Chapter XXXII: Ember

16.7K 1.8K 192
                                    

Sammy ingat keesokan harinya ia demam tinggi dan tidak bisa masuk sekolah empat hari. Andien menjenguk ke rumahnya namun tak memberikan jas hujan itu langsung kepada Sammy. Mungkin saat Sammy lengah, Andien mengambil kunci Luna dan diam-diam meletakkannya di bagasi.

Memang semesta tak berpihak kepada mereka. Semenjak ia sakit karena kehujanan hari itu Sammy tak pernah diperbolehkan naik motor saat langit mendung ataupun sudah hujan, sehingga ia harus membawa mobilnya. Sammy pun selalu membawa motornya yang lain saat langit Malang tak bersahabat sehingga ia tak pernah membuka bagasi Luna. Jas hujan itu pun terdiam disana hingga hari ini.

Sammy masih duduk di atas aspal dengan mendekap erat jas hujan merah muda itu. Tak lama Mas Mirza menghampirinya karena khawatir. Tak mungkin mencoba mesin sampai selama ini, pikir Mas Mirza.

"Kamu kenapa Sam? Jatuh? Keserempet? Ditabrak?" tanya Mas Mirza. Sammy tak kunjung berkata-kata, pikirannya masih melayang ke masa lalu. Saat Mas Mirza menepuk pundaknya, baru Sammy sadar kehadiran mekaniknya.

"Gak papa Mas," jawab Sammy singkat. Ia pun bangkit memakai jas hujannya dan langsung kembali ke bengkel. Mas Mirza mengikutinya dari belakang takut Sammy kenapa-kenapa saat membawa motor.

"Mas, aku pulang ya?" ucap Sammy pamit. Ia hanya ingin cepat-cepat melihat wajah Andien saat ini.

"Jangan dulu lah. Kamu masih kayak gitu lho," ujar Mas Mirza melihat Sammy seperti tak bernyawa. Namun Sammy bersikeras untuk pulang, akhirnya Mas Mirza mengantarnya membawa Luna.

****

Setelah mengantar Sammy, Mas Mirza langsung pulang dijemput oleh anak buahnya. Sammy memarkirkan Luna di dalam garasi dan membuka sepatunya. Ia melihat flat shoes polkadot milik Andien masih ada di rak sepatu Kotak Amal, senyumnya pun mengembang lebar.

Ia bergegas masuk ke dalam rumah dan berlari ke arah ruang tv. Perasaannya terhadap Andien begitu meluap-luap, di pikirannya hanya ada satu hal yang akan ia lakukan begitu melihat wanita yang begitu ia sayangi.

Raut wajah Sammy yang penuh keceriaan berubah melihat pemandangan di ruang tv. Dimas menatap Andien penuh perhatian, tangan kirinya merangkul Andien erat, tangannya yang lain mengelus pipi putih wanita itu kemudian mencubitnya gemas.

Sammy hanya terdiam di sebelah kabinet tv. Andien yang sadar akan kehadiran Sammy bangkit dari sofa, ia mengenali jas hujan merah muda yang digunakan Sammy. Matanya kembali berkaca-kaca, Andien langsung menghampiri Sammy dan membuka resleting jas hujannya. Sammy masih tak kunjung berkata-kata.

Andien memperhatikan rambut dan pakaian Sammy yang basah kuyup, air matanya mulai menggenang. Ia menyisir rambut basah Sammy ke belakang dan menatap matanya dalam-dalam. "Udah bertahun-tahun masih aja bandel hujan-hujanan," ucapnya lirih.

"Kan sengaja mau diperhatiin sama lo," jawab Sammy pelan. Ia melihat raut wajah Andien yang penuh kekhawatiran lalu tersenyum meyakinkan wanita itu bahwa ia baik-baik saja. Dilihat sedekat itu oleh Sammy, Andien serasa ditarik ke dalam atmosfernya. Sebelum tertarik lebih dalam, Andien sadar dan buru-buru ke kamar Sammy mengambilkan pakaian kering untuknya.

"Dari mana Sam?" tanya Dimas basa-basi. "Jemput Luna," Sammy menjawab singkat. Dimas hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Tak lama Andien keluar dari kamar Sammy dan langsung menyuruh Sammy mandi.

"Iya Tante Anna," canda Sammy menyadari kemiripan Andien dengan Ibunya. Ia pun langsung menuju ke jemuran mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.

Proxima CentauriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang