Cinta itu sederhana, hanya dengan melihatnya tersenyum bahagia sudah lebih dari kata cukup. Mencintai dia memang kadang menyakitkan, tapi perjuangan selalu mendapatkan hasilnyam
Meski Rangga bilang tidak sesuai dengan harapan. Yah itu baginya. Aku sedikit jahat jika mengingat ucapannya, apalagi setelah melihat dia di hadapanku kini.
Dia, sahabatku yang terkenal berandal tidak bisa diatur di kalangan guru-guru. Dia juga sahabatku yang selalu dilirik para murid perempuan di sekolahku.
Dan dia, sahabatku yang telah membuatku jatuh untuk kesekian kalinya, setiap detik yang kulalui bersamanya.
Dia Bima, si makhluk antah berantah yang telah menjadi bagian hidupku sejak dulu. Dia yang dulu selalu aku buntuti kemanapun ia pergi.
Bahagianya aku Bima tidak pernah mengeluh akan kehadiranku. Bima selalu menjagaku.
Hari ini, dimana aku dan Bima membolos sekolah karena ulahnya. Oh tidak, ini memang sudah rencana Bima sejak awal.
"Dels, gue gak bisa romantis." Bima dengan kostum beruang memegang sebuah boneka keempat karakter disney dari cerita winnie the pooh di tangannya.
Aku terdiam, masih terpaku melihat Bima. Aku tahu jelas siapa orang di balik kostum ini, jelas dari suaranya. Bahkan hanya melihatnya berjalan mendekat ke arahku saja aku sudah tau.
Dan aku hanya mencoba untuk tersenyum dan menatapnya heran seolah aku tidak mengetahui siapa dia.
"Lo badut jelek siapa sih?"
"Ih badutnya jelek akunya ganteng!" Balasan Bima tentunya membuat aku tertawa dan bersemu merah. Aku katanya?
"Aku gaktau kamu suka apa Dels, aku kira kamu suka semuanya yaudah aku beli semuanya," katanya lagi.
Senyum masih mengembang di wajahku, Bima kemudian duduk berlutut di hadapanku. Lantas ia menaruh semua boneka itu di atas meja dan menggenggam tanganku erat. "Gue sayang lo Dellania Zascha Amanda," katanya dengan gugup dan cepat.
"Lo emang gak romantis banget Bims," balasku membuat Bima berdiri dan membuka kostum badutnya di bagian kepala.
"Ih Dela, kan gue udah bilang. Ngomong pake aku kamu sama lo gak enak ya Del."
Aku tertawa melihat tingkahnya. Lalu Bima kembali memakai kostumnya dan menarikku keluar.
Tiba-tiba sebuah lagu terdengar dari dalam kafe dan aku bisa melihat Rangga tengah bersenandung kecil di depan sebuah tape.
Bima lantas menggenggam tanganku. Kini ia berteriak dengan lantang. "Gue sayang lo Dellania! Jadi pacar gue, lo pasti jawab iya karena gua tau lo sayang gue juga," kata Bima.
Ternyata, kejadian ini menimbulkan efek berbahaya. Seperti semut yang menggerubungi gula yang jatuh dari stoplesnya, kali ini banyak orang sudah membuat lingkaran memandangi pandangan ini.
Oh sungguh memalukan. Bima memang menyebalkan, meski tidak bisa dipungkiri kalau aku sangat bahagia hari ini.
"Kok lo maksa sih?" balasku setengah berteriak karena lagu yang diputar begitu keras.
"Liat gue sebagai sahabat yang selalu jagain lo Del, jangan tatap gue sebagai laki-laki karena gue gak mau lo pergi dari hidup gue. Karena di hidup ini, yang kita butuhin adalah sahabat untuk hidup." Aku terhipnotis dengan kata-katanya. Bima tidak pernah seserius ini.
"Kalo lo mau tau siapa yang selalu smsin lo, itu gue. Gue sekongkolan sama Rangga? Iya. Karena Rangga yang sadarin perasaan gue ke lo. Gue nyesel baru sadar kalau yang gue liat setiap hari justru yang udah bikin gue jatuh untuk kesekian kali," lanjutnya lagi.
"Love, was made for me and you Del," ucap Bima mengakhiri pernyataan jujurnya, bertepatan dengan lirik yang diputar.
Pelajaran hidup kedua yang bisa aku dapati dari Rangga hari ini, ia bilang telah menyesal sudah mengganggu hari-hariku dengan dirinya yang memaksa meminta balasan. Namun, setelah melihat Bima, Rangga kemudian berkata, "Karena cinta itu datang bukan didatangi. Gak seharusnya gue maksa dia untuk jatuh cinta sama gue."
***
-end-
KAMU SEDANG MEMBACA
Eonian [B] ✓
Short Storyeonian (adj.) constant and indefinite; continuing forever Ini semua hanya karena sebuah permainan. Dua puluh satu pertanyaan dua puluh satu langkah lebih dekat. Copyright © 2015 by psychoxls