Pensil, siap. Penghapus, siap. Rautan pensil, siap. Papan jalan, siap. Kartu peserta, siap.
Semuanya beres. Sekarang, Abi tinggal memakai sepatu sekolahnya dan turun untuk sarapan bersama orangtua dan adiknya.
Tali sepatunya sudah diikat dengan rapih. Abi menyambar tas sekolahnya lalu berjalan melewati anak tangga untuk sarapan dengan keluarganya yang sudah berkumpul.
"Gimana, Bi? Udah siap semua?" tanya Ayahnya, yang sedang mengunyah roti isi selai nanas.
Abi mengangguk. "Udah, dong."
"Yang serius lo, Kak. Jangan mikirin Kak Freesia terus," ledek Rana. Ibunya langsung menatap dengan bingung.
Ibunya mendelik, "Siapa tuh, Na? Pacar Kakak ya?"
Rana menggidikan bahunya seraya tersenyum simpul.
"Apaan sih, Na," elak Abi. "Jangan didengerin, Ma."
"Kamu berangkat sekarang gih, Bi. Nanti telat loh." Ayahnya melihat ke arah jam dinding besar di tengah-tengah ruangan.
Dengan sigap, Abi bangun dari tempat duduknya dan merapihkan seragam sekolahnya sejenak. Ia mencium tangan kedua orang tuanya. Rana juga mencium tangan Abi. Omong-omong soal Rana, cewek itu tidak masuk sekolah selama empat hari kedepan. Bukan. Bukan bolos. Kelas sepuluh dan sebelas memang diliburkan dari sekolah, sehubungan dengan berlangsungnya ujian nasional.
Abi sengsara, Rana merdeka.
"Jangan lupa berdoa ya, Bi." Ibunya mengingatkan kepada Abi untuk berdoa sebelum ujian. Cowo itu mengangguk dan tersenyum ke arah Ibunya.
Sekarang, Abi dan Rana sudah ada di halaman rumah. Abi memakai helm dan menstarter motornya. "Kak," panggil Rana, sebelum Abi melajukan motornya.
"Iya?"
Rana mengeluarkan burung dari kertas origami berwarna kuning yang sejak tadi ia sembunyikan di belakang tubuhnya. "Good luck," kata Rana seraya tersenyum kikuk
Burung palsu itu diterima oleh Abi, dan dimasukan ke dalam tas hitamnya. Kemudian ia mengacak-acak puncak kepala Adiknya dengan gemas. "Makasih, jelek."
***
Hari pertama ujian nasional berlangsung.
Freesia masih cukup tenang karena hari ini baru pelajaran Bahasa Indonesia. Pagi-pagi sekali, cewek yang rambutnya lebih sering diikat itu sudah tiba di sekolah.
Tak lama kemudian, bel berdering dan terdengar seantreo sekolah. Murid kelas dua belas berbondong-bondong memasuki ruangan masing-masing. Seorang pengawas laki-laki berperawakan jangkung masuk ke ruangan Freesia dengan membawa setumpukan map cokelat.
Setelah lembar jawaban dan soal dibagikan, ujian berlangsung dengan tenang dan hikmat. Tentu saja. Siapa yang berani berisik saat lagi ujian gini? Ditambah lagi dengan pengawas yang galak.
***
Papan madding berwarna putih itu sudah berada persis di tengah-tengah lapangan SMA 17. Para siswa-siswi kelas dua belas berbondong-bondong berlari menghampiri papan yang sudah ditempel hasil nilai ujian nasinal.
Begitu juga dengan Freesia dan Ina, keduanya berdesak-desakan dengan siswa/siswi lain utuk melihat hasil kerja keras mereka selama empat hari ini.
Dengan susah payah, Freesia melihat namanya di dalam jajaran tiga puluh enam teratas. Ia senang bukan main. Buru-buru Freesia keluar dari kerumunan orang itu dan mencari keberadaan Ina yang entah sejak kapan terpisah darinya.
"Ina!" Freesia memeluk sahabatnya itu dengan erat sambil melopat kegirangan. "Gue 48,75, Na!"
Ina ikut tertawa bahagia melihat tingkah sahabtatnya. "Selamat ya!"
"Makasih, Ina," Freesia mencubit kedua pipi tirus Ina. "Lo sendiri, gimana?"
"Alhamdulilah, gue 45,25," jawabnya senang. "Ya lumayan lah."
Beberapa detik setelah itu, ponsel Freesia berdering dan bergetar hebat. Ia lebih menjauh lagi dari keramaian untuk bisa berbicara jelas dengan seseorang di seberang sana.
"Halo, Bi?"
"..."
"Alhamdulilah sampe target gue. Lo berapa?"
"..."
"47,95? Keren! Selamat ya."
"..."
"Hah? Barbeque party? Di rumah lo?"
"..."
"Tapi kan gue nggak tau rumah lo."
"..."
"Oke, nanti gue ajak Ina."
"..."
"Bye."
***
A/N part ini super pendek. huehehe. karena... apa ya? Mungkin lagi nggak mood tapi tetep dipaksain:3 rasanya pengen cepet-cepet selesain, berhubung tinggal beberapa part menuju epilog.
Oke.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laugh And Pain
Teen FictionKarena kabur dari hukuman yang diberikan guru matematika killer itu, Freesia tidak sengaja bertemu dengan Abi. Sejak saat itu, keduanya menjadi sering bertemu dan semakin dekat. Freesia menganggap Abi sebagai teman yang baik dan asik. Ya, hanya seba...