Tap multimedia for get more baper(?)
***
Freesia membanting pintu kamarnya dengan kencang. Bahkan, saking kencangnya, si Mbak yang sedang menyapu lantai bergidik ngeri.
Sling bag putihnya ia lempar ke sembarang arah. Tubuhnya ia sandarkan di belakang pintu kamar sambil terduduk. Matanya masih saja mengeluar air mata. Rambut panjangnya yang semula ia gerai dengan rapih kini kusut dan acak-acakan.
Telinganya berkali-kali mendengar ponselnya berdering. Tapi ia bersikap masa bodoh dan mengabaikannya. Paling itu Abi yang kebingungan kenapa Freesia tidak kunjung menghubunginya.
Ungkapan Rei siang tadi masih terekam jelas di memorinya. Dan saat ini, yang cewek itu bisa lakukan hanya menangis. Meratapi kepatah-hatiannya dan menangis tanpa suara.
Sekelebat pikiran muncul dalam pikirannya. Rei sudah bertunangan? Kenapa ia tidak memberi tau sebelumnya, atau setidaknya memberi tau bahwa ada perempuan yang dekat dengannya. Cih, memangnya kamu pikir, kamu siapanya Rei?
***
"Lo bikin gue khawatir tau nggak," Ucap Abi seraya menaruh cangkirnya di atas meja. Sementara Freesia yang duduk di sofa yang berbeda hanya bergeming. Wajahnya ia alihkan dari tatapan Abi.
"Tadi siapa namanya? Martha? Ih, kayak nama makanan. Marthabak," pekik Abi. "Bagusan juga nama lo. Freesia. Indah kayak orangnya."
Freesia mencoba menyembunyikan senyumnya dan pipinya yang mungkin sudah memerah. Cewek itu mengambil satu kacang goreng dari toples yang ada di meja, lalu di lemparkan ke arah Abi. "Nggak lucu."
"Kalo mau senyum, senyum aja kali. Nggak usah ditahan gitu," Abi terkekeh kecil.
Freesia mendengus seraya memutar kedua bola matanya.
"Jadi, apa yang harus gue lakuin supaya lo lupa dengan sakit hati lo itu?" Abi terkekeh geli ketika mengucapkan kalimat barusan.
Freesia, wajah gadis itu masih sama masamnya sejak awal Abi datang ke rumahnya. "Gue nggak mungkin lupa soal itu."
Sejak kejadian tadi siang, Abi khawatir dengan keadaan Freesia yang tanpa kabar, dan langsung menatangi rumah cewek itu. Beruntung, Freesia mau menerima kedatangannya dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Bahkan, saking larut dalam kepatah-hatiannya itu, Freesia sampai lupa kalau hari ini, sabtu sore ini, ia yang seharusnya datang untuk siaran malah tidak hadir. Temannya berkali-kali menghubungi Freesia, tapi ia tidak menggubrisnya.
Masa bodoh dengan pekerjaanya. Yang jelas, saat ini, ia tidak ingin di ganggu oleh siapapun. Terkecuali Abi.
Eh, apa maksudnya?
"Ikut gue yuk." Abi menarik lengan Freesia dan memaksanya keluar rumah.
Freesia menahan lengannya sebisa mungkin. "Kemana?" Tanyanya. "Seenggaknya biarin gue buat ganti baju."
Abi mendecak, "Nggak usah. Udah cantik, kok." Cowok itu melepaskan jaket windbreakernya dan menanggalkan benda itu ke tubuh Freesia. "Pake jaket gue aja."
Terpaksa, Freesia mengangguk.
Ia membuntuti cowok di depannya dan naik ke sepeda motor Abi yang terparkir rapih di halaman rumahnya.
Dengan hanya menggunakan jogger pants dan kaus yang warnanya sudah pudar-dan untung saja ditutupi oleh jaket Abi- Freesia dan Abi, tepatnya, membelah keramaian Ibukota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laugh And Pain
Teen FictionKarena kabur dari hukuman yang diberikan guru matematika killer itu, Freesia tidak sengaja bertemu dengan Abi. Sejak saat itu, keduanya menjadi sering bertemu dan semakin dekat. Freesia menganggap Abi sebagai teman yang baik dan asik. Ya, hanya seba...