnya ragu-ragu. Apa aku harus menceritakan padanya? Setidaknya beban pikiranku akan berkurang setelah berbagi dengannya.
"Hei..." lagi-lagi Ratu menarik pelan pipiku. "Melamun lagi kaan. Ada apa sih?"
"Ra..." panggilku pelan.
Ratu mengernyit. "Ya? Kenapa?"
"Ng—— kemarin sore. Eh bukan——maksud gue kemarin-kemarinnya lagi"
Ratu mengangguk. "Terus?"
"Gue nemeni Nara beli kado. Terus——"
Kalimatku terpenggal ketika Dylan masuk kedalam kelas. Tatapannya fokus pada layar ponsel ditangannya dan berjalan tergesa-gesa menuju bangkunya.
Aku mengernyit ketika Dylan mengambil tasnya dan berjalan keluar kelas. Kakiku dengan sendirinya berlari menghampirinya dan menarik lengannya.
Namun sayang, ponsel layar sentuhnya yang kuyakin cukup mahal itu, meluncur dengan mulus ke lantai. Hingga menghasilkan bunyi yang cukup keras dan sanggup mengalihkan perhatian murid-murid yang berlalu-lalang.
Dylan mengerutkan hidung ketika melihat keadaan ponselnya. Aku sendiri menunduk ketakutan dan tak berani menatap Dylan.
Tahu-tahu Dylan mengacak pelan rambutku. "Kenapa?"
Barulah aku mendongak. Wajah Dylan tak menunjukkan tanda-tanda kemarahan atau jengkel. Yang kulihat hanya senyum hangatnya yang sudah lama tak kulihat.
"Sori..." ucapku hampir menangis.
Dylan malah terkekeh pelan. "Nggak apa-apa. Ada apa?"
"Tapi——"
"It's oke. Ada apa narik lengan gue?"
Aku memilin jari kelingkingku. "Lo... mau kemana?"
"Oh. Gue mau pulang"
"Pu——lang?"
Dylan mengangguk. "Ada urusan"
"Urusan apa?" tanyaku pelan.
"Bukan apa-apa" Dylan tersenyum lembut. Tiba-tiba tatapannya berubah serius. "Belajar yang rajin ya. Jangan pacaran mulu. Dan soal kemariin... lupain aja. Jaga diri baik-baik"
Setelah mengatakan itu, Dylan berjalan meninggalkanku. Aku terus menatap punggungnya yang kian menjauh. Dan entah kenapa kali ini aku merasa, aku tidak akan pernah melihatnya lagi setelah ini.
Deg.
Aku menggeleng kuat. Meyakinkan diri, bahwa Dylan memang pulang karena ada urusan. Dan mengenyahkan perasaan tidak enak yang menggelayuti pikiranku.
Hatiku tergelitik ketika melihat ponsel Dylan yang sudah tak berbentuk. Aku berjongkok untuk memungutnya dan mungkin besok, aku bisa mengembalikannya pada Dylan.
»« »« »«
Dylan menghilang.
Sekali lagi kuulangi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Chery [21/21 END]
TeenfikceAku pengennya kisah cintaku berakhir manis seperti namaku, Chery. Dan aku tidak akan sudi jika kisah cintaku disamakan dengan ftv yang sering ditayangkan televisi. Namun pada kenyataannya, sebuah drama adalah bagian dari kisah nyata sehari-hari. Kal...