11- Nge-date?

2.6K 295 13
                                    

Setengah jam yang lalu, aku dipaksa oleh Dylan untuk melihatnya bermain basket. Dan aku dengan bodohnya menuruti perintahnya.

Alhasil, kita berakhir terdampar disini. Dibangku panjang yang ada ditaman belakang sekolah. Dengan posisi Dylan yang tertidur dipahaku dan sumpah ini mirip seperti drama yang sering kutonton.

Aku bisa melihat dengan jelas wajah Dylan yang tertidur pulas. Rambutnya yang kecokelatan dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah, selalu acak-acakan.

Terakhir kali aku melihat Dylan, hari dimana Dylan mencuri ciuman pertamaku didepan satu sekolahan. Dan semenjak itu aku meminta bunda untuk memindahkanku dari sekolah itu.

Pada awalnya aku berpikir, selama ini Dylan menggangguku karena menyukaiku. Tapi, setelah hari dimana Dylan dengan terang-terangannya mengatakan bahwa menciumku adalah salah satu permainan taruhan bersama teman-temannya. Aku bersumpah akan membencinya seumur hidup dan tidak akan sudi bertemu dengannya lagi.

Namun Tuhan berencana lain. Beberapa minggu lalu aku dipertemukan dengan Dylan lagi. Dan lebih parahnya lagi hubunganku dan Dylan semakin dekat walau sebatas teman.

Iya, teman.

"Lan..." aku menepuk-nepuk pipinya pelan.

"Hm," Dylan cuma bergumam tapi tidak membuka matanya sedikitpun.

"Banguun. Bentar lagi bel loh" kataku berusaha lembut.

Bukannya bangun, Dylan malah melingkarkan kedua tangannya dipinggangku dan membenamkan wajahnya diperutku. Errrr... Dylan!

"Laan... bangun doong"

"Lima menit lagi" gumamnya.

Aku menganga lebar. Gila kali ya lima menit lagi. Nggak tau apa kalo bel tuh lima menit lagi.

"Bel lima menit lagi loh, Lan" kataku masih berusaha lembut.

Sabar-sabar.

Dylan berdecak. Dalam sekejap dia sudah terduduk dan mengucek-ngucek matanya. Asli, sekalipun baru bangun tidur Dylan tetap aja terlihat kece badai!

"Udah ganteng belum?" tanyanya sambil mengacak bagian depan rambutnya.

Aku memutar bola mata jengah. "Mau lo gondrong kek. Botak kek. Tetap aja lo ganteng"

Ups.

"Gitu ya?" Dylan manggut-manggut. "Kalo gitu gue botak deh"

"Eeehh..." sahutku. "Lo nggak boleh botak"

Dylan mengangkat satu alis. "Loh?"

"Pokoknya nggak boleh. Titik" ujarku menggebu-gebu.

"Okey," lagi-lagi Dylan manggut-manggut. "Kasih gue satu alasan kenapa harus nggak boleh?"

"Pokoknya nggak boleh! Gue nggak suka cowok botak! Geli! Ewh!"

Dylan malah tertawa keras. Apanya yang lucu coba?

"Terus kalo lo nggak suka cowok botak berarti gue nggak boleh botak?"

Aku mengangguk.

"Hubungannya gue botak sama lo nggak suka cowok botak apa?" tanyanya sambil tersenyum miring.

Aku cemberut. "Yaudah terserah lo!" ketusku sambil membuang muka.

"Ngambekan" celetuk Dylan sambil narik pipiku pelan.

Aku melotot judes. "Dibilangin jangan suka narik pipi gue. Iihh!"

"Ngambekan. Tukang marah. Cengeng. Nggak suka cowok botak. Hmm, apalagi ya?"

Chery [21/21 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang