Sepulang dari Epilogue, Freesia masuk ke kamarnya, lalu memberishkan diri dan mengganti pakaiannya dengan piama bergambar beruang.
Sambil membawa sebungkus camilan besar yang ia ambil di kulkas tadi, Freesia duduk di tempat tidur dan membuka laptopnya. Ia membuka aplikasi Skype dan melakukan video call dengan sahabatnya yang telah membohonginya beberapa jam lalu.
"HAI FREESIAAAAA!" Ina berteriak dengan kencang dari sebrang sana. Lantas, Freesia menjauhkan laptopnya. Baru mulai saja, telinganya sudah terasa sakit akibat ulah Ina itu.
Freesia mendengus. "Santai aja, kali!"
"Hahaha," Ina tertawa. "Ya, ceritain tentang tadi dong!"
"Ah, sialan lo, Na. Sok-sokan mau traktir gue. Nggak taunya malah sengaja bikin gue ketemu sama Abi," gerutunya.
"Bukan gue doang kali, Ya, si Denis juga tuh!"
"Emang ngeselin banget deh lo berdua." Freesia mengambil snack kentang dan memasukannya ke dalam mulut.
"Bilang makasih, kek! Kalo bukan karena gue dan Denis, lo nggak bakal baikan sama Abi."
"Iya, Iya, makasih!" ucapnya penuh penekanan.
Samar-samar, Freesia mendengar suara seseorang menyerukan nama Ina. "Eh, udah dulu ya, Ya. Nyokap gue manggil tuh."
"Iya. Bye."
Sambungan video call terputus. Wajah Ina sudah tidak tampak lagi di layar laptop Freesia. Cewek itu menutup benda berukuran sebelas inci dan menaruhnya di atas nakas. Saat ingin menyalakan tombol turn on pada remote TV, Freesia teringan akan suatu hal.
Ia beranjak dari tempat tidurnya dan merogoh isi tas yang tadi ia bawa saat bertemu Abi. Sebuah kotak berwarna cerah berhasil di keluarkannya. Freesia kembali ke tempat tidurnya dan membuka pita merah muda yang diikat dengan rapih.
Freesia terkejut begitu membuka kotak itu. Ia melihat sebuah buku tebal di dalamnya. Buku itu berukuran sedang dengan jumlah halaman hampir enam ratus lembar. Tanpa sadar, bibir Freesia tertarik ke atas. Dan untuk yang kesekian kalinya, cowok itu berhasil membuatnya tersenyum dengan caranya sendiri.
Itu buku bukan buku biasa. Tapi buku pendalaman tentang ujian. "Detik Detik Ujian Nasional" judul itu tertera di sampul buku yang tebalnya bukan main itu. Saat membuka halaman pertama, secarik kertas jatuh dari sana. Kertas origami bergradasi campuran warna biru, hijau, dan oranye.
Maaf telat kasihnya. Buka halaman 436, ada soal yang udah gue isi dari 1-50 plus caranya. Inget ya, dipelajarin! Gue bolak balik konsultasi ke Gilang dan ga tidur semaleman.
Sekali lagi, maaf ya freesia-ku.
Orang paling ganteng,
Abiarsha Gantara.Entah sadar atau tidak, Freesia mengirimkan pesan lewat Line kepada Abi.
Freesia : makasih ya, b-Abi ku. Maaf juga.
***
"Hahaha," tawa Ina tertahan. "Terus, terus?"
"Yaudah, sampe situ doang." Freesia membalas ogah-ogahan. Dia kembali mencatat bahasan soal-soal yang sudah diterangkan di papan tulis oleh guru fisika.
Ina berdecih. Pandangannya menyapu ke meja sahabatnya. Ia melihat sebuah buku UN bersampul kuning tergeletak di sana. "Lo beli buku UN? Kenapa nggak bilang-bilang gue? Tau gitu k-"
"Dikasih sama Abi," sergah Freesia, berhasil membuat Ina bungkam.
"Seriously?" wajahnya berubah histeris. "Itu sweet banget, Ya. Dia nggak mau kasih hal mainstream kayak bunga atau apalah. Nggak ngerti lagi gue sama Abi."
"Lebay ah!"
"Ina? Mau belajar atau ngobrol?!" guru fisika dengan kerudung cokelat di depan sana mempelototi Ina tajam. Yang dipandang mengigit bibir bawahnya.
"Iya Bu, maaf."
"Emang enak. Hihihi..." Freesia berbisik sambil tertawa sepelan mungkin.
***
Hari ini Freesia pulang lebih lama dari biasanya. Karena dia sudah janjian untuk belajar bersama dengan teman-temannya sehabis pulang sekolah. Dengan langkah gontai Freesia berjalan memasuki rumahnya.
Ia melihat Ibunya yang sedang menonton TV di ruang tengah. Tumben, pikirnya. Freesia mendekati Ibunya yang serius menatap layar televisi yang menampilkan acara berita. Setelah salim dengan Ibunya, Freesia berkata, "Mama tumben di rumah. Nggak kerja?"
Ibunya mendecak. "Emangnya nggak boleh mama di rumah?"
"Ya boleh dong, Ma," Freesia terkekeh pelan. "Jangan baper dong."
"Yaudah, aku ke kamar dulu ya, mau belajar," lanjutnya.
Ibunya mengangguk paham. Kaki jenjangnya menaiki satu persatu anak tangga yang berbahan kayu itu. "Eh iya," teriak Ibunya. Otomatis, Freesia membalikan badannya dan menatap wanita paruh baya itu.
Wanita yang rambutnya ikal dibagian bawah itu mengambil sesuatu yang terbungkus plastik putih di meja ruang tamu, lalu menghampiri anak semata wayangnya itu.
"Nih," Wina menyerahkan kantung plastic itu kepada Freesia.
Gadis berseragam sekolah itu menerima pemberian Ibunya. "Apaan nih?"
"Nggak tau. Dari temen kamu. Tadi dia kesini tapi kamunya belum pulang."
"Temen aku? Namanya?" alis Freesia menyerit.
Wina mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Mama lupa nanya. Dia buru-buru keliatannya."
"Oh, yaudah deh."
Freesia membawa kantung palstik itu ke kamarnya. Setelah berada di dalam kamar, Freesia membuka kantung platik putih berlogo salah satu minimarket. Ia melihat satu-satu barang yang ada di dalamnya dengan saksama. Ada lebih dari sepuluh macam makanan ringan beserta cokelat kesukaan Freesia, dan dua minuman susu yang dari dulu menjadi favoritnya.
Seperti biasa, Freesia menemukan sebuah post-it di antara setumpukan makanan ringan itu. Kertas putih bergaris hasil sobekan buku tulis.
Buat temen belajar. Semangat ya!
Iya, sama-sama.
(gue tau lo mau bilang makasih setelah ini)
- Abi si makhluk ganteng B-)
Kertas itu ia lipat sekali lalu memasukannya kedalam laci, bersama dengan post-it yang kemarin Abi kasih di kotak hadiahnya.
Freesia mengambil buku pelajarannya dari dalam tas, dan mulai belajar di atas tempat tidur kesayangannya. Ditemani dengan camilan dan minuman pemberian Abi. Cewek itu belajar dengan serius sampai-sampai ia tidak sadar kalau hari mulai gelap, dan matanya terpejam dengan buku berserakan di sekelilingnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Laugh And Pain
Teen FictionKarena kabur dari hukuman yang diberikan guru matematika killer itu, Freesia tidak sengaja bertemu dengan Abi. Sejak saat itu, keduanya menjadi sering bertemu dan semakin dekat. Freesia menganggap Abi sebagai teman yang baik dan asik. Ya, hanya seba...