Akhirnya, saat-saat paling mendebarkan bagi murid kelas dua belas terlewatkan. Sekarang mereka bisa santai-santai sambil menunggu pendaftaran masuk ke perguruan tinggi.
Awalnya Abi tidak menyangka dia akan mengalahkan nem Freesia, berhubung cowok itu paling tidak mengerti dengan pelajaran biologi. Tapi berkat bimbelnya yang ia tekuni akhir-akhir ini, nemnya bisa mencapai yang ia targetkan. Maka dari itu, untuk merayakan keberhasilan Abi dan juga teman-temannya yang lulus serratus persen, ia mengadakan pesta kecil-kecilan di rumahnya. Yang hanya mengundang teman-teman dekat seperti Denis, Andre, Mada, Gilang, Reno, Ina, dan Freesia.
Alat pemanggang dan perlengkapan lainnya hampir lengkap di halaman belakang rumah Abi yang disulap menjadi semenarik mungkin. Untungnya, Rana, mau bersusah payah membantu Kakak tersayangnya itu.
"Huh... huh... huh." Rana meletakkan kantung plastik berisi belanjaan di atas rumput halaman dengan asal. Tangan kirinya memijit-mjit lengan kanannya yang terasa pegal dan nyeri. Gimana enggak, daritadi dia sibuk ngangkat peralatan dan bahan-bahan belanjaan kesini sendiri. Sendiri. Sedangkan Abi, cowok itu malah asik-asikan berbaring di atas ayunan yang terbuat dari kain dan tali yang kedua sisinya diikat di pohon besar. Kedua tangannya sibuk mengotak-atik telepon pintar miliknya.
"Semangat dong, masa baru gitu aja udah capek," ledek Abi. Matanya masih tak lepas dari benda tipis di genggamannya itu.
"Baru gitu aja lo bilang? Gue daritadi ngangkat ini-itu, sedangkan lo malah enak-enakan disitu," Rana bersungut. "Yang bikin acara siapa, yang susah siapa."
Oh, kali ini keadaannya berbalik.
Rana sengsara, Abi merdeka.
Saat sedang berdebat masalah itu, suara berisik terdengar dari depan rumah. Lalu lama-lama mendekat dan semakin dekat. Abi sudah hapal betul siapa yang datang kalau sudah berisik gini. Itu pasti Andre, Gilang, dan Reno. Tentu saja tidak bersama Denis, karena Abi meminta tolong untuk mengatar Freesia dan Ina ke rumahnya.
"Assalamualaikum Tante."
"Tan, bagi air dingin dong. Haus."
"Masak apa, Tan? Aku nyobain ya?"
"Tan, kue kering yang enak itu mana?"
"Ayam gorengnya enak banget, Tan."
"Minjem celana pendeknya Abi dong, Tan."
"Tante, Rana apa kabar?"
"Minum teh dingin kayaknya enak nih."
Suara itu terdengar bersautan tanpa jeda dari dalam rumah Abi. Ya, begitulah kelakuan sahabat-sahabatnya kalau sudah berkunjung. Nyusahin. Minta inilah-itulah. Minjem celana lah, baju lah. Ujung-ujungnya juga tidak ada yang dikembalikan. Boro-boro menanyakan Abi, ingat saja belum tentu.
Suara-suara sumbang itu kini dapat Abi dan Rana dengan amat jelas. Andre, Gilang, dan Reno sudah ada di halaman belakang rumah Abi yang luas dengan rerumputan dan pohon-pohon rindang. Sahabat-sahabatnya itu datang dengan tidak damai. Abi yang tadinya santai di ayunan kain itu malah tergeletak di rumput karena digeser oleh Gilang yang rusuh.
"Bi, si Denis mana? Gue chat nggak dibales mulu." Andre meneguk segelas es teh yang dibuatkan Ibunya di dapur tadi.
Abi yang tergeletak di rumput pun bangun dan menepuk-nepuk celananya. Ia mendekati Andre dan menyambar segelas es teh di tangan cowok itu, lalu diteguk sampai habis. "Jemput gebetan gue."
"Lo punya gebetan? Siapa? Kenapa nggak pernah cerita?" tanya Reno antusias. Cowok itu tiba-tiba saja menyahut. Padahal sebelumnya ia sedang melihat-lihat bahan-bahan untuk barbeque malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laugh And Pain
Teen FictionKarena kabur dari hukuman yang diberikan guru matematika killer itu, Freesia tidak sengaja bertemu dengan Abi. Sejak saat itu, keduanya menjadi sering bertemu dan semakin dekat. Freesia menganggap Abi sebagai teman yang baik dan asik. Ya, hanya seba...