Sore ini gerimis turun. Tidak deras, hanya rintik halus yang bercampur dengan angin yang menyejukan. Dari jendela kamarnya, Denis melihat Freesia yang baru saja masuk ke dalam rumahnya. Gadis itu baru pulang, padahal waktu sudah pukul empat sore. Seragam sekolahnya terlihat sedikit basah terkena air gerimis. Denis tidak tau dari mana saja, dan apa yang dilakukan tetangganya itu.
Denis mengambil ponselnya di saku celana longgar selutut yang biasa ia pakai sehari-hari. Jari tangannya beradu dengan layar datar ponsel itu.
Denis : Freesia berantem sama Abi. Lo udah tau?
Beberapa saat kemudian, seseorang di seberang sana membalas pesannya.
Ina : hah? Serius? Kok dia nggak cerita apa-apa sama gue?
Denis : mana gue tau
Ina : kok bisa sih?
Denis : ceritanya panjang. Nanti gue jelasin. Intinya, kita harus cari cara supaya mereka berdua baikan
Ina : oke. Pikirin caranya
Denis sibuk memutar otak. Beberapa menit ia tidak menjawab pesan Ina. Tapi ponselnya berdering lagi.
Ina : Den, kayaknya gue punya ide deh...
***
Freesia lagi giat-giatnya belajar. Yang biasanya saat di kelas tidak ada guru dia malah tidur, tetapi beda dengan sekarang. Ia sedang sibuk konsultasi mengenai pelajaran matematika kepada Ahmad. Teman sekelasnya yang jago banget kalau soal hitung menghitung. Padahal bel pulang akan berbunyi beberapa menit lagi. Entahlah, akhir-akhir ini Freesia lebih suka menghabiskan waktunya dengan belajar, berhubung ujian nasional sudah semakin dekat.
"Mad, ini nomer dua gimana sih? Masa hasil gue nggak ada yang sama kayak di pilihan ganda." Freesia menunjuk salah satu nomer di kertas soal latihan ujian nasional.
Ahmad mendesah. "Itu caranya salah, dodol. Nih yang bener." Cowok itu mencoret-coret rumus di kertas soal itu. Freesia memperhatikan gerakan tangan Ahmad dengan serius.
"FREESIA!" Ina yang baru saja balik dari toilet berdiri di depan pintu kelas. "Sini!"
Cewek yang rambutnya dikuncir satu itu mendongak. Melihat Ina yang berdiri dengan bodohnya di depan pintu. "Yang butuh siapa?"
"Freesia!" Ina mempelototi sahabatnya dengan sok galak.
Freesia menghembuskan napas berat, lalu menepuk bahu Ahmad sekilas. "Bentar ya, Mad," katanya. Kemudian berjalan mendekati Ina.
Ina tersenyum. Freesia mengerti arti senyuman itu. Senyuman yang biasanya Ina pakai saat atau akan menjahili orang. "Nggak jelas," gumam Freesia kepada sahabatnya.
"Na, nanti jam tujuh ke Epilogue ya," ucap Ina kemudian.
Freesia menautkan alisnya. "Kenapa emang?"
"Gue traktir, deh."
"Iya, dalam rangka apa?" Freesia memutar kedua bola matanya.
"Emangnya lo nggak mau gue traktir?" tanya Ina. Salah. Salah besar jika cewek itu menanyakan hal tersebut kepada Freesia. Saat mendengar apapun yang berhubungan dengan 'gratis', Freesia langsung semangat '45.
"Ya mau, lah!"
"Yaudah. Nanti jam tujuh, jangan lupa!"
"Iya, iya."
Setelah Freesia kembali belajar bersama Ahmad, ponsel Ina bergetar. Di sana tertera nama Denis.
Denis : gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Laugh And Pain
Teen FictionKarena kabur dari hukuman yang diberikan guru matematika killer itu, Freesia tidak sengaja bertemu dengan Abi. Sejak saat itu, keduanya menjadi sering bertemu dan semakin dekat. Freesia menganggap Abi sebagai teman yang baik dan asik. Ya, hanya seba...