Semalam, setelah Bima mengantarku pulang, ia langsung melesat ke rumahnya. Padahal biasanya ia akan bertemu Ayah dan Bunda terlebih dahulu, meski hanya sekedar memberi salam lalu pulang dengan bingkisan di tangan.
Sepertinya Bima lelah. Aku menangkapnya tengah menguap berkali-kali selama perjalanan pulang. Juga, saat menonton Bima justru tertidur di atas bahuku.
Dia yang mengajakku nonton tapi dia yang tertidur di dalam. Aku hanya menggeleng dan tersenyum tipis menanggapinya. Sepertinya aku tidak pernah meminta kedua ujung bibirku ini terangkat, tapi yah... salahkan wajah manis Bima yang seperti bayi ketika tertidur. Dan salahkan degup jantungku yang berdebar dua kali lipat tak henti. Hampir saja aku kehilangan fokus pada film yang kutonton.
Kalau iya, mungkin saat ini Bima tidak akan menggangguku dengan pertanyaan yang sama berulang kali. "Dels, kemaren filmnya tentang apa sih? Ceritain dong."
Aku mendengus mendengar pertanyaan sekaligus permintaan Bima. "Salah sendiri lo tidur!" geramku.
"Ngantuk abisnya Del, dari kemaren gue gak tidur tau." Bima menaruh kepalanya di atas meja dan menengok ke arahku.
"Gak tidur? Emang lo ngapain aja kemaren?"
Aku menaruh kepalaku di atas meja, mengikuti Bima. Dan menolehkan kepalaku ke arahnya.
"Gue... gak bisa tidur aja," jawab Bima sekenanya.
Bima memejamkan matanya perlahan, jangan bilang ia akan tertidur lagi.
Tanganku bergerak di depan wajahnya, memastikan kalau ia tertidur. Dan Bima memang tertidur. Buktinya aku bisa mendengar dengkuran halus Bima. Seperti Bima memang terlalu lelah, dan bisa saja itu alasan Bima berubah akhir-akhir ini.
"Bims, lo itu nyebelin, tapi...," gumamku.
Kulihat Bima tersenyum. Aku bangkit dan memukul punggungnya pelan. Sebal, aku kira dia sudah tertidur.
"Bima ih! Bangun gak lo, gausah sok-sokan tidur!" Aku berteriak kencang sekali membuat Bima menutup kedua telinganya.
"Yah Del, tapi kenapa? Ngangenin ya? Iya kaaan?" Bima mulai menggodaku. Aku berbalik badan tidak menanggapi. Lantas aku mengeluarkan ponselku dan memainkannya. Biarkan Bima dan aksi merayunya.
Aku membuka aplikasi secara acak. Ternyata aku membuka aplikasi LINE, dan ada pesan dari Rangga semalam yang belum kubaca. Lalu aku membukanya.
"Dari Rangga... selamat malam Dela. Tidur yang nyenyak ya... emot senyum?"
Aku mendelik ke arah Bima. Bima membaca pesanku?
"Bima ih, gak usah dibaca gitu juga kali. Gue bisa baca sendiri!" Aku menutup layar ponselku.
Bima menaikkan sebelah alisnya. "Ko gak dibales? Kasian tuh dari semalem gak dibales."
Aku memutar bola mataku malas. "Gak usah dibales juga gapapa, dia ngerti."
"Wah, cie Dela... dia perhatian gitu ya ceritanya?" Suara Bima terdengar aneh di telingaku. Antara suara kesal, cemburu dan mengejek.
"Iya, dia perhatian, baik, dan selalu buat gue senyum-senyum sendiri. Gak kaya--"
"Gak kaya gue? Nyebelin, ngatur-ngatur? Ohhh."
"Apaansih Bims, gak usah ngajak perang lagi deh."
"Loh? Gue gak bilang perang yuk Del, gue cuma mengungkapkan fakta, yang lo pikirkan."
"Emang lo bisa baca pikiran gue? Gak usah sok tau."
"Gue sok tau, ya... gue, sok, tau." Bima menekankan kata sok tau dan memberinya jeda di setiap kata, seakan aku harus mendengarnya dengan sangat jelas.
Aku hanya terdiam, bukan maksudku seperti itu. "Kebaca dari raut wajah lo Del, maaf."
Hanya itu kalimat terakhir yang Bima ucapkan sebelum ia beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkanku, untuk yang kesekian kali.
"Lo selalu pergi Bim."
Sebenarnya aku masih memikirkan pesan Rangga semalam, lagi-lagi Bima membuatku bingung dengan tingkahnya. Bagaimana bisa seseorang menganggap aku dan Bima seperti pasangan padahal sikap Bima saja seperti ini padaku. Lebih tepatnya aku dan Bima tidak seperti sahabat sejak lahir, malah hanya seperti aku yang membuntuti Bima kemanapun Bima pergi.
Aku kembali membuka pesan semalam dan membacanya, membuat kedua ujung bibirku terangkat.
Rangga : dellxnia abang rangga mau tanya
Dela : apa?
Rangga : lagi bdmd ye
Dela : bdmd?
Rangga : badmood maksud gue
Dela : iya kali
Rangga : yaudah deh tanyanya nanti aja
Dela : gapapa ko
Rangga : hm, gue mau tanya... kalo misal nih ya Bima nembak lo, lo bakal terima ga? Secara kalian tuh deket banget, kalo ribut kaya pasangan suami istri, kalo lagi akur bikin iri seantero sekolah
Dela : hahaha masa iya? Kayanya engga, karena Bima gak mungkin nembak gue, mustahil haha.
Rangga : kalau misalkan gue yang nembak lo gimana?
Dela : satu pertanyaan cukup
Dela : gue mau tanya, lo beneran kelas dua belas?
Rangga : rangga beneran kelas dua belas :)
Rangga : selamat malam Dela. Tidur yang nyenyak ya :)
Read.
Setelahnya aku segera mengetikkan sebuah pesan lagi kepada Rangga. Sungguh aku ingin sudahi semua hal konyol ini, tapi Rangga sukses membuatku penasaran setengah mati.
Dela : pertanyaan hari ini, kenapa lo ngelakuin hal ini ke gue?
KAMU SEDANG MEMBACA
Eonian [B] ✓
Short Storyeonian (adj.) constant and indefinite; continuing forever Ini semua hanya karena sebuah permainan. Dua puluh satu pertanyaan dua puluh satu langkah lebih dekat. Copyright © 2015 by psychoxls