Sebuah payung berwarna putih polos tanpa motif terbuka perlahan tepat di atas kepala seorang anak perempuan yang baru saja keluar dari sebuah mini market yang berada persis di pinggir sebuah jalan besar. Anak perempuan berusia tujuh belas tahun bertubuh tinggi dan langsing dengan kulit kuning langsat bersih, berwajah menarik lengkap dengan garis mata yang sedikit menyipit di ujungnya juga bibir tipis yang merah, dan rambut lurus hitam pekat yang dimiliki anak perempuan itu tergerai indah sampai punggung.
Aruuna Fathiara, anak perempuan itu, menggigit bibir bawahnya dengan pandangan mata menyorot sepasang sepatu kets hitam bututnya dan terlihat ragu untuk melangkah melewati genangan air di depannya. Hujan yang turun menghantam tanah bumi dengan begitu derasnya, membuat Runa menghela napas panjang saat menyadari bahwa sepatu kets kesayangannya itu tak akan terselamatkan dari basahnya air hujan. Bisa dipastikan, sesampainya ia di rumah nanti, ia pasti akan langsung meletakkan sepasang sepatu kets itu di belakang kulkas dengan satu tujuan-mengeringkan sepatu itu-karena esoknya lagi, ia harus kembali mengenakannya untuk sekolah.
Walau agak berat hati, Runa segera melangkahkan kaki pada jalanan basah dengan genangan air di mana-mana dan meninggalkan mini market yang kurang lebih tiga bulan ini menjadi sumber penghidupannya. Runa memang bekerja paruh waktu di tempat itu, menjadi kasir selepas dia pulang sekolah. Cukup sulit memang, apa lagi bagi anak SMA seperti Runa untuk membagi waktunya antara sekolah dan bekerja. Tapi, tiada pilihan lagi, dia harus tetap melanjutkan hidupnya yang hanya sebatang kara.
Runa menghentikan langkahnya ketika matanya menangkap sosok pria tua yang berteduh sendirian di bawah atap teras sebuah ruko kosong tanpa penerangan. Pria tua itu berjongkok meringkuk berusaha menghangatkan tubuhnya yang menggigil karena sekujur tubuhnya basah kuyup karena kehujanan. Di detik berikutnya, Runa melangkahkan kakinya mendekati pria tua itu.
"Bapak," panggilnya, yang membuat pria tua itu mendongak ke arahnya. Kini, Runa ikut berjongkok di depan pria tua itu, mensejajarkan wajah mereka. "Bapak nunggu siapa? Kenapa nggak pulang ke rumah?" tanyanya, mengingat saat ini sudah hampir tengah malam.
Pria itu bergeming dan hanya menatap Runa tajam. Ada pandangan curiga di matanya saat menatap mata Runa. Melihat padangan itu, Runa tersenyum lembut menenangkan.
"Saya bukan orang jahat kok, Pak." Ujarnya lalu menjulurkan tangan kanannya di depan pria tua itu. "Saya, Runa, Pak." Dia memperkenalkan dirinya.
Pria tua itu ikut menjulurkan tangannya, menjabat tangan Runa walau dengan mimik ragu. "Arwan," katanya singkat.
Runa tersenyum saat Arwan melepas jabatan tangan mereka cepat-cepat. Sepertinya keraguan masih menyelimuti pikiran pria tua itu.
"Rumah Bapak di mana? Mau saya antar?" tawarnya.
"Saya tidak punya rumah." jawab Arwan cepat, yang membuat Runa mengerutkan dahinya. "Saya juga tidak punya keluarga." Timpalnya lagi, yang semakin membuat kerutan di dahi Runa terlihat jelas.
"Kalau begitu, selama ini Bapak tinggal di mana?" Runa menatap iba pada wajah yang sudah memiliki kerutan banyak itu.
Arwan diam. Ia memilih tidak menjawab pertanyaan barusan dan lebih memilih untuk menunduk dalam-dalam. Menyadari pertanyaannya tak akan mendapat jawaban, Runa segera melepas sweater rajut abu-abu yang dipakainya, lalu memberikannya pada Arwan.
"Pakai ini, Pak. Bapak pasti kedinginan," ujarnya lembut kepada Arwan yang dibalas dengan tatapan datar. Arwan masih tetap diam sampai akhirnya Runa lah yang menyampirkan sweater itu di kedua bahunya.
"Terima kasih," ucap Arwan pelan yang hanya dibalas dengan seulas senyum manis dari Runa.
Runa melirik jam di tangannya. Pukul dua belas lewat sepuluh. Runa harus segera kembali ke rumah karena paginya dia harus kembali bersekolah, tapi hatinya tidak tega kalau harus meninggalkan Arwan seorang diri di depan ruko kosong seperti ini apa lagi dalam keadaan basah kuyup. Beliau pasti akan jatuh sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNA
Teen FictionSemenjak Ayahnya menghilang, Aruna tinggal sebatang kara. Mau tak mau, terpaksa atau tidak dia harus membiayai hidupnya sendiri. Lalu, pertemuan tak terduga Runa dengan seorang kakek tua bernama Arwan, seketika membuat hidup Runa berubah. Secara men...