Abi berkali-kali melirik ke arah jam dinding kelas. Dua menit lagi bel berbunyi, tapi guru sejarah dengan kerudung cokelatnya masih sibuk menjelaskan materi yang membuat ngantuk seisi kelas. Namun bukan itu permasalahan Abi sesungguhnya, ia tidak ngantuk atau apalah itu. Malah ia sangat bersemangat-untuk meninggalkan sekolah.
Denis yang menyadari sikap Abi hanya terkekeh dari tempat duduknya. Temannya itu sangat lucu, apalagi raut wajahnya.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu berbunyi juga. Bel pulang sekolah terdengar nyaring seantreo sekolah. Setelah Bu Dudi, guru sejarah tadi mengucapkan salam dan meninggalkan kelas, para murid langsung meninggalkan kelas juga.
Abi langsung menggamblok tas hitamnya dan menghampiri Denis yang duduk dengan Gilang, di seberang tempat duduknya dengan Reno.
"Ayo, Den," ucap Abi ketika sudah berada di hadapan Denis.
Ia mengangguk. "Duluan ya semua!"
Mereka berjalan beriringan ke tempat parkir. Reno, Mada, dan Gilang hanya memandang dengan tatapan heran.
***
"Lama banget si lo berdua!" gerutu Ina saat Abi dan Denis sampai di depan SMA 17. Freesia yang dibalut dengan sweater rajut berwarna merah maroon cekikikan melihat sahabatnya itu.
"Balik dulu ya. Ganti baju," ujar Denis.
Lalu mereka berempat balik ke rumah untuk ganti baju, di antar oleh jazz milik Denis, dan Abi sebagai pengemudinya.
Singakat cerita, mereka sudah sampai di area perumahan yang dituju. Ina berganti baju di rumah Freesia, Abi di rumah Denis.
"Kalo udah selesai, tunggu di depan aja ya," perintah Denis kepada yang lain dan langsung mendapatkan anggukan.
Ina dan Freesia berjalan memasuki rumah bergaya minimalis tersebut. Mereka langsung masuk ke kamar Freesia untuk berganti baju dan sedikit berdandan, mungkin.
Freesia memakai kaus biasa yang ditutupi dengan sweater tebal berwarna biru terang bermotif bunga. Blue jeans dan sneakers black and white. Rambutnya ia biarkan tergerai begitu saja. Sedangkan Ina, seperti biasa, ia tampak feminim. Baju berwarna merah muda dengan lengan sampai siku, rok polkadot, juga flatshoes senada.
"Ya, lo ngerasa nggak sih kalo Abi tuh suka sama lo?" tanya Ina sambil memoleskan lipgloss pada bibirnya di depan kaca.
Freesia yang sedang mengikat tali sepatunya mengangkat kedua bahu. "Nggak mungkin lah," tukasnya. "Lagian dia juga tau kalo gue sukanya sama Rei."
"Tapi itu nggak menutup kemungkina untuk dia naksir sama lo kali, Ya," balas Ina.
Freesia mendesah lalu bangun dari duduknya dan merapihkan bajunya sedikit. Ia berjalan mendekati jendela kamar lalu melihat ke bawah sana. Kedua cowok itu sudah menunggu di depan. "Ayo buruan, udah pada nunggu tuh."
Ia lalu melangkah pergi dari kamarnya. Meninggalkan Ina yang masih sibuk membereskan rambut indahnya itu, sampai kemudian menyusul langkah Freesia.
Abi tampak mempesona dengan kemeja kotak-kotak biru-hitamnya. Tatanan rambutnya sama indah seperti biasa. Tunggu, atasan mereka sama-sama 'biru' jadi, sekarang... they are look like a couple, right?
Sementara Denis, ia mengenakan kaus abu-abu dan jeans hitam.
"Jalan sekarang aja, yuk?" Kata Abi setelah semuanya lengkap.
Saat ingin memasuki mobil, tubuh Freesia terhuyung seperti hendak jatuh. Matanya hampir terpejam dan tangan kanannya memegangi pelipis. Yang lain panik. Terutama Abi. Cowok itu langsung menahan tubuh Freesia.
"Del, kalo lo nggak kuat jangan dipaksa," Abi masih merangkul tubuh Freesia.
Freesia menggeleng. "Gue nggak apa-apa. Kita berangkat sekarang ya?"
***
Abi membelokkan mobil yang dinaikinya ke kawasan Jakarta utara, atau lebih tepatnya ke Taman Mini Indonesia Indah yang lebih dikenal dengan TMII.
Setelah parkir dan membeli tiket masuk, keempatnya langsung mengantre untuk wahana kereta gantung. Antreannya cukup panjang. Tapi ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan weekend atau hari-hari liburan.
Tiga puluh menit mereka habiskan untuk mengante, dan akhirnya kini giliran mereka untuk menaiki wahana tersebut. Kebetulan, satu kereta maksimal diisi empat orang.
Mereka banyak berfoto selagi di dalam wahana. Pemandangan dari atas sini cukup bagus. Malah, Freesia tidak bisa berhenti tersenyum daritadi. Dan mungkin, kalau diamati dari kaca bening yang ada pada setiap kereta., sepertinya hanya mereka yang paling heboh dan tidak bisa diam.
Sudah puas dengan kereta gantung, mereka memilih untuk menonton pertunjukan di Keong Emas. Kebetulan, sore ini sedang ada pentas theater Snow White.
Keempatnya menonton dengan serius sampai selesai dan tirai panggung ditutup. Riuh tepuk tangan penonton menggema di dalam ruangan ini. Freesia, Ina, Abi, dan Denis juga ikut bertepuk tangan.
Reno : ada yang jalan gak ngajak-ngajak nih
Mada : siapa No?
Gilang : siapa No?
Andre : siapa No?
Mada : najis ngikutin
Reno : itu, anaknya tante Dian sama tante Laila
Abi : woi emak gue tuh
Denis : apaan No, apaannn
Mada : ini kita ngapain sih No,Lang, sebelahan aja masih chattingan
Abi : lo lagi pada ngumpul?
Gilang : iya
Denis : ini kita ngapain sih Bi, sebekahan aja masih chattingan
Andre : mampus typo
Gilang : berarti lo bego
Denis : lo
Mada : lo
Reno : lo lah
Andre : lo
Abi : lo lah bego gimana sih
Gilang : lo
Mada : lo. Ngaku aja lah
Denis : lo
Abi : yaudah
Gilang : yaudah
Mada : yaudah
Andre : yaudah
Denis : yaudah
Reno : yaudah kita semua bego
***
Tak terasa, waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Banyak obrolan seru yang mereka bahas selama perjalanan pulang. Mulai dari keseruan tadi, ujian nasional yang tinggal menghitung hari, bahkan membicarakan tentang gebetan mereka.
Sampai akhirnya mereka berpisah karena hari sudah larut dan harus pulang ke rumah masing-masing.
***
Oke, part ini sangat nggak penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laugh And Pain
Ficção AdolescenteKarena kabur dari hukuman yang diberikan guru matematika killer itu, Freesia tidak sengaja bertemu dengan Abi. Sejak saat itu, keduanya menjadi sering bertemu dan semakin dekat. Freesia menganggap Abi sebagai teman yang baik dan asik. Ya, hanya seba...