Harusnya aku pulang lebih awal dan menemani Bunda menonton drama korea terbarunya. Tapi, karena Bima harus mengikuti pelajaran tambahan, mau tidak mau aku pasti akan terseret ke dalamnya. Hanya karena aku tidak mau pulang dengan kendaraan umum. Otakku sudah panas dengan pelajaran sejarah tadi pagi, masa iya aku harus panas-panasan dengan matahari di siang hari?
Sebenarnya nilai Bima tidak separah ketiga temannya. Jelas saja, aku kan yang menjadi bahan contekan dia. Meski aku tidak sepintar Angga atau serajin Echa, aku tetap mendapat peringkat sepuluh besar. Itu hebat, menurutku.
Lebih aneh lagi Angga yang sangat pintar malah harus mengikuti pelajaran tambahan. Aku tahu fakta itu karena Angga adalah temanku sejak SD bersama Bima. Aneh sekali seorang Angga yang dulunya rajin mengikuti lomba-lomba ataupun olimpiade dan sejenisnya itu malah mendapatkan nilai terburuk di satu sekolah. Tidak juga sih, tapi yah tetap satu dari sekian yang terburuk.
Angga itu campuran antara malas dan aneh. Dia bilang, "Angka seratus itu udah biasa, kali-kali dapet nilai nol di semua pelajaran. Kan kece."
Kalau Bima? Kebalikannya. Mau dapat nilai seratus tapi sayangnya hanya mendapat satu nol setelah angka satu. Miris.
"Dels, nulis apaan tuh?"
Aku terlonjak kaget. Aku menutup buku harianku dan memegangnya erat. Dimas tiba-tiba datang dan menepuk bahuku pelan. Dia duduk di kursi kosong, tepat di sebelahku. Kuharap Dimas tidak membaca tulisanku.
"Nulis... tulisan?"
Tawa Dimas pecah seketika. Aku memutar bola mataku malas. "Sumpah Dim, gak lucu."
"Ekspresi lo yang lucu Dels. Lagian masih jaman banget nulis diary?"
Ini bukan diary, sungguh. Tapi... Dimas tidak perlu mengetahuinya bukan? Ini hanya tulisan, tidak berguna. Tapi penting. Semuanya tentang Bima. Aku benci menyadari bahwa Bima yang menjadi nomor tiga di setiap ruang kosong otak dan hatiku setelah Bunda dan Ayah. Nomor tiga, bukan orang ketiga.
Sedangkan aku? Sepertinya aku hanya setitik kisah yang ada di hidup Bima. Aku ini hanya sekedar nama yang menempati hatinya, sebagai sahabat.
"Dels? Ko ngelamun sih?"
"Hah? Engga. Gue... mau pulang."
Aku menaruh buku yang tadi kupegang ke dalam tas. Aku berjalan seraya membawa tas di tangan kiriku. Sial. Ketika aku sampai di depan pintu kelas, Dimas berjalan ke arahku.
"Lo mau pulang? Gue udah selesai. Tapi... kayanya Bima masih harus ngerjain tugas kelompok sama Chris deh," katanya. "Lo pulang sama gue aja ya, tunggu disini," lanjutnya lagi.
Aku hanya terdiam. Padahal maksudku bukan itu. Aku hanya ingin menghindari pertanyaan Dimas. Lalu Dimas malah dengan senang hati mengajakku pulang.
"Yuk Del." Dimas menarik tanganku dan berjalan menjauhi ruang kelas yang dipakai mereka untuk pelajaran tambahan. Echa yang menjadi tutor mereka. Ini semua hasil perjuangan guru BK kami, Ibu Jay-Z yang sangat baik hati telah memberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki nilai-nilai mereka.
Sebenarnya mereka tidak separah itu ko. Tapi semester lalu adalah yang terparah. Hampir semua nilai mata pelajaran mereka turun. Padahal sudah mau naik kelas dua belas.
"Dims, gue belum bilang sama Bima." Aku menghentikan langkahku. "Dan gue bukan anak anjing yang harus dipegangin terus." Kali ini Dimas langsung melepaskan tanganku dari genggamannya. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Aneh pikirku.
"Gue, udah bilang ke Bima kok," ucap Dimas akhirnya.
Aku mengedikkan bahu dan berjalan di depan Dimas. Menuju tempat parkir dimana mobil Dimas berada. Tanpa aba-aba aku masuk seenaknya. Sepertinya lucu juga melihat Bima salah tingkah.
*
Rangga : Dela lo curang
Dela : Curang apaan sih, mending lo buruan kasih pertanyaan hari ini, gue ngantuk
Rangga : Kemaren tuh pertanyaan ketujuh bukan kedelapan. Kok lo gak ingetin gue sih?
Rangga sent you a sticker.
Dela : Yaelah mana gue itungin-.- yaudah sekarang pertanyaan kedelapan. Beres kan masalahnya?
Rangga : iyaa hehehehehe :3
Rangga sent you a sticker.
Rangga sent you a sticker.
Rangga sent you a sticker.
Rangga sent you a sticker.
Dela : Spam.
Rangga : Hehe, mau tanya dong. Soal majalah sekolah kita Del, berhubung gue udah mau ujian, ekskul jurnal kehabisan topik nih. Kan Dela suka nulis cerpen gitu kan? Mau gak, cerpennya dimuat di majalah sekolah kita? Tapi, yang kita butuhin itu cerita bersambung Del, tapi ceritanya gak panjang. Sekitar empat edisi majalah sampai gue selesai ujian. Mau ya?
Dela : ini pertanyaan atau permintaan? Eh, btw lo ketua jurnal?
Rangga : hahaha bisa dua-duanya. Mau yaaa? plis banget. Sepertinya iya/?
Dela : yah boleh deh
Rangga : sip, buat hal lainnya lo bisa tanya ke Dimas
Dela : Dimas? gue baru tau dia anak jurnal
Rangga : sebenernya dia cuma ikut-ikutan aja sih. Tapi lumayanlah dia kan jago design plus dia salah satu anggota band kece di sekolah kita, dan cuma Dimas yang bersedia diwawancara untuk jadi bahan majalah. Kalo Angga kan ogah banget difoto ataupun ditanyain banyak-banyak, kalo Chris? Tau lah dia sibuk banget sama gebetannya, yang ada nanti malah jadi berita pacar baru Chris kan gak mutu banget.
Dela : lo kenal banget sama mereka ya? Kayanya lo tau banget tentang mereka
Rangga : itu pertanyaan hari ini del?
Dela : Iya aja deh, gue udah mau tidur juga ngantuk. Gatau mau nanya apa
Rangga : iya, kenal banget. Gue udah temenan sama mereka dari kecil.
Dela : oooooh gitu. Udah ah gue mau tidur
Rangga : okee, night dela sayang :)
Rangga sent you a sticker.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eonian [B] ✓
Truyện Ngắneonian (adj.) constant and indefinite; continuing forever Ini semua hanya karena sebuah permainan. Dua puluh satu pertanyaan dua puluh satu langkah lebih dekat. Copyright © 2015 by psychoxls