21 - A Sweet Liar

172 26 11
                                    

Hujan di luar semakin deras, dinginnya menusuk, aku menaruh kedua telapak tanganku di leher. Hangat, aku butuh kehangatan. Ah terdengar seperti jomblo ngenes yang sedang menyendiri dalam sebuah kafe, ternyata memang seperti itu keadaanku saat ini.

Aku tidak berniat beranjak dari tempat ini, melangkahkan kaki keluar satu centi pun, entah kenapa aku hanya ingin sendiri. 

Aku mengangkat tanganku tinggi-tinggi sebagai isyarat agar sang pelayan bercelemek cokelat muda menghampiri mejaku. Aku mengernyit heran ketika si pelayan berdiri tepat di hadapanku. Pasalnya ia mengenakan seragam yang sama persis seperti seragam sekolahku, ini masih waktu sekolah kan? Masa iya dia bolos untuk bekerja paruh waktu tapi mengenakan seragam di jam kerjanya, bukankah ada seragam untuk pelayan kafe ini? Ah peduli apa aku memikirkan itu.

Pelayan itu  Ia tersenyum. "Ada yang bisa saya bantu?" katanya membuyarkan lamunanku.

Aku pun menyebutkan pesananku, satu cangkir cokelat panas karena yang kupesan sebelumnya sudah habis tak tersisa. Ia mengangguk dan berjalan menjauh. 

Sejurus kemudian, satu cangkir cokelat panas sudah tersaji di atas mejaku, aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada pelayan tadi. Aku menyesap cokelat panas yang masih mengepulkan uap panas, membuat lidahku merasakan sengatan tak enak dan menjadikan cokelat panas itu terasa semakin pahit. Aku meringis dalam hati, lidahku melepuh karena terlalu panas.

"Minumnya pelan-pelan Del." Aku mendongak, mendapati pelayan dengan nama entah siapa itu duduk di hadapanku, mengisi kursi kosong yang sebelumnya Bima tempati. Tunggu? Ia tahu namaku dari mana?

"Lo... siapa? Ko tau nama gue?" Ia tertawa, kemudian tangannya ia kepalkan untuk menyangga dagunya di atas meja, ia menatapku lamat-lamat dan tersenyum simpul. "Coba tebak gue siapa? Ah gimana kalo kita main? Kalo lo menang, gue kasih tau gue siapa... gimana?" 

Butuh beberapa puluh detik untuk aku mencerna perkataannya, aku terdiam dan menciptakan keheningan di antara kami. "Udah inget gue? Dellania Zascha Amanda?" ucapnya ketika tidak mendapat balasan satu katapun dariku. 

Tidak mungkin kan? 

"Rangga? Haaah?" Aku menganga lebar tidak percaya membuatnya tertawa dan mengangguk. "Iya gue Rangga, yang suka modusin lo dari jamannya lo masih pake rok SMP masuk SMA Pertiwi, gue kakak osis yang sengaja jailin lo, gue yang nembak lo di tengah lapangan tapi lo malah tarik tangan Bima dan pergi gitu aja," balasnya menjabarkan. Ah aku masih ingat, Rangga yang pemaksa dan menyebalkan. Untuk apa ia mengungkit masa lalu?

"Dan lo yang sering ngirimin gue pesan? 21 question?" Bukannya anggukan yang aku dapatkan, malah Rangga menggeleng dan tersenyum tipis. "Kalo lo pikir gue belum bisa move on dari lo, lo harus bersyukur karena gue udah bisa relain lo. Tapi lo pasti menyesal karena udah nolak cowok seganteng gue," katanya malah menjawab hal lain. Aku bertanya apa kok malah dijawab yang lain.

Aku mendengus geli mendengar jawabannya. "Kalo bukan lo terus siapa?" 

"Lo sih, yang diliat Bima terus tapi gak pernah peka," Rangga mendorong kursinya ke belakang, menjauh dari meja. "Ah gue bolos sekolah hari ini, dan udah relain perasaan gue buat dia. Permintaan terakhir gue bukan minta lo jadi pacar gue, tapi gue minta lo peka sama dia." Kemudian Rangga berdiri, mengacak rambutku pelan dan tersenyum simpul. 

"Good luck for me untuk lupain lo, dan good luck for you untuk hari yang baru," katanya sebelum benar-benar pergi.

Aku bahkan tidak pernah tahu kalau aku memiliki pengagum rahasia. 

Aku mengangkat cangkir berisi cokelat panas yang sudah mendingin, sebuah notes biru langit terjatuh ke atas tatakan cangkir itu ketika aku mengangkatnya. Sejak kapan ada di sini? Benar, aku terlalu fokus pada hal lain dan tidak peka dengan lingkungan sekitar. 

Aku membuka notes itu dan membaca pesan yang tertulis di dalamnya.

Hitung lima detik dalam hati, bunyi lonceng pintu kafe ini bakal bunyi setelahnya. Dan Boom!

"Satu?" Aku mulai menghitung, ah konyol. "Dua?" Namun aku masih mencoba menghitung sampai lima, dan benar bunyi pintu khas kafe ini berbunyi nyaring.

Tebak siapa yang baru saja masuk dan berjalan ke arahku dengan senyum lebar terpampang di wajah manisnya? Oh Tuhan, dia memang pembohong termanis yang pernah ada.


***

a/n : HAHAHAHAHA tadinya mau post sampe ending, tapi aku maunya gantungin kamu kamu kamu wkwkwk 

hayo siapa yang bohong?





Eonian [B] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang